Shawn bertanya, "Kamu yakin bisa mengurus masalah ini?""Tenang saja, aku nggak bakal menyusahkan kamu. Aku bisa menjaga diriku sendiri, tujuanku adalah menyelamatkan Dio. Aku nggak akan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri. Lagi pula aku yakin bisa mendekati Olivia tanpa membuatnya curiga," Yvonne menjawab dengan percaya diri.Yvonne berusaha meyakinkan Shawn agar jangan terlalu khawatir. Shawn tahu bahwa Yvonne adalah wanita yang cerdas, tetapi dia takut terjadi sesuatu kepada Yvonne.Bagaimana kalau Yvonne menghadapi bahaya? Apakah wanita sepertinya bisa melindungi diri sendiri?"Hati-hati, jangan bertindak ceroboh," Shawn mengingatkan."Em." Yvonne mengangguk.Di dalam perjalanan, suasana di dalam mobil terasa sunyi. Shawn dan Yvonne diam seribu bahasa.Yvonne ingin mengajak Shawn mengobrol, tetapi dia tidak tahu bagaimana memulai topik pembicaraan.Tak berapa lama, Shawn dan Yvonne pun tiba di Pusat Kebudayaan. Sebelum beranjak dari mobil, Yvonne berpesan kepada Shawn,
Yvonne berpikir, untuk apa Thiago mencari wanita yang pernah melahirkan? Apakah untuk mengasuh Dio?Jarak Thiago terlalu jauh sehingga Yvonne tak dapat mendengar terlalu jelas. Dia hanya mendengar suara Thiago secara sekilas.Thiago berdiri di depan mobil sambil menelepon. "Bawa kemari, aku mau lihat."Thiago mencari wanita yang pernah melahirkan untuk menjaga Dio. Beberapa hari ini Dio selalu menangis, dia tidak mau minum susu.Berdasarkan informasi yang didapatkan dari internet, biasanya anak bayi tidak menyukai susu formula, mereka menginginkan asi ibunya. Oleh sebab itu Thiago meminta bawahannya untuk mencari wanita yang baru saja melahirkan untuk menyusui Dio.Sebenarnya Dio menangis bukan karena tidak menyukai susu formula, tetapi susu yang diberikan berbeda dengan susu yang selama ini diberikan. Dio tidak menyukai rasa susu formula yang diberikan Thiago, makanya dia menangis dan menolak untuk minum susu. Jika Thiago memberikan merek susu yang selalu dikonsumsi, Dio pasti bersedi
"Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Yvonne.Olivia mengerti maksud pertanyaan Yvonne. Dia menjawab sambil tersenyum kecut, "Walaupun belum lama berpacaran, kami melewati setiap hari dengan bahagia. Dia sering menonton pertujukan teaterku, membawaku ke restoran yang enak, menggandeng tanganku, memelukku sambil menonton ...."Olivia tak sanggup membendung air matanya saat mengingat kenangan bersama Thiago."Sebenarnya aku sadar, kami berdua tidak akan pernah bisa menikah. Latar belakang keluarga kami berbeda jauh. Dia berasal dari keluarga konglomerat, Tuan Muda Keluarga Jamison, sedangkan aku hanyalah wanita biasa yang tidak punya apa-apa. Bagaimana mungkin keluarganya bersedia menerimaku?""Aku ... aku hanya kaget, perpisahan ini terlalu tiba-tiba. Tapi di sisi lain aku sadar, cepat atau lambat kami pasti harus berpisah.""Kenapa dia tiba-tiba mengakhiri hubungan kalian?" Yvonne berlagak polos. "Dia punya wanita lain? Pria memang gampang berpindah hati."Olivia berusaha mengingat-ingat
"Kok kamu kelihatan kaget banget?" Olivia tidak memahami reaksi yang ditunjukkan Yvonne.Begitu menyadari responsnya yang berlebihan, Yvonne langsung mengganti nada bicaranya. Dia menjawab sambil tersenyum, "Aku hanyalah seorang dokter yang hobi menari, nggak pernah melihat atau terlibat sama perjudian, apalagi kasino ilegal. Aku agak kaget dan penasaran ...."Olivia menjawab, "Jaga rahasia ini, jangan beri tahu siapa pun. Bagaimanapun tempat kasino itu adalah bisnis ilegal. Kalau sampai ketahuan, pacarku bisa digugat pengadilan.""Em." Awalnya Yvonne menyetujui pemintaan Olivia, tetapi dia penasaran dan bertanya, "Dia memutuskan hubungan kalian secara sepihak. Kok kamu masih memedulikannya?""Bagaimanapun kami pernah bersama." Olivia menjawab dengan nada tak berdaya dan pasrah. "Aku nggak mau melihat dia dipenjara.""Bukannya kamu bilang dia adalah Tuan Muda Keluarga Jamison? Setahu aku, Keluarga Jamison memiliki uang dan kuasa." Yvonne sengaja berlagak polos."Aku nggak tahu detailny
Kalau tidak mendengarkan penjelasan Olivia, Yvonne pun tidak akan pernah menyangka ada kasino yang tersembunyi di dalam pelabuhan kargo."Ayo, kita masuk." Olivia mengajak Yvonne ke sebuah perahu kecil yang dijaga oleh dua orang petugas. Semua orang yang ingin memasuki kasino harus melewati perahu tersebut.Kedua petugas masih mengingat Olivia sehingga diberikan izin masuk. Namun mereka mencegat Yvonne dan berkata, "Kamu tidak boleh ikut.""Dia adalah temanku. Tenang saja, aku dan temanku tidak akan memberi tahu siapa pun mengenai tempat ini. Aku datang untuk menemui bos kalian, apakah dia ada di sini?" tanya Olivia.Setiap datang, semua orang menyaksikan sendiri kemesraan Thiago dan Olivia. Mereka tahu bahwa Olivia adalah kekasihnya Thiago.Setelah mendengar penjelasan Olivia, kedua petugas terpaksa mengizinkan Yvonne masuk ke dalam kapal. "Baiklah, tapi serahkan ponsel kalian."Olivia tahu aturannya, dia langsung mengeluarkan dan memberikan ponselnya kepada petugas tersebut. Berbeda
Seketika ekspresi Yvonne langsung terlihat gugup. Dari mana tangisan itu berasal?Yvonne bergegas mencari asal suara tersebut. Sesampainya di sebuah kontainer berwarna merah, Yvonne melihat Olivia dan Thiago berada di dalam sana. Selain mereka berdua, juga tampak seorang wanita yang menangis tersedu-sedu.Apakah suara tadi adalah tangisan wanita itu? Yvonne mengerutkan alis, wanita itu masih kelihatan sangat muda. Apakah wanita tersebut adalah wanita yang dicari Thiago?"Siapa yang menyuruhmu datang? Hmm?" Ekspresi Thiago terlihat sangat muram, dia memelototi Olivia dengan marah.Thiago sengaja memutuskan hubungannya dengan Olivia karena takut kalau Shawn akan memata-matai Olivia. Thiago sangat murka, dia khawatir kalau Shawn akan mengetahui bisnis ilegal ini, tetapi Olivia malah datang ke sini.Olivia bingung melihat kemarahan Thiago. Olivia mengira kalau Thiago marah karena Olivia telah melabrak "kekasih baru" Thiago. Ini adalah pertama kalinya Olivia melihat Thiago semarah ini."Kam
Thiago bergegas mengejar Olivia dan bertanya, "Kamu memanggil siapa?"Olivia menjawab, "Yvonne. Kenapa?""Dia ada di sini?" Thiago mengernyit.Olivia bingung, apa lagi yang membuat Thiago marah? Kenapa raut wajahnya berubah saat mendengar nama Yvonne?"Yvonne adalah temanku, dia hanya menemaniku ke sini. Tenang saja, dia nggak akan memberi tahu siapa pun. Kami langsung pergi, nggak akan berlama-lama di kapal, kok," Olivia menjelaskan."Temanmu?" Dahi Thiago tampak berdenyut. "Kamu tahu dia siapa?"Olivia langsung memiliki firasat yang buruk. "Teman baruku ....""Teman baru?" Thiago menggertakkan giginya. "Kamu membawa teman barumu ke kapal?""Memangnya ada apa dengan Yvonne? Kenapa kamu marah?" tanya Olivia.Apakah Yvonne memiliki identitas khusus?"Dia adalah istrinya Shawn!" Thiago membentak Olivia. "Sudahlah, untungnya aku mengetahui keberadaannya sebelum dia membuat masalah. Dia nggak akan bisa kabur dari kapal ini!"Olivia tercengang mendengar jawaban Thiago. "Jadi ... dia sengaja
Entah sejak kapan Graham naik ke atas kapal. Ketika melihat Olivia yang ingin menampar Yvonne, Graham langsung berteriak untuk menghentikannya.Sesaat menoleh, Olivia terkejut melihat keberadaan Graham. Olivia masih mengingat Graham. Saat berada di rumah sakit, Thiago bersikap sangat sopan kepada Graham.Olivia langsung menurunkan tangannya dan mundur ke belakang Thiago.Graham berjalan ke arah Thiago sambil memegang tongkat. "Ikut aku!"Sebagai seorang cucu, Thiago tidak mungkin membantah perintah Graham. Sebelum pergi, Thiago memberikan isyarat kepada para pengawalnya untuk mengawasi Yvonne.Para pengawal mengangguk, lalu menahan Yvonne.Sesampainya di dalam kontainer, Graham berkata kepada Thiago, "Mumpung belum terlambat, lepaskan Yvonne dan anaknya ....""Mumpung belum terlambat? Apa maksud Kakek?" Thiago memotong ucapan Graham.Tanpa menunggu Graham menjawab, Thiago melanjutkan, "Memangnya Kakek bisa membujuk Shawn?"Seketika ekspresi Graham langsung berubah menjadi masam. "Asalk
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"