Perasaan Rasya begitu gelisah saat Alvia menyebut nama Adinda. Rasya tidak tahu apa saja yang sudah terjadi selama dirinya mengalami koma. Hanya saja dia berpikir tidak mungkin Alvia mengenal Adinda karena Rasya juga masih menutup erat rahasia kejadian malam itu. Hanya dirinya dan Andre yang tahu.“Sebenarnya aku punya seorang teman. Namanya Adinda. Aku pernah meminta bantuannya untuk menjagamu di sini. Hari itu dia menemaniku menjagamu. Tiba-tiba kamu menggenggam tangannya dan menyebut nama Adinda,” jelas Alvia.“Jadi Adinda itu temanmu?” tanya Rasya. Penjelasan Alvia membuat Rasya sedikit merasa lega. Dia berpikir ada banyak nama Adinda. Bisa jadi Adinda temannya Alvia bukanlah Adinda yang Rasya kenal.“Iya. Tapi aku juga tidak mengerti kenapa kamu bisa menyebut namanya. Padahal kalian tidak pernah saling kenal sebelumnya. Apakah ada Adinda lain dalam hidupmu?” tanya Alvia kembali membuat Rasya tercekat. Dia gelagapan sibuk mencari alasan agar tidak ketahuan.“Emm...tidak juga. Mung
Jantung berdebar tak karuan saat Adinda melihat Rasya sudah berdiri tak jauh dari dirinya dan Alvia. Adinda memperhatikan Rasya dengan baik. Sekarang laki-laki yang semula hanya terbaring tak berdaya itu telah kembali bangkit dan berpijak dengan kedua kakinya sendiri.Mungkin seharusnya Adinda turut berbahagia untuk Alvia atas kesembuhan Rasya. Tapi entah mengapa bertemu dalam keadaan seperti itu justru membuat Adinda merasa tidak nyaman. Ada gelisah dan sedikit rasa takut yang tak bisa dijelaskan alasannya.“Hei, kamu ke sini, Sayang?” sapa Alvia sembari bergelayut manja di lengan Rasya. Adinda hanya menjadi penonton adegan mereka.“Iya tadi aku menunggumu karena kita akan segera pulang. Kamu terlalu lama jadi aku mencarimu,” jawab Rasya.“Maaf. Aku tidak sengaja bertemu dengan temanku. Sekalian aku ingin memperkenalkan kalian karena kamu juga sudah di sini,” kata Alvia.“Perkenalkan ini Adinda. Dia temanku yang pernah aku ceritakan padamu,” ujar Alvia.“Saya Rasya, tunangannya Alvia
Pada keesokan hari setelah pulang dari rumah sakit, Rasya sudah bertekad untuk masuk kantor. Dia juga mengabaikan Rehana yang memintanya untuk istirahat dulu di rumah. Rasya meyakinkan bahwa dirinya sudah baik-baik saja. Padahal sesungguhnya yang membuat Rasya begitu bersemangat untuk masuk kantor bukanlah perihal pekerjaan.Dia tak sabar ingin segera bertemu Andre. Sesuai rencana dia akan meminta Andre mencari informasi lagi terkait kehidupan Adinda. Dia tidak bisa menyerahkan tugas itu pada orang lain sebab selama ini yang mengetahui masalahnya dengan Adinda hanyalah Andre.Kerahasiaan tetap harus terjaga. Selain karena sudah punya tunangan, posisi Rasya sebagai pewaris tunggal perusahaan milik ayahnya juga tetap harus diperhatikan. Kalau sampai tersebar kabar tentang dirinya yang meniduri seorang wanita sebelum menikah, maka pasti image perusahaan juga akan tercoreng.Andre adalah salah satu orang yang sangat dia percaya. Tidak hanya asisten biasa, Rasya sering meminta nasihat dan
“Siapa orang yang ingin kamu lupakan itu?” tanya Regan cukup mengejutkan Rasya. Rasya gelagapan mendapati kedatangan kakak sepupunya yang tiba-tiba. Dia berharap Regan tidak mendengar lebih banyak percakapannya dengan Andre.“Bukan apa-apa, Kak” elak Rasya.“Ada apa Kak Regan kemari?” tanya Rasya sembari berusaha menetral diri dan mengalihkan topik pembicaraan. Sementara Andre segera pamit pergi agar tidak mengganggu pertemuan kedua bersaudara itu.“Iya. Aku mendengar kabar bahwa kamu sudah pulang dari rumah sakit. Tadi aku ke rumahmu. Aku ingin menjengukmu. Tapi kata Tante Rehana kamu sudah masuk kerja. Jadi aku putuskan untuk mengunjungimu ke sini,” jelas Regan.“Kau memang gila kerja, Sya. Baru juga sembuh tapi sudah masuk kerja,” imbuh Regan.“Aku sudah sempat ditahan di rumah sakit selama beberapa hari bahkan setelah aku sadar dari koma. Itu sangat membosankan, Kak. Aku merasa lebih sehat jika bekerja,” balas Rasya.“Ya. Terserah kau saja. Tapi jangan memaksakan diri. Kasihan Tan
Pagi itu Rasya sengaja mengosongkan jadwalnya di kantor untuk mengantar Alvia ke bandara. Setelah banyak persiapan dilakukan, tibalah saatnya bagi Alvia untuk berangkat ke luar negeri. Dia akan menjalani program summer school yang dihadiahkan oleh Rasya.Alvia tampak begitu bersemangat walau harus berpisah dari Rasya selama enam bulan lamanya. Jarak jauh tidak menjadi masalah bagi mereka. Mereka sudah sama-sama dewasa dan bisa mengatur waktu serta pola komunikasi dengan baik.Rasya menepati ucapannya untuk mengantar Alvia sendiri ke bandara. Selain itu dia melakukannya juga sebagai bentuk pengelakan atas pemikiran Andre. Rasya merasa tidak mengirim Alvia ke luar negeri agar dirinya bisa lebih leluasa dengan Adinda.Bahkan selama sebulan terakhir ini, Rasya sengaja tidak pernah lagi mencari tahu tentang kehidupan Adinda. Perkataan Andre benar-benar sudah mempengaruhinya. Dia meyakinkan diri sendiri bahwa dia tidak seperti yang Andre tuduhkan.Beberapa waktu belakangan Rasya membuat dir
“Jadi bagaimana, Dok? Apa yang sebenarnya terjadi pada Mbak Adinda?” tanya Rasya sigap saat dokter menyelesaikan pemeriksaan.“Dalam istilah kedokteran, gejala yang terjadi pada Ibu Adinda disebut sebagai kontraksi palsu atau braxton hicks. Pada usia kandungan trimester ketiga, hal semacam ini memang bisa terjadi. Salah satu penyebabnya bisa karena kelelahan atau dehidrasi. Oleh karena itu Ibu Adinda harus menjaga pola istirahatnya ya,” jelas Dokter Sellia.“Tapi apa bayi saya baik-baik saja, Dokter?” tanya Adinda memastikan.“Sejauh ini kondisi bayinya sehat, Bu. Tidak ada masalah yang perlu dicemaskan. Tapi jika kontraksinya menjadi lebih sering muncul maka bisa diwaspadai. Apalagi jika sampai diikuti dengan pendarahan. Silahkan lakukan pemeriksaan lebih lanjut.”“Baik, Dokter. Terima kasih,” ucap Adinda.Setelah melakukan pemeriksaan dan dinyatakan baik-baik saja, mereka pun keluar dari ruangan. Adinda masih ditemani Rasya. Laki-laki itu tetap mengikuti langkah Adinda yang lebih pe
Rasya benar-benar kebingungan menghadapi tingkah Susan. Apalagi gadis itu semakin mempertanyakan hal-hal aneh yang lebih menjurus pada tuduhan. Sebenarnya Rasya bisa mengelak tegas seandainya dia memang tidak melakukan apa-apa. Tapi fakta yang dia sembunyikan mempengaruhi gerak-geriknya ketika harus mengatakan kebohongan.Rasya tidak ingin ada orang yang curiga apalagi sampai mengetahui apa yang terjadi antara dirinya dengan Adinda. Termasuk Susan sekalipun. Sebab Rasya yakin nantinya Susan akan berbicara pada keluarga mereka hingga kabar itu tersebar luas.Rasya bertanya apa saja yang sudah dilihat oleh Susan. Dengan gamblangnya Susan mengatakan bahwa dia melihat Rasya berjalan berdua dengan seorang perempuan hamil. Rasya berusaha mencairkan kecurigaan Susan.Rasya mengatakan bahwa perempuan yang dilihat Susan adalah teman dari Alvia. Dengan begitu tidak sepenuhnya dia berkata tidak jujur.“Aku tidak sengaja bertemu dengannya. Tadi dia sempat kesakitan karena mengalami kontraksi. Jad
“Apa benar Rasya selingkuh?” tanya Regan memastikan.“Ya aku juga tidak tahu pastinya seperti apa. Aku hanya melihat Kak Rasya bersama seorang perempuan yang sedang hamil dan dia terlihat sangat perhatian. Itu saja,” jawab Susan sembari mengedikkan bahu.Regan tampak berpikir keras mendapat penuturan dari adiknya. Dia ikut memikirkan kemungkinan jika benar Rasya telah berselingkuh. Dia merasa kasihan pada Alvia jika hal itu benar terjadi.“Tunggu dulu. Bukankah bagus jika memang Rasya benar-benar berselingkuh? Aku bisa menggunakannya untuk menghancurkan hubungan Rasya dengan Alvia. Aku tahu Alvia mungkin akan sakit hati mendengarnya. Tapi bukankah memang itu yang aku inginkan? Aku harus memberitahu Alvia tentang kejadian ini,” ungkap batin Regan.Laki-laki itu tersenyum miring memikirkan rencana yang akan dia lakukan. Dia tidak sabar untuk segera mengeksekusinya. Sebenarnya Regan memang tidak suka pada hubungan Rasya dan Alvia.Bukan karena posisinya sebagai yang lebih tua telah didah
Setibanya di rumah sakit, Adinda langsung menemui mertuanya. Hani dan Hairi cukup terkejut dengan kedatangan Adinda yang tiba-tiba. Apalagi mereka melihat Adinda kembali ditemani oleh Rasya. Ada perasaan tak suka yang Hani pendam dalam hatinya ketika melihat menantunya pergi bersama laki-laki lain.“Lho Adinda kok bisa datang ke sini? Sama Pak Ahyan?” sapa Hairi ketika Adinda menyalami mereka.“Iya, Pa. Adin ingin menjenguk Mas Ardiaz. Adin diantar teman,” jawab Adinda.“Bayimu bagaimana, Sayang? Maaf kami belum sempat menjenguknya sama sekali. Lagi pula seharusnya kamu tidak bepergian jauh dalam masa pemulihan seperti ini,” ujar Hani. Dia berusaha untuk menyampingkan rasa tidak sukanya pada Rasya.“Tidak masalah, Ma. Aku juga mengerti kondisinya. Bayiku aku tinggalkan bersama mama di rumah,” jawab Adinda.“Bagaimana keadaan Mas Ardiaz?” tanya Adinda langsung pada intinya.Adinda sudah mendengar semuanya dari penuturan Rasya. Tapi dia ingin mendengar jawaban langsung dari kedua mertua
“Apa kamu sama sekali tidak tahu tentang perkembangan kondisi Ardiaz?” tanya Rasya langsung disambut gelengan cepat oleh Adinda.“Maksudnya setiap hari saya memang mendapat kabar tentang Mas Ardiaz dari keluarga mertua saya. Tapi sejujurnya saya merasa ada yang aneh dan sedang mereka sembunyikan dari saya,” kata Adinda.Rasya tampak menghela napas sejenak. Dia sudah menebak jika pihak keluarga tidak memberitahu Adinda dengan jujur. Dia bisa maklum karena mungkin kondisi Adinda masih dalam proses pemulihan pasca melahirkan.“Jadi kamu tidak tahu kalau Ardiaz akan dipindahkan ke rumah sakit di luar negeri?”“Apa?” ujar Adinda jelas merasa syok. Dia tidak pernah mendengar apa pun tentang hal itu.Rasya mengerti kebingungan di wajah Adinda. Dia pun menjelaskan seperti informasi yang dia dapat dari orang suruhannya. Ardiaz sudah dioperasi berkali-kali namun belum juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dokter di rumah sakit itu sudah angkat tangan dan memberi rujukan agar Ardiaz dip
“Mas Rasya pasti hanya bercanda. Semua itu tidak mungkin benar,” elak Adinda.“Saya serius, Adinda. Saya adalah ayah kandung dari bayi ini,” tegas Rasya. Dia sudah tahu bahwa Adinda tidak akan percaya begitu saja dengan perkataannya.“Tidak, Mas. Mohon maaf jika kesannya ini terlalu vulgar. Tapi saya tidak pernah tidur dengan Mas Rasya jadi bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi. Mengenai anak ini, mungkin Mas Rasya tahu dari Alvia kalau dia bukanlah anak kandung saya dengan Mas Ardiaz. Tapi saya tahu betul siapa laki-laki yang sudah menjebak dan menodai saya pada malam itu,” ucap Adinda dengan nada bergetar pada ujung kalimatnya. Hatinya masih terasa nyeri setiap kali mengingat malam naas yang dia alami.“Hotel Gardenia kamar nomor 304.”“Apa? Kenapa Mas Rasya bisa tahu tempat itu?” ujar Adinda dengan perasaan yang semakin melesak tak karuan.“Karena saya adalah pelakunya, Adinda. Saya yang sudah merenggut kesucianmu malam itu,” jawab Rasya mengakui segala rahasia dan beban yang se
Doa-doa keluarga dan orang tercinta seolah tak bekerja. Hari demi hari kondisi Ardiaz semakin memburuk dan menunjukkan penurunan. Orang tuanya khawatir berkepanjangan. Kondisi genting itu menyebabkan mereka tidak terlalu peduli pada Adinda dan bayinya yang baru saja dilahirkan.Perasaan Adinda pun tak jauh berbeda. Dia dan bayinya sudah dipulangkan dari rumah sakit. Tapi setiap hari pikirannya hanya tertuju pada Ardiaz. Dia sedikit mengalami kesulitan menghadapi peran sebagai ibu baru tanpa adanya sang suami di sisinya.Adinda sangat butuh dukungan. Hal itu membuatnya semakin merindukan Ardiaz. Untung saja Adinda pulang ke rumah orang tuanya sehingga ada ayah ibu yang membantunya bergantian mengurus si kecil. Bahkan anak itu belum juga diberi nama karena Adinda tetap teguh masih ingin menunggu Ardiaz.Adinda belum diizinkan pergi jauh untuk menjenguk Ardiaz secara langsung. Dia masih dalam proses pemulihan setelah melahirkan. Apalagi bayinya juga tidak bisa ditinggalkan dalam waktu ya
Adinda hanya saling pandangan Salma. Mereka cukup terkejut dengan permintaan Rasya yang ingin mengadzani anak pertama Adinda. Hening untuk beberapa saat. Tapi Salma langsung mengkondisikan situasi agar tidak terlalu canggung lebih lama.“Silahkan saja, Nak Rasya. Lagi pula di sini tidak ada laki-laki lain yang bisa mengadzani si kecil,” ujar Salma memperbolehkan. Rasya tampak tersenyum senang. Dia melakukan peran pertamanya sebagai ayah kandung si bayi walau dua perempuan di hadapannya sama sekali tidak mengetahui.Adinda turut mendengarkan lantunan adzan dari Rasya. Meski bacaannya juga tak semerdu dan sebagus Ardiaz. Hati Adinda kembali terasa pilu mengingat kondisi suaminya. Dia benar-benar melahirkan tanpa didampingi oleh Ardiaz.Hati Adinda sedih karena bukan Ardiaz yang pertama kali menggendong dan mengadzani anak mereka. Tapi semua itu justru dilakukan oleh orang lain yang menurut Adinda tidak memiliki hubungan apa-apa. Sebenarnya Adinda merasa keberatan dengan izin yang diberi
Sudah tiga hari Adinda berada di rumah orang tuanya. Hampir setiap lima kali sehari dia menghubungi mertuanya untuk bertanya perkembangan kondisi Ardiaz. Dia terlalu fokus memikirkan kondisi suaminya hingga melupakan keadaannya sendiri yang sudah mendekati waktu persalinan.Hari itu rencananya orang tua Adinda akan pergi menjenguk Ardiaz sebab mereka memang belum berkunjung sama sekali. Lokasi rumah sakit yang masih termasuk daerah luar kota menyulitkan mereka untuk pulang pergi. Sebenarnya Adinda ingin ikut, tapi sejak pagi badannya terasa kurang sehat. Akhirnya dia pasrah tetap di rumah.Hanya Ahyan yang akan pergi ke sana. Sementara Salma akan tetap di rumah menemani putrinya. Mereka tidak bisa meninggalkan Adinda sendirian. Salma hanya menitipkan salam dan permohonan maafnya untuk keluarga besan.Sejak habis subuh Adinda merasa sakit pinggang. Salma yang tahu keadaan itu menduga sebagai tanda-tanda kelahiran yang semakin dekat. Dia pun sibuk memasak dan memaksa putrinya untuk mak
Setelah dari rumah sakit, Adinda terlebih dahulu pergi ke rumah yang dia tempati dengan Ardiaz. Dia mengambil barang-barangnya di sana untuk dibawa pindah sementara ke rumah orang tuanya. Anifa juga menemani dan membantunya berkemas. Sedangkan Rumini tampak kebingungan karena tidak tahu apa-apa.“Mas Ardiaz mengalami kecelakaan dan sekarang dia koma di rumah sakit,” tutur Adinda memberitahu. Terdengar Rumini mengucap istighfar dan ikut bersedih atas musibah yang menimpa majikannya.“Sementara waktu saya akan pulang ke rumah orang tua saya mengingat saya bisa melahirkan sewaktu-waktu. Bibi tolong tetap di sini dan jaga rumah ya,” pinta Adinda.“Lalu bagaimana dengan Mas Ardiaz, Non?” tanya Rumini.“Kondisi Mas Ardiaz tidak memungkinkan untuk dipindahkan ke rumah sakit terdekat. Jadi Papa Hairi dan Mama Hani yang menjaganya di sana,” jelas Adinda.“Ya Allah…semoga Mas Ardiaz segera diberikan kesembuhan,” ucap Rumini mendoakan. Adinda dan Anifa mengamini dengan kompak.Setelah selesai me
“Ini tidak seperti yang mama pikirkan. Dia adalah Mas Rasya dan dia yang membantu mengantarku ke mari. Dia juga yang sudah menguruskan administrasi rumah sakit untuk Mas Ardiaz,” jelas Adinda tanpa diminta. Dia tidak ingin keluarga mertuanya salah paham mengenai kedekatannya dengan Rasya.“Mohon maaf, Tante. Apa yang dikatakan Adinda itu benar. Tadi saya hanya membantu,” timpal Rasya mengafirmasi. Namun tatapan Hani tetap tak bersahabat padanya.“Sudah, Ma. Harusnya kita berterima kasih pada Nak Rasya karena sudah membantu anak kita,” kata Hairi, ayah mertua Adinda.“Iya, Ma. Lagi pula Mbak Adin itu perempuan baik-baik. pikiran mama saja yang terlalu negatif. Sekarang yang terpenting adalah kondisi Mas Diaz,” imbuh Anifa yang juga ikut ke sana. Dia menyadarkan kembali tujuan kedatangan mereka ke rumah sakit. Setelah mendengarkan hal itu, Hani pun tidak lagi menaruh curiga pada menantu dan laki-laki yang menemaninya.“Bagaimana keadaan Ardiaz?” tanya Hani mengalihkan topik pembicaraan.
Adinda begitu terkejut saat mendapat kabar tentang kecelakaan yang menimpa suaminya. Seketika tubuhnya terasa lemas tak berdaya. Dia pasti sudah terjatuh jika tidak ada Rasya yang langsung menopang tubuhnya.“Mbak Adinda kenapa?” tanya Rasya ikut panik. Saat itu Adinda juga tak menjawab apa-apa.“Kalau Mbak Adinda merasa tidak nyaman atau ada yang sakit biar saya antar ke ruang dokter. Kita periksa lagi ya?” tawar Rasya kebingungan sendiri. Adinda hanya diam dengan mata berkaca-kaca.“Suami saya mengalami kecelakaan,” tutur Adinda lemah.Rasya ikut terkejut mendengar kabar buruk itu. Sekarang dia mengerti apa yang membuat Adinda merasa bersedih seketika. Namun dia juga tidak pandai cara menghibur dalam situasi seperti itu.Perlahan Adinda menegakkan tubuhnya kembali. Rasya yang cukup sadar diri juga langsung menarik pegangan tangannya yang tadinya merengkuh Adinda. Kepanikan dan rasa takut masih tergambar jelas di wajah perempuan itu.“Apa yang akan Mbak Adinda lakukan sekarang?” tany