Suara sirene semakin dekat, para penjudi yang sedang asyik bermain di dalam kontainer pun panik dan berlari keluar. Saat melihat Thiago, mereka pun bertanya, "Kenapa ada suara sirene polisi?"Kasino ini adalah judi ilegal. Mereka semua panik karena takut tertangkap."Kalau nggak mau tertangkap, tutup mulut kalian!" bentak Thiago.Thiago mendorong kerumunan yang menghalanginya, lalu berjalan ke hadapan Shawn dan berkata, "Kalau sampai masalah ini tersebar, reputasimu juga jadi taruhannya! Jangan lupa, kamu adalah anggota Keluarga Jamison. Apakah kamu nggak takut merusak nama baik keluarga?"Judi adalah bisnis yang ilegal, tetapi Thiago malah mendirikan kasino secara diam-diam. Semua orang mengetahui identitas Thiago. Jika masalah ini sampai tersebar, Thiago akan diadili dan kemungkinan dipenjara. Sebagai salah satu anggota Keluarga Jamison, Shawn tentu juga akan terkena imbasnya."Apakah kamu nggak berpikir sebelum bertindak?" tanya Thiago.Shawn menatapnya sambil menyeringai sinis. "Ap
Dokter sontak terkejut, dia ketakutan melihat tatapan Shawn. "Di bagian poli anak ada susu formula. Mari, aku antar ke sana."Yvonne mengangguk. Sayangnya Dio juga menolak untuk meminum susu formula yang disediakan rumah sakit. Dia menangis hingga tenggorokannya serak.Sebagai seorang ibu, Yvonne langsung menyadari bahwa Dio tidak menyukai rasa susu ini. Tak ada cara lain, Dio terpaksa harus menahan rasa laparnya hingga tiba di rumah Keluarga Staford.Di dalam perjalanan, Shawn kelihatan cemas dan gugup. "Apakah anak kita baik-baik saja?"Ini adalah pertama kalinya Shawn berinteraksi dengan anak bayi. Masalahnya Dio belum bisa berbicara, Shawn sendiri pun tidak tahu harus berbuat apa."Cepat sedikit!" Shawn mendesak sopirnya.Sopir pun tak berdaya, jalanan agak ramai dan macet. Bagaimanapun, keselamatan adalah nomor satu.Setelah menempuh perjalanan cukup lama, akhirnya mereka tiba di rumah Keluarga Staford.Di rumah tidak ada orang. Niko pergi ke kantor, sedangkan Samantha entah pergi
Shawn berdiri dengan tegak dan menjawab dengan lantang, "Benar!"Seketika ekspresi Graham sontak terlihat muram. Hal yang paling berharga bagi Graham adalah kehormatan dan reputasi Keluarga Jamison.Graham menyerahkan seluruh harta Keluarga Jamison kepada Shawn untuk meredakan kemarahannya. Bagaimanapun Graham tidak ingin aib keluarganya tersebar dan menjadi bahan gosip masyarakat. Graham takut kalau Shawn akan memperbesar masalah yang ada di dalam keluarga ini."Kamu sadar dengan tindakanmu?" Graham jarang bersikap keras di hadapan Shawn. Bisa dibilang ini adalah pertama kalinya.Shawn menyeringai sinis, senyumannya tampak dingin dan dipenuhi ketidakpuasan. "Kakek tahu Thiago menculik istri dan anakku, tapi Kakek tidak mencegahnya atau memberitahuku. Aku justru ingin tanya, apa maksud Kakek menelantarkan anak dan istriku? Apakah Kakek mendukung perbuatan Thiago? Atau jangan-jangan Kakek ikut membantu Thiago?"Graham terkejut mendengar pertanyaan Shawn. "Kamu ... kamu tahu dari mana?"
Yvonne mengangkat kedua alisnya, dia tidak memercayai ucapan Shawn.Jika memang tidak ada apa-apa, kenapa Jackal terus-menerus menelepon dan mendesak Shawn? Namun karena Shawn tidak mau bercerita, Yvonne juga tak ingin memaksanya."Kamu nggak ke kantor?" tanya Yvonne."Tidak." Tiba-tiba Shawn langsung memeluk Yvonne. Awalnya Yvonne berusaha memberontak, tetapi Shawn malah mendekapnya makin erat. "Jangan bergerak, aku cuma ingin memelukmu sebentar."Yvonne tertegun, dia diam dan berhenti memberontak. Yvonne duduk, sedangkan Shawn memeluknya sambil berdiri. Saat didekap, wajah Yvonne menempel di bagian perut Shawn.Yvonne dapat merasakan kesedihan di diri Shawn. Yvonne pun mengulurkan tangannya dan memeluk pinggang Shawn sambil bertanya, "Ada apa?"Shawn tidak menjawab, dia terus mengusap kepala Yvonne. Dengan memeluk Yvonne, hati Shawn terasa lebih hangat dan tenang."Untungnya kamu adalah wanita pada malam itu," kata Shawn dengan suara kecil.Sekujur tubuh Yvonne sontak terasa membeku.
"Ini fotomu?" tanya Shawn.Yvonne mengangguk. "Iya. Kalau nggak salah waktu aku berusia 6 atau 7 tahun."Shawn refleks tersenyum saat melihat foto tersebut."Kenapa kamu tersenyum gitu?" tanya Yvonne.Yvonne berpikir, apakah Shawn sedang mentertawakan perawakannya saat kecil?Shawn mengembalikan foto tersebut kepada Yvonne. "Kamu yakin ini fotomu?"Ternyata foto di dalam bingkai telah diganti dengan foto Dio."Pasti Ibu yang ganti fotonya," jawab Yvonne sambil meletakkan kembali bingkai fotonya.Selain Samantha, siapa lagi yang kepikiran untuk mengganti foto Yvonne dengan foto Dio?"Yvonne," kata Shawn sambil memperhatikan foto tersebut. "Bagaimana kalau kita pindah kembali ke rumahku?""Em, aku setuju." Yvonne mengangguk tanpa ragu."Yvonne, kamu sudah kembali?" Tiba-tiba terdengar suara Samantha yang diikuti langkah kaki.Yvonne bergegas bangkit dari tempat tidur. Mungkin karena Shawn berada di kamar, Yvonne merasa bersalah dan seperti tertangkap basah sedang melakukan hal buruk.Nam
Yvonne tak bisa berkata-kata melihat Shawn yang memaksanya masuk ke dalam mobil."Sikapmu sangat kekanak-kanakan." Yvonne tersenyum tak berdaya.Di balik sikap Shawn yang dingin, ternyata dia juga memiliki sisi yang menggemaskan. Suasana di dalam mobil sangat tenang, mereka berdua tidak berbicara.Meskipun Shawn dan Yvonne tidak bergeming, suasana terasa rileks dan penuh cinta. Mereka kelihatan seperti sepasang kekasih yang baru berpacaran, siapa pun yang melihatnya ikut berbahagia.Setibanya di kantor, Shawn memarkir mobil dan berkata, "Ayo, ikut ke ruanganku."Yvonne bingung, untuk apa Shawn mengajaknya ke kantor? Apakah Shawn ingin minta ditemani bekerja?Tingkah Shawn sangat konyol, entah apa yang dipikirkan pria ini? Namun Yvonne tidak risih, dia justru senang melihat manjanya Shawn.Mereka melewati lobi kantor, lalu masuk ke dalam lift dan naik ke ruangan Shawn. Ketika melewati meja sekretaris, Shawn memerintahkan, "Bawakan dua cangkir kopi.""Biar aku saja." Yvonne bertanya samb
Caroline ketakutan, hari ini dia memang lancang dan nekat datang menemui Shawn. Namun Caroline tidak menyangka akan bertemu dengan Yvonne di sini."Aku ...," kata Caroline berusaha membela diri.Caroline ingin menjelaskan, tapi Shawn enggan untuk mendengarkannya. "Usir dia!""Baik," jawab sekretaris tersebut."Silakan pergi!" Sekretaris berjalan ke hadapan Caroline dan mengusirnya.Caroline masih berusaha menjelaskan kepada Shawn, "Aku nggak memukul dia."Shawn mengacuhkan Caroline, lalu memeluk Yvonne dan beranjak pergi. Ketika membalikkan badan, tiba-tiba Shawn berkata, "Kalau hal semacam ini terulang lagi, aku akan langsung memecatmu."Caroline telah berusaha keras, kenapa Shawn masih tidak menyukainya? Apakah Yvonne menghasut Shawn? Bukankah Yvonne telah diusir, kenapa dia masih menggoda Shawn?Wanita jalang! Yvonne pasti menggunakan kecantikannya untuk memperdaya Shawn.Caroline mengepalkan tangan, dia sangat membenci Yvonne.Setelah kembali ke ruangan, Shawn mengambil beberapa he
"Aku menyukaimu," kata Yvonne dengan tersipu malu.Kemudian Yvonne mendorong Shawn dan berusaha melepaskan pelukannya. "Lepaskan aku, aku nggak bisa bernapas.""Tidak mau." Shawn tersenyum.Yvonne mengomel, "Kamu mau membuatku pingsan karena kehabisan napas?""Aku tidak akan membiarkanmu pingsan." Shawn menundukkan kepala dan mengecup kening Yvonne.Shawn mengecupnya dengan lembut dan pelan, seperti sensasi angin sepoi-sepoi yang menggelitik hati.Yvonne menyandarkan kepalanya di dada Shawn. Shawn adalah satu-satunya pria yang mampu membuat Yvonne jatuh cinta.Tidak disangka, kedua orang yang saling membenci ternyata malah ditakdirkan bersama. Mungkin ini yang dinamakan takdir, cinta bisa berlabuh kepada siapa pun tanpa disangka-sangka."Zzz ...." Ponsel Shawn bergetar.Yvonne langsung melepakan pelukannya dan berkata, "Ponselmu bergetar."Shawn mendengarnya, tapi dia malas menjawabnya. Yvonne mengambil ponsel tersebut, dia melihat nama Xavier yang tertera di dalam layar."Xavier telep
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"