“Apa benar Rasya selingkuh?” tanya Regan memastikan.“Ya aku juga tidak tahu pastinya seperti apa. Aku hanya melihat Kak Rasya bersama seorang perempuan yang sedang hamil dan dia terlihat sangat perhatian. Itu saja,” jawab Susan sembari mengedikkan bahu.Regan tampak berpikir keras mendapat penuturan dari adiknya. Dia ikut memikirkan kemungkinan jika benar Rasya telah berselingkuh. Dia merasa kasihan pada Alvia jika hal itu benar terjadi.“Tunggu dulu. Bukankah bagus jika memang Rasya benar-benar berselingkuh? Aku bisa menggunakannya untuk menghancurkan hubungan Rasya dengan Alvia. Aku tahu Alvia mungkin akan sakit hati mendengarnya. Tapi bukankah memang itu yang aku inginkan? Aku harus memberitahu Alvia tentang kejadian ini,” ungkap batin Regan.Laki-laki itu tersenyum miring memikirkan rencana yang akan dia lakukan. Dia tidak sabar untuk segera mengeksekusinya. Sebenarnya Regan memang tidak suka pada hubungan Rasya dan Alvia.Bukan karena posisinya sebagai yang lebih tua telah didah
“Adinda pernah bercerita padaku bahwa sebelum menikah dia pernah menjadi korban pelecehan dan sekarang dia hamil. Bayi yang ada dalam kandungannya itu bukan anak dari suaminya melainkan anak dari laki-laki itu,” tutur Alvia jelas mengejutkan Rasya.Laki-laki itu hanya terpaku tanpa suara. Sejak tadi dia begitu bingung memikirkan cara untuk mencari tahu identitas bayi dalam kandungan Adinda. Tapi ternyata dengan mudahnya dia mendapatkan fakta itu dari Alvia.“Apakah Tuhan menjawab doaku tadi lewat pernyataan Alvia? Apakah ini tandanya aku telah diberi kesempatan untuk bertanggung jawab pada Adinda dan anak itu?” batin Rasya gusar. Kenyataan yang baru ia dengar terasa menampar.“Sya, apa kamu masih di sana?” tegur Alvia menyadarkan Rasya.“Oh iya, Al. Aku masih mendengarkanmu. Hanya saja aku sedikit terkejut. Aku tidak menyangka temanmu akan bernasib seperti itu,” balas Rasya berusaha menetralkan nada bicaranya. Dia pura-pura bersimpati atas cerita Alvia tentang Adinda.“Iya aku juga me
“Kalau sampai itu terjadi, pasti Mbak Alvia akan sangat kecewa pada anda,” kata Andre memberi pendapat.“Itulah yang aku takutkan. Aku tidak ingin menyakiti Alvia yang sudah begitu baik selama ini,” balas Rasya membenarkan.“Ini bukan hanya tentang kebaikan Mbak Alvia. Tapi ini tentang perasaan cinta. Sejak awal anda mencintai Mbak Alvia. Kalian juga sudah bertunangan selama dua tahun. Apa kali ini anda akan menikahi perempuan lain hanya demi bertanggung jawab untuk kesalahan satu malam?”Pertanyaan Andre membuat Rasya terdiam. Dia kembali menelisik pada kedalaman hatinya. Tentang perasaan cinta yang tertuju pada siapa.Rasya memang mencintai Alvia. Tapi Rasya kemudian berpikir masa depan tidak selalu berhubungan dengan cinta. Ada kalanya takdir tidak peduli pada siapa yang dicintai. Skenario Tuhan membuatnya terikat dengan Adinda walau yang dia cintai adalah Alvia.“Saya tahu perasaan anda pada Mbak Adinda hanyalah rasa kasihan karena dia menjadi korban. Apakah anda akan bertanggung
Rasya mulai memikirkan usulan Andre untuk memberikan perhatian pada Adinda secara diam-diam. Oleh karena itu, belakangan ini dia selalu menjadi penguntit dalam setiap kegiatan Adinda. Dia ingin memastikan Adinda dan kandungannya baik-baik saja. Terkadang dia pergi sendiri dan terkadang pula menyuruh orang lain untuk mengamati dari jauh dan memberikan laporan kepadanya.Seperti pada suatu hari, Rasya diam-diam mengikuti Adinda saat melakukan pemeriksaan kandungan. Dia melakukan penyamaran agar tidak dicurigai oleh orang lain. Dia menunggu di depan ruangan selama Adinda melakukan pemeriksaan. Setelah Adinda keluar, barulah dia menemui dokter.“Permisi, Dok. Apakah anda adalah dokter kandungan yang menangani Adinda?” tanya Rasya.“Iya benar. Saya Dokter Sellia, dokter kandungannya Mbak Adinda. Baru saja Mbak Adinda selesai melakukan pemeriksaan. Ada apa ya? Apa ada sesuatu yang tertinggal?”“Oh, tidak. Saya hanya ingin bertanya beberapa hal mengenai kandungan Adinda. Apakah boleh, Dok?”
Rumini panik karena Adinda tak sadarkan diri. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Ardiaz. Ardiaz yang terkejut mendengar kabar tentang istrinya langsung bergegas pulang dari restoran.Sesampainya di rumah, Ardiaz mendapati Adinda sudah dibaringkan di kamar mereka. Rumini menuturkan bahwa dia meminta bantuan tetangga untuk memindahkan Adinda.“Apa yang terjadi sebenarnya, Bi? Kenapa Adinda sampai pingsan seperti ini?” tanya Ardiaz tampak cemas.“Bibi juga tidak tahu, Mas. Tadi sewaktu saya menyerahkan paket, Non Adin masih baik-baik saja,” jawab Rumini.“Paket? Paket apa?” tanya Ardiaz.“Iya tadi ada kurir yang mengantar paket untuk Non Adin. Setelah saya menyerahkan paket itu, saya tidak tahu lagi apa yang terjadi. Ketika saya masuk lagi ke dalam rumah, saya sudah menemukan Non Adin dalam keadaan pingsan,” jelas Rumini.Sesungguhnya Ardiaz belum begitu paham dengan paket yang dimaksud oleh Rumini. Dia hanya berpikir itu paket biasa dan
Ardiaz berusaha menenangkan Adinda tentang paket misterius itu. Dia tidak ingin kesehatan istrinya sampai terganggu. Ardiaz terus meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Tidak perlu risau. Pikirkan tentang kesehatanmu dan bayi ini saja. Sekalipun suatu saat nanti laki-laki itu datang dan berulah, apa menurutmu aku akan membiarkannya begitu saja? Aku akan melindungi keluarga kita, Din” kata Ardiaz menghibur.Ardiaz pun membawa Adinda ke dalam pelukannya. Tangannya terulur mengelus punggung sang istri untuk mengurangi kecemasan. Ardiaz tahu pikiran Adinda cukup terbebani dengan paket yang dia terima.“Lalu harus aku apakan hadiah itu?” tanya Adinda bingung.“Tidak apa-apa diterima saja. Itu adalah pemberian seorang ayah pada putrinya. Hadiah itu bukan hak kita melainkan hak anak ini. Lagi pula mubadzir kalau tidak dimanfaatkan,” jawab Ardiaz dengan bijak. Adinda hanya mengangguk sepaham.Sejujurnya Ardiaz merasa tidak enak hati harus meninggalkan Adinda dalam keadaan seperti itu
Adinda begitu terkejut saat mendapat kabar tentang kecelakaan yang menimpa suaminya. Seketika tubuhnya terasa lemas tak berdaya. Dia pasti sudah terjatuh jika tidak ada Rasya yang langsung menopang tubuhnya.“Mbak Adinda kenapa?” tanya Rasya ikut panik. Saat itu Adinda juga tak menjawab apa-apa.“Kalau Mbak Adinda merasa tidak nyaman atau ada yang sakit biar saya antar ke ruang dokter. Kita periksa lagi ya?” tawar Rasya kebingungan sendiri. Adinda hanya diam dengan mata berkaca-kaca.“Suami saya mengalami kecelakaan,” tutur Adinda lemah.Rasya ikut terkejut mendengar kabar buruk itu. Sekarang dia mengerti apa yang membuat Adinda merasa bersedih seketika. Namun dia juga tidak pandai cara menghibur dalam situasi seperti itu.Perlahan Adinda menegakkan tubuhnya kembali. Rasya yang cukup sadar diri juga langsung menarik pegangan tangannya yang tadinya merengkuh Adinda. Kepanikan dan rasa takut masih tergambar jelas di wajah perempuan itu.“Apa yang akan Mbak Adinda lakukan sekarang?” tany
“Ini tidak seperti yang mama pikirkan. Dia adalah Mas Rasya dan dia yang membantu mengantarku ke mari. Dia juga yang sudah menguruskan administrasi rumah sakit untuk Mas Ardiaz,” jelas Adinda tanpa diminta. Dia tidak ingin keluarga mertuanya salah paham mengenai kedekatannya dengan Rasya.“Mohon maaf, Tante. Apa yang dikatakan Adinda itu benar. Tadi saya hanya membantu,” timpal Rasya mengafirmasi. Namun tatapan Hani tetap tak bersahabat padanya.“Sudah, Ma. Harusnya kita berterima kasih pada Nak Rasya karena sudah membantu anak kita,” kata Hairi, ayah mertua Adinda.“Iya, Ma. Lagi pula Mbak Adin itu perempuan baik-baik. pikiran mama saja yang terlalu negatif. Sekarang yang terpenting adalah kondisi Mas Diaz,” imbuh Anifa yang juga ikut ke sana. Dia menyadarkan kembali tujuan kedatangan mereka ke rumah sakit. Setelah mendengarkan hal itu, Hani pun tidak lagi menaruh curiga pada menantu dan laki-laki yang menemaninya.“Bagaimana keadaan Ardiaz?” tanya Hani mengalihkan topik pembicaraan.