Siang itu Jonathan menunjukkan semua ruangan di apartemennya. Ada kamar tidur tamu dan ruang khusus berisi alat gym pribadi milik Jonathan. Ia juga memperlihatkan peralatan dapur yang dibeli khusus oleh Emily karena ia suka memasak. Peralatan memasak itu persis seperti impiannya dulu. Saat masih awal menikah dengan Oliver ia bercita-cita membeli peralatan memasak bermerk dan berkualitas, tapi tak pernah kesampaian karena keuangan yang tidak mencukupi.Jonathan menuruti kemauan Emily yang bersikeras pergi ke tempat kerjanya. Alfredo, sang pemilik restoran menyambut Emily dengan hangat.“Apa kabar Emily?”Pria itu menjabat tangan Emily dan Jonathan. “Lama tidak bertemu. Kamu ingin membuat reservasi di restoranku?”Emily tampak gugup. “Aku hanya ingin…”“Benar, kami ingin memesan tempat untuk makan siang.”Jonathan memotong ucapan Emily. “Tentu saja. Selalu ada tempat untuk Emily, silahkan.”Alfredo mempersilahkan keduanya memasuki area makan dan meminta secara khusus kepada anak buahnya
Jonathan menepati janjinya. Ia memperbolehkan Emily menemui Oliver siang itu. Jonathan menelepon Oliver untuk membuat janji temu untuk Emily. Oliver meminta Emily menemuinya di Unity Corp.Emily akhirnya bisa mengerti dengan sandiwara Oliver beberapa hari yang lalu. Oliver bukan lagi sales mobil tapi presdir Unity Corp saat ini. “Silahkan duduk, Emily.”Oliver mempersilahkan Emily duduk di sofa melingkar di sudut kantornya yang luas dengan nuansa kayu. Emily duduk dengan kaku. Mengamati Oliver yang tampak salah tingkah. Pria itu terasa asing baginya saat ini. Pakaiannya, rambutnya. Harusnya Emily menyadari itu saat Oliver menjemputnya di rumah sakit, saat pria itu bersandiwara di apartemen. Tapi ia dibutakan cinta. Ia masih mengira Oliver adalah pria yang mencintainya seperti saat awal menikah. Tapi saat mengetahui kebenaran yang terjadi beberapa hari ini, ia menjadi ragu akan hal itu. “Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Oliver,”ucap Emily memulai pembicaraan. “Tolong jujur padaku
Esoknya Emily mengunjungi makam Robert Patterson. Meluapkan semua kesedihan dengan air mata. Ia berbicara seakan ayahnya bisa mendengarnya. Emily menceritakan tentang kecelakaan yang membuatnya hilang ingatan. Ia juga bercerita tentang perceraiannya dengan Oliver. Tentang suami barunya yang tampan dan baik hati. Terakhir ia mengucapkan kata beribu maaf dan doa terbaik untuk ayahnya. Setelah sejam bersimpuh di makam Robert, ia menuju rumah sang ibu. Wanita itu menyambutnya dengan hangat. “Tidak perlu lagi menyembunyikan kenyataan, Ibu. Aku tahu ayah sudah meninggal. Jonathan yang memberitahuku." Emily memeluk erat ibunya. Aldera memahami keputusan Jonathan. Selama tidak membahayakan kondisi putrinya, ia akan mendukung Jonathan. “Maafkan aku harus berbohong." “Tak apa, Bu. Kau melakukannya demi aku."Emily menangis pada akhirnya. "Apakah ayah meninggal karena aku? Karena kecewa padaku? " Aldera mengurai pelukan. “Tentu saja tidak, "ucap Aldera keras. "Bagaimana mungkin kau ber
Siang itu Mateo membawa berita tentang pelaku kecelakaan mobil. “Salah satu dari 4 orang akhirnya mengaku dibayar oleh seseorang untuk mencelakai kami, tapi target utama adalah istri anda, Sir. “ Jonathan berdiri seraya memukul meja. “Siapa, Mateo? “tanyanya penuh amarah. Rahangnya mengeras karena emosi. “Dia bilang namanya Anna. “ Jonathan memejamkan mata menahan murka. Wanita iblis! Bagaimana mungkin seorang wanita bisa mempunyai pikiran sejahat itu? “Kita selesaikan secara hukum, Sir. Saya yakin kita bisa memaksa pria itu untuk mengaku, “saran Mateo. “Jika kita melakukan kekerasan pada wanita bernama Anna tanpa saksi atau bukti, kita salah secara hukum, Sir. “ Jonathan memandang Mateo. Ia memang butuh sosok yang berfikir dengan kepala dingin saat ini. Mateo benar. Jika melukai Anna, itu akan memperkeruh masalah. “Kamu benar, Mateo. Aku akan berunding dengan pria itu. Sore ini aku akan menemui nya. “ “Yes, Sir. “Mateo mengangguk dan memberi hormat sebelum meningg
Tanner Smith's pub, New York. Pukul 8 malam. Shawn duduk di meja bar, ia memegang gelas berisi whiskey. Pandangan matanya beralih pada sosok pria yang baru tiba dan duduk di sebelah nya. “Aku Jacob, kata Chris kau ingin bertemu denganku. “ Tanpa basa-basi Jacob bertanya, tanpa melihat pria di sampingnya, Jacob memberi isyarat pada bartender untuk mendekat. “Aku pesan vodka, “ucapnya pada bartender. “Kau saudara dari Jonathan? “ Tanpa basa-basi pula, Shawn bertanya. Sebenarnya ia tidak suka Jacob sejak pertama melihatnya. Dia mengenal Jacob melalui Chris, teman kuliah sekaligus teman komunitasnya sampai sekarang, ia tak menampik jika Chris juga memiliki komunitas pencandu narkoba, termasuk juga Jacob. “Ada apa memangnya? “Jacob balik bertanya. “Saudara mu sudah kurang ajar berani membuat laporan ke kepolisian tentang adikku. “ Jacob tertawa pendek. “Oh masalah itu. “Saat ini Jacob menatap Shawn dengan penuh selidik. “Adikmu kenapa sampai Jonathan ribut dengannya ? “
Sabtu pekan ini Jonathan sibuk meninjau resort di Oak beach yang dalam tahap akhir. Kai menemaninya pagi itu. Jonathan membawa serta tim konsultan untuk persiapan operasional yang disewanya selama 2 bulan mendatang. Tim konsultan akan merekrut pekerja untuk ditempatkan di bagian front office, housekeeping, food and beverage. Untuk manajemen perhotelan secara profesional, Jonathan merekrut Lucas sebagai manajer resort, pria tampan keturunan Afrika Amerika, memiliki kulit coklat dengan mata hitam dan berperawakan tinggi tegap. “Kuharap resort bisa segera beroperasional dalam 2 minggu ke depan.”Jonathan memeriksa persiapan di setiap sudut kamar. Lucas berdiri mendampingi, sebelumnya ia telah memerintahkan beberapa pegawai lepas harian untuk merapikan semua kamar sesuai standar hotel, hal yang telah dikuasainya selama 10 tahun bekerja sebagai manajer di beberapa hotel bintang 4 di New York. “Akan kami upayakan, Sir. ““Jonathan saja, Lucas. Kurasa kita seumuran, “ucap Jonathan sembari m
“Aku ingin bercerai,”suara Oliver memecah heningnya malam saat Emily bersiap tidur. Emily tertegun. Merasa ada yang salah dengan pendengarannya barusan. “Kau bilang apa?”“Aku ingin bercerai, Em,”tegas Oliver. Kali ini suaranya tak lagi terbata.Emily bangkit dan berjalan di sisi lain tempat tidur, mendekati Oliver yang duduk di tepi ranjang.“Apa maksudmu?”Oliver mendongak, menatap Emily dengan perasaan bercampur aduk. “Ibu memintaku bercerai. Dan aku mendukung keputusannya.”“Kita yang menikah, kenapa ibumu juga ikut campur?”Emily menahan suaranya yang hampir berteriak.“Orang tuaku ingin mempunyai keturunan, dan kamu tidak bisa memberikannya.”“Aku?”tanya Emily tak percaya dengan kalimat yang diucapkan Oliver barusan. “Koreksi kalimatmu, Oliver. Yang benar adalah kita tidak bisa memberikan keturunan.”Emily memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Tidak sekali ini ia mendengar Nyonya Edith, ibu Oli
Dua bulan telah berlalu. Emily mengira jika waktu akan menyembuhkan rasa sedihnya. Tapi itu hanya teori belaka. Ia semakin terpuruk. Ia tidak konsentrasi bekerja. Sering melamun dan menangis tanpa sebab. Beberapa kali ia melakukan kesalahan hingga dengan berat hati dan merasa tahu diri, Emily memilih berhenti bekerja. Dengan tabungan tersisa beberapa dolar ia hanya bisa bertahan sebulan saja. Akhirnya ia memilih pulang. “Sayang, apa yang terjadi?”Nyonya Aldera, ibu Emily terkejut menerima kedatangan Emily malam itu. Wanita tua itu memeluk putri sulungnya dan tanpa kata Emily kembali menangis. “Ayo, masuklah.” Aldera paham akan situasi Emily dan menahan diri untuk tidak bertanya sampai Emily kembali tenang. Robert Patterson, ayah Emily, yang masuk dari arah belakang rumah tampak khawatir melihat Emily yang kini duduk di kursi dapur. “Sayang, ada apa?Apa kamu baik-baik saja?” Aldera memberi isyarat pada suaminya untuk berhenti bicara. Emily memeluk ayahnya sesaat. “Maafkan aku,”u
Sabtu pekan ini Jonathan sibuk meninjau resort di Oak beach yang dalam tahap akhir. Kai menemaninya pagi itu. Jonathan membawa serta tim konsultan untuk persiapan operasional yang disewanya selama 2 bulan mendatang. Tim konsultan akan merekrut pekerja untuk ditempatkan di bagian front office, housekeeping, food and beverage. Untuk manajemen perhotelan secara profesional, Jonathan merekrut Lucas sebagai manajer resort, pria tampan keturunan Afrika Amerika, memiliki kulit coklat dengan mata hitam dan berperawakan tinggi tegap. “Kuharap resort bisa segera beroperasional dalam 2 minggu ke depan.”Jonathan memeriksa persiapan di setiap sudut kamar. Lucas berdiri mendampingi, sebelumnya ia telah memerintahkan beberapa pegawai lepas harian untuk merapikan semua kamar sesuai standar hotel, hal yang telah dikuasainya selama 10 tahun bekerja sebagai manajer di beberapa hotel bintang 4 di New York. “Akan kami upayakan, Sir. ““Jonathan saja, Lucas. Kurasa kita seumuran, “ucap Jonathan sembari m
Tanner Smith's pub, New York. Pukul 8 malam. Shawn duduk di meja bar, ia memegang gelas berisi whiskey. Pandangan matanya beralih pada sosok pria yang baru tiba dan duduk di sebelah nya. “Aku Jacob, kata Chris kau ingin bertemu denganku. “ Tanpa basa-basi Jacob bertanya, tanpa melihat pria di sampingnya, Jacob memberi isyarat pada bartender untuk mendekat. “Aku pesan vodka, “ucapnya pada bartender. “Kau saudara dari Jonathan? “ Tanpa basa-basi pula, Shawn bertanya. Sebenarnya ia tidak suka Jacob sejak pertama melihatnya. Dia mengenal Jacob melalui Chris, teman kuliah sekaligus teman komunitasnya sampai sekarang, ia tak menampik jika Chris juga memiliki komunitas pencandu narkoba, termasuk juga Jacob. “Ada apa memangnya? “Jacob balik bertanya. “Saudara mu sudah kurang ajar berani membuat laporan ke kepolisian tentang adikku. “ Jacob tertawa pendek. “Oh masalah itu. “Saat ini Jacob menatap Shawn dengan penuh selidik. “Adikmu kenapa sampai Jonathan ribut dengannya ? “
Siang itu Mateo membawa berita tentang pelaku kecelakaan mobil. “Salah satu dari 4 orang akhirnya mengaku dibayar oleh seseorang untuk mencelakai kami, tapi target utama adalah istri anda, Sir. “ Jonathan berdiri seraya memukul meja. “Siapa, Mateo? “tanyanya penuh amarah. Rahangnya mengeras karena emosi. “Dia bilang namanya Anna. “ Jonathan memejamkan mata menahan murka. Wanita iblis! Bagaimana mungkin seorang wanita bisa mempunyai pikiran sejahat itu? “Kita selesaikan secara hukum, Sir. Saya yakin kita bisa memaksa pria itu untuk mengaku, “saran Mateo. “Jika kita melakukan kekerasan pada wanita bernama Anna tanpa saksi atau bukti, kita salah secara hukum, Sir. “ Jonathan memandang Mateo. Ia memang butuh sosok yang berfikir dengan kepala dingin saat ini. Mateo benar. Jika melukai Anna, itu akan memperkeruh masalah. “Kamu benar, Mateo. Aku akan berunding dengan pria itu. Sore ini aku akan menemui nya. “ “Yes, Sir. “Mateo mengangguk dan memberi hormat sebelum meningg
Esoknya Emily mengunjungi makam Robert Patterson. Meluapkan semua kesedihan dengan air mata. Ia berbicara seakan ayahnya bisa mendengarnya. Emily menceritakan tentang kecelakaan yang membuatnya hilang ingatan. Ia juga bercerita tentang perceraiannya dengan Oliver. Tentang suami barunya yang tampan dan baik hati. Terakhir ia mengucapkan kata beribu maaf dan doa terbaik untuk ayahnya. Setelah sejam bersimpuh di makam Robert, ia menuju rumah sang ibu. Wanita itu menyambutnya dengan hangat. “Tidak perlu lagi menyembunyikan kenyataan, Ibu. Aku tahu ayah sudah meninggal. Jonathan yang memberitahuku." Emily memeluk erat ibunya. Aldera memahami keputusan Jonathan. Selama tidak membahayakan kondisi putrinya, ia akan mendukung Jonathan. “Maafkan aku harus berbohong." “Tak apa, Bu. Kau melakukannya demi aku."Emily menangis pada akhirnya. "Apakah ayah meninggal karena aku? Karena kecewa padaku? " Aldera mengurai pelukan. “Tentu saja tidak, "ucap Aldera keras. "Bagaimana mungkin kau ber
Jonathan menepati janjinya. Ia memperbolehkan Emily menemui Oliver siang itu. Jonathan menelepon Oliver untuk membuat janji temu untuk Emily. Oliver meminta Emily menemuinya di Unity Corp.Emily akhirnya bisa mengerti dengan sandiwara Oliver beberapa hari yang lalu. Oliver bukan lagi sales mobil tapi presdir Unity Corp saat ini. “Silahkan duduk, Emily.”Oliver mempersilahkan Emily duduk di sofa melingkar di sudut kantornya yang luas dengan nuansa kayu. Emily duduk dengan kaku. Mengamati Oliver yang tampak salah tingkah. Pria itu terasa asing baginya saat ini. Pakaiannya, rambutnya. Harusnya Emily menyadari itu saat Oliver menjemputnya di rumah sakit, saat pria itu bersandiwara di apartemen. Tapi ia dibutakan cinta. Ia masih mengira Oliver adalah pria yang mencintainya seperti saat awal menikah. Tapi saat mengetahui kebenaran yang terjadi beberapa hari ini, ia menjadi ragu akan hal itu. “Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Oliver,”ucap Emily memulai pembicaraan. “Tolong jujur padaku
Siang itu Jonathan menunjukkan semua ruangan di apartemennya. Ada kamar tidur tamu dan ruang khusus berisi alat gym pribadi milik Jonathan. Ia juga memperlihatkan peralatan dapur yang dibeli khusus oleh Emily karena ia suka memasak. Peralatan memasak itu persis seperti impiannya dulu. Saat masih awal menikah dengan Oliver ia bercita-cita membeli peralatan memasak bermerk dan berkualitas, tapi tak pernah kesampaian karena keuangan yang tidak mencukupi.Jonathan menuruti kemauan Emily yang bersikeras pergi ke tempat kerjanya. Alfredo, sang pemilik restoran menyambut Emily dengan hangat.“Apa kabar Emily?”Pria itu menjabat tangan Emily dan Jonathan. “Lama tidak bertemu. Kamu ingin membuat reservasi di restoranku?”Emily tampak gugup. “Aku hanya ingin…”“Benar, kami ingin memesan tempat untuk makan siang.”Jonathan memotong ucapan Emily. “Tentu saja. Selalu ada tempat untuk Emily, silahkan.”Alfredo mempersilahkan keduanya memasuki area makan dan meminta secara khusus kepada anak buahnya
Dengan sedikit menyeret Emily, Jonathan menuju lift khusus yang membawa keduanya menuju apartemen. Sesampai di dalam apartemen, ia mengunci pintu apartemen dan duduk di sofa panjang di tengah ruangan, mengamati Emily yang berdiri kaku di samping pintu masuk. “Ini rumahmu,”ucap Jonathan . Emily menggeleng. “Aku tidak kenal tempat ini,’bisiknya sendu. “Aku juga tidak mengenalmu, tuan.” “Namaku Jonathan.” “Baiklah Mr Jonathan, biarkan aku pergi. Aku wanita bersuami.” “Aku suamimu.” Emily kembali menggeleng cepat. “Suamiku Oliver, tuan.”Saat menyebut nama Oliver, ia tiba-tiba merasa marah dan sakit hati. Kenapa Oliver diam saja saat pria itu membawanya pergi?Dan dengan pasrah Oliver malah menyebut jika pria ini mengatakan yang sebenarnya. Apakah Oliver menjual dirinya kepada lelaki di depannya karena masalah uang? Apa Oliver menjualnya karena kehidupan ekonomi mereka yang pas-pasan? Berbagai pikiran buruk hinggap di kepala Emily. Jonathan menghela nafas panjang. “Terserah,”u
Konsentrasi Jonathan tidak sepenuhnya tertuju pada tumpukan dokumen kerja di atas meja. Ia lebih sering menatap ponsel melihat CCTV apartemen yang ditempati Emily. Tidak tampak Oliver. Hanya sosok Emily yang terlihat sibuk merapikan pakaian dan membersihkan apartemen. Jonathan mengawasi layar ponselnya hingga terdengar suara dari telepon di atas meja. “Ya, Ernetta.” “Ada tuan Mateo mencari anda, Sir.” “Suruh dia masuk.” Tak lama terdengar ketukan pintu disusul sosok Mateo memasuki ruang kerja Jonathan. Ia mengangguk memberi hormat sebelum duduk di kursi seberang meja. “Ada perkembangan apa Mateo?”tanya Jonathan. Ia memerintahkan Mateo untuk mencari pelaku yang menyebabkan kecelakaan mobil beberapa hari lalu. Ia menyewa tim khusus yang dipimpin Mateo untuk menyelidiki kasus ini. “Kami telah berhasil menemukan salah satu mobil pelaku. Mereka juga orang bayaran, Sir.”Mateo menjelaskan singkat. “Kami masih menginterogasi salah satu dari 4 orang yang kami tangkap. Tampaknya 1
“Ibu, kenapa Oliver belum datang?”tanya Emily pada Aldera pagi itu. ALdera diam memikirkan sebuah alasan. “Ia sedang ditugaskan kantornya ke luar kota, Sayang. Ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.” Emily merasa aneh. Istrinya kecelakaan dan Oliver yang biasanya tak peduli dengan pekerjaan tiba-tiba menjadi lebih memilih pekerjaan daripada dirinya? “Aku juga belum bertemu ayah,”ucap Emily. Aldera terhenyak mendengar ucapan Emily. Ia tak mampu bicara. Dokter Richard menyuruh untuk mengkondisikan keadaan seperti saat Emily tengah menjalani pernikahan dengan Oliver dan saat itu Robert masih hidup. Aldera mencoba tersenyum walau hatinya tercabik. “Ayahmu ada di luar negeri dan tak mungkin segera datang. Kau tahu kan harga tiket sangat mahal.” “Luar negeri?” “Pamanmu Albert mengajak ayahmu belajar bisnis di Australia.”Aldera membalikkan tubuh, berpura-pura sibuk merapikan sesuatu. Tak ada pertanyaan lagi. Emily tampaknya percaya. Jonathan dan Aldera mulai mencari aparte