Yvonne tidak menyerah, dia kembali menelepon Neil.Ketika Neil menjawab teleponnya, Yvonne mendengar suara tegukan alkohol di ujung telepon."Neil, jangan minum lagi!" Yvonne berbisik."Hem, apa hakmu melarang aku? Dia mengkhianati aku!" Neil tertawa sedih. Dia kecewa dan sakit hati."Dengarkan aku! Aku menghubungi kamu karena aku hanya menghafal nomormu. Sekarang aku ada di hotel, aku diculik. Beri tahu ...."Sebelum Yvonne menyelesaikan ucapannya, dia mendengar suara pintu yang berusaha dibuka.Yvonne terkejut, dia langsung menutup telepon, lalu buru-buru mengenakan pakaian dan pergi membuka pintu.Neil sedang mabuk, dia tidak dapat mencerna semua ucapan Yvonne.Ketika pintu dibuka, Yvonne melihat Roger yang berdiri di depan. Tadinya Roger sudah pergi, tapi entah apa yang membuatnya kembali.Sesaat memasuki kamar hotel, tatapan Roger langsung tertuju ke arah telepon yang berada di atas laci. "Kamu menghubungi Shawn?"Yvonne tidak menghafal nomor Shawn. Seandainya Yvonne mengetahui no
Yvonne tahu, konglomerat seperti Roger paling takut mati."Bebaskan aku!" kata Yvonne dengan dingin."Hem, kamu nggak akan berani membunuhku." Roger tidak takut, dia merasa Yvonne adalah wanita yang lemah.Namun Roger tidak tahu bahwa Yvonne adalah seorang dokter. Dia sudah terbiasa melihat darah dan mayat.Yvonne menggores kulit Roger secara perlahan."Ah ...." Roger merintih kesakitan, dia pun ketakutan hingga gemetaran. "Kamu ... berani ...."Roger ketakutan hingga tak bisa berkata-kata."Kamu yang duluan ingin menyakitiku. Kalau nggak bertindak, aku bisa mati di tanganmu. Kamu yang memaksaku berbuat sejauh ini." Yvonne sering memegang pisau bedah, dia tahu bagaimana cara menyakiti Roger tanpa membuatnya mati.Semua dokter mempelajari anatomi manusia. Mereka tahu mana bagian yang vital dan bagian yang aman."Aku cuma takut kamu berkhianat. Aku nggak bermaksud menyakitimu. Kalau kamu nggak mau difoto, aku nggak akan memaksa." Roger berusaha memohon."Lepaskan aku!" Yvonne menancapkan
Begitu masuk ke kamar, Yvonne menghubungi Anas.Anas menjawab panggilan tersebut dengan cepat. "Yvonne ....""Hmm, aku di sini," jawab Yvonne."Bagaimana kabarmu? Aku cemas, kok kamu nggak bisa dihubungi?""Aku baik-baik saja. Kamu sudah sampai di Kota Clouwy? Menginap di mana?" tanya Yvonne."Sekarang masih kerja, mungkin agak malaman baru santai. Nanti aku akan menghubungimu lagi," jawab Anas."Oke. Bagaimana keadaan ibuku dan Dio?""Mereka aman di rumahku, tenang saja.""Em, terima kasih." Yvonne sangat merindukan mereka, terutama Dio."Nona, makanan sudah siap. Mau makan?" Bibi Leah mengetuk pintu."Syukurlah kamu baik-baik saja. Nanti aku hubungi lagi," kata Anas yang berada di ujung telepon."Oke, nanti kita bicara lagi." Yvonne menutup telepon dan turun mengikuti Leah.Sesaat melihat Shawn yang duduk di meja makan, Yvonne menghentikan langkahnya."Non, ayo makan." Leah berusaha mencairkan suasana.Yvonne berusaha menahan emosi, lalu beranjak kemeja makan dan duduk di samping Sha
Tatapan Shawn seolah ingin memotong tubuh Yvonne menjadi beberapa bagian.Seandainya tatapan bisa membunuh, nyawa Yvonne mungkin sudah melayang."Saat itu aku ...." Yvonne ingin menjelaskan, tetapi Shawn langsung bangkit berdiri dan pergi.Shawn tidak mau mendengarkan alasan Yvonne.Yvonne duduk sambil mengepalkan tangan, dia tidak berani menyusul Shawn yang sedang marah.Yvonne berpikir untuk memberikan Shawn waktu menenangkan diri."Ha chim!" Yvonne pilek."Non, kamu sakit?" tanya Leah.Yvonne mengangguk. "Iya."Leah bergegas pergi mengambilkan obat untuk Yvonne. "Terima kasih, Bi,""Kamu adalah istrinya Tuan. Sudah tugasku merawatmu." Leah tersenyum lembut.Yvonne agak sedih saat membahas Shawn. Dia membuka mulut dan meneguk obat yang diberikan.Setelah makan dan minum obat, Yvonne kembali ke kamar untuk berganti pakaian. Pertama-tama, Yvonne ingin ke rumah sakit untuk menemui Calvin.Yvonne harus memberi tahu Calvin mengenai semua yang telah dilakukan Kayla. Jangan sampai hasil ke
Beberapa hari ini, suasana hati Kayla terlihat sangat bagus.Kayla yakin, semua warisan Calvin akan jatuh ke tangan Niko. Semua milik Niko adalah milik Kayla."Hari ini aku memasak sup ginseng dan sayur hijau. Makanlah yang banyak biar cepat sembuh." Kayla tersenyum lembut sambil memapah Calvin dari tempat tidur.Sembari membantu Calvin duduk, Kayla merapikan bantal agar Calvin bisa bersandar."Oh iya, aku dengar Yvonne hilang lagi," kata Kayla sambil membuka termos sup.Calvin sontak menatap Kayla dengan tajam."Kenapa kamu menatapku begitu?" tanya Kayla saat melihat tatapan Calvin yang aneh.Calvin agak terkejut saat mendengar ucapan Kayla. Agar Kayla tidak curiga, Calvin bergegas mengubah topik pembicaraan. "Supnya wangi banget. Pasti lama memasaknya.""Iya, aku menghabiskan waktu berjam-jam di dapur demi menyiapkan semua masakan ini. Ayo, cicipi!" Kayla tersenyum, lalu kembali mengubah topik. "Aneh banget Yvonne tiba-tiba hilang. Apakah kamu nggak merasa ada yang janggal?"Tanpa pe
Calvin telah menyiapkan segalanya. Surat wasiat telah dibuat, Kayla tidak akan bisa mengubahnya.Kayla tahu bahwa Calvin tidak mencintainya. Namun Kayla tidak menyangka bahwa Calvin akan mengorbankannya demi membela Yvonne."Aku melayanimu selama 20 tahun, apakah ini balasanmu kepadaku? Kenapa kamu tidak memercayai aku? Aku nggak ....""Jawab, mau menyerahkan diri atau tidak?" Calvin malas meladeni Kayla.Kedua kaki dan tangan Kayla bergetar karena marah. Calvin bukanlah orang yang romantis, tapi dia selalu memperlakukan Kayla dengan lembut. Kenapa tiba-tiba sekarang malah berubah jadi dingin?Kenapa Calvin tega melihat Kayla dipenjara?"Aku sudah melahirkan anak laki-laki untukmu!" bentak Kayla."Aku nggak mengelak." Calvin tetap tenang menghadapi Kayla yang histeris."Lalu kenapa kamu tega bersikap seperti ini kepadaku?" Kayla tidak terima melihat Calvin yang lebih membela Yvonne."Ternyata kamu memang lebih mencintai mantan istri dan putrimu. Aku dan Niko nggak ada nilainya untukmu.
Melihat sikap Yvonne yang aneh, Anas pun bertanya, "Kok kamu ....""Anas." Neil mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka mulut.Anas tersentak saat menyadari pria yang berdiri di samping YvonneWalaupun senang bertemu dengan Neil, Anas bersikap dingin dan bertanya, "Kok kamu ada di sini?"Neil menatap Anas dengan tajam. Dia agak sedih, kenapa Anas tidak menanyakan kabarnya?"Nggak sengaja ketemu. Aku baru saja mau menelepon kamu," Yvonne menjelaskan.Anas melihat ponsel yang dipegang Yvonne. Anas memercayai penjelasan Yvonne, dia tidak mungkin sengaja mengajak Neil."Kita pindah kafe saja," kata Anas."Oke." Ketika Yvonne hendak pergi, Neil menarik tangan Anas dan memperingati Yvonne. "Jangan ikut campur! Aku mau bicara dengan Anas.""Lepaskan aku! Nggak ada yang perlu dibicarakan, aku sudah menikah ...."Neil langsung menarik tangan Anas, lalu memeluk dan mengecup bibirnya.Yvonne merasa ada baiknya jika Neil dan Anas berbicara dari hati ke hati. Karena tidak mau merusak suasana, Y
Wanita tersebut adalah Caroline. Ketika melihat Shawn, dia juga tak kalah kaget.Caroline tidak menyangka dapat bertemu dengan Shawn di sini.Namun sebagai bentuk kesopanan, Caroline tidak berani bersikap sok akrab. Dia harus menjaga sikap di hadapan Graham.Shawn tidak berbicara, dia duduk dan bersikap seolah tidak ada.Pria paruh bayah ini adalah Patrick Yacob, teman lama Graham.Ketika melihat Shawn, Patrick bertanya sambil tersenyum, "Itu cucumu? Cucu yang selalu kamu banggakan?"Graham menjawab dengan bangga dan tersenyum lebar, "Dia jauh lebih hebat daripada aku."Graham menoleh ke arah Caroline sambil bertanya kepada Patrick, "Ini cucumu?"Patrick menghela napas panjang. "Iya. Ayahnya meninggal karena sakit keras, sedangkan ibunya menikah dengan pria lain. Sekarang hanya tinggal kami berdua."Graham pun ikut menghela napas, dia teringat dengan kepergian ayahnya Shawn."Shawn, aku dan Kakek Patrick mau ngobrol sebentar. Tolong temani Caroline ke teman," pinta Graham.Shawn tahu a
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"