Laras menganga melihat jam di pergelangan tangannya. Wajahnya terlihat khawatir. Langsung berputar wajah Dewi yang marah. Setelah menganggukkan kepala lagi, Laras bergegas menuruni anak tangga, melihat Laras seperti ketakutan Excel mengikutinya. "Pah, aku anter Laras dulu.""Excel selalu ingat pesan papah!!"Lelaki jangkung ini tak mnggubris omongan Nata. Dia menarik lengan Laras. "Ayo gue anter."Sarah menatap Nata, lelaki ini berteriak pada Excel agar selalu mengingat pesannya. Pesan apa? Kenapa sepertinya penting? "Pesan apa Pah? Kenapa terhadap Excel sepertinya special sekali?" telisik Sarah. "Kamu pun selalu papah beri pesan. Pesan papah terhadap kamu dan Excel sama, jaga pergaulan. Jangan melakukan hubungan di luar nikah karna akan merusak nasab."Nata meninggalkan Sarah setelah mengatakan itu. Pesan itu, ya. Sarah selama ini tak pernah menanggapi kata-kata yang sering Nata ucapkan ini. Setiap Sarah ingin having fun, Nata pasti mengingatkan kata-kata ini. Bodohnya Sarah tak
Dari dalam kamarnya Dewi memperhatikan gerak gerik putrinya. "Anak-anak jaman sekarang harus full di perhatikan jangan sampai lengah, kalo Pak Nata tadi nggak telpon udah habis kamu mamih marahi, Neng," gumam Dewi. Keputusannya sudah bulat dia akan menerima lamaran Nata, toh dua anak ini sudah sering pergi berdua, tak ada alasan Dewi menolak apalagi Nata akan menanggung semua kebutuhan Laras dan memberikan kebebasan untuk Laras meriah cita-citanya. Laras memindik masuk ke dalam rumah. Kali ini dia merasa heran tak biasanya pagar dan pintu tak terkunci, seolah menunggu Laras pulang, dan anehnya lagi tak ada suara menggelegar dan sabetan sapu lidi kali ini. Laras mengunci pintu perlahan lalu masuk ke dalam kamarnya."Alhamdulillah." Gadis ini merasa tenang setelah berada di dalam kamar. Sepertinya Dewi Fortuner sedang berpihak padanya. Mungkin Emak ketiduran jadi nggak denger aku pulang, gumam Laras. Gegas gadis ini berganti pakaian dan membersihkan diri.
Excel mendecih. "Tua bangka jadul," gumam Excel. Nata enggan menanggapi ocehan Excel. Entah kenapa putra putrinya seperti ini, dia memiliki sekolah bonafid, semua di beri pendidikan terbaik, tetapi kenapa anak-anak jaman sekarang seolah lalai dengan syariat yang di ajarkan Rosulullah. Nata berfikir pasti ada yang salah bukan hanya dari segi pendidikan, tetapi semua aspek harus di benahi. Dua lelaki beda generasi ini mulai menyantap makanan di piring. Ponsel Nata berdering, Excel melirik pada ponsel ayahnya yang beda di dekatnya, di lihatnya siapa yang menelpon. Benak Excel bertanya ada hubungan apa ayahnya Laras dengan papahnya? Mengapa mereka berbincang di telpon dan terlihat akrab?"Iya. Saya sudah mengurus segalanya, sekarang putra saya mau saya kirim ke singapur untuk belajar lebih banyak dulu, agar siap menjadi suami Nak Laras nantinya."Deg. Suami Laras?"Pah." Excel menunggu Nata selesai berbincang, karna lir
"Lagi ngelamunin apa, Ras?" Alya menatap bola mata Laras yang berembun. "Kenapa lo? kalah taruhan nggak usah nangis begitu, biarpun gue yang menang gue nggak bakal maksa elo buat ngikutin di mana kampus gue masuk, gue nyadar otak lo nggak bakalan nyampe ngikutin otak gue."Laras memutar mutar bola matanya ke sembarang arah. Bibirnya di manyun kan beberapa centi kedepan, membuat ekspresi lucu, seolah tak percaya. "Dari dulu kepedean lo nggak pernah luntur, Al. Di kasih formalin berapa liter sih?" "Kita harus selalu pecaya diri dengan kemampuan kita, Ras." Masih saja Alya bicara dengan percaya diri yang tinggi. "Agar semua yang kita impikan dapat tercapai." Alya memainkan alis naik turun."Tapi, gebet Pak Bagas aja lo gagal." Cibir Laras. "Kata siapa?""Kata gue, semalem gue hadir di acara pertunangan Pak Bagas. Elo kan masih sodaraan sama Excel masa lo nggak tau? Atau jangan-jangan lo cuma nyebar hoax kalo lo sodara sama Excel, biar terkenal aja.""Emang gue masih ada hubungan ke
Bagaskara begitu terkejut dengan ucapan Sarah."Jangan asal bicara Sarah!!" Wajah Bagaskara mengeras. Drama apa lagi ini."Kamu nggak sadar? Saat kamu mengantarku pulang beberapa minggu lalu.""T-tap-tapi itu hanya sekali. Kamu lagi-lagi menjebakku Sarah!!" Bagaskara tak dapat mengendalikan suaranya.Sarah menggelengkan kepala, "Aku tak pernah menjebakmu. Aku melakukan ini karna mencintaimu.""Lihat, Pak. Dia begitu terobsesi padaku."Nata di buat bingung dengan keadaan. Niatannya mengambil hati Bagaskara agar menerima Sarah tetapi keadaan semakin runyam begini."Sarah, tenang sayang, papah akan urus semua. Sumi bawa Sarah ke dalam kamar," perintah Nata pada asisten rumah tangganya.Wanita yang di panggil Sumi dengan cepet menggamit lengan Sarah. Sarah masih tersedu, dia merasa lelah dengan hidupnya. Kali ini dia benar-benar menemukan tambatan hati, tetapi kenapa sepertinya dunia tak berpihak padanya. Bahkan sekarang
"Tengsin banget kalo gue nggak bisa solat." Gerutu Excel karna merasa di sepelekan. Si guru ngaji yang memang berasal dari Indonesia hanya tersenyum, tak berani menanggapi anak gaul satu ini. Si guru pun sedikit heran ternyata Excel sudah menguasai hal dasar dalam Islam. "Baik untuk selanjutnya bab puasa, dan Bapak pesan ke saya, Mas harus belajar Alquran sampai mahir, biar bisa menjadi kepala keluarga yang benar, karna nantinya Mas juga yang akan memegang kendali yayasan mikik keluarga.""Nggak usah bahas masalah yayasan, bikin pusing. Nggak mau gue sebenernya sukses dari hasil warisan." Excel bangun dari duduk menuju kulkas mengambil kaleng soda, melempar ke arah guru yang sedang menatapnya. Dengan sigap guru yang lebih tua beberapa tahun darinya ini menangkap kaleng soda lalu menaruh di atas meja. Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Aku harus mengajarkan adab juga pada teman didikku." Si guru tak menganggap Excel anak didik, tetapi teman.
Sorak sorai bergemuruh mengelilingi lapangan olah raga. Axel! Pak Bagas! Axel! Pak Bagas! Masing-masing kubu menyorakkan nama jagoan mereka. Tak pelak Laras dengan lantang menyebutkan nama kedua lelaki ini, untuk memberikan semangat. "Ishhh, elo dukung siapa? Exel apa Pak Bagas!?" seru Irma, menyikut lengan Laras. Dengan kikuk Laras mengusap tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum canggung. "Gue dukung keduanya." Lalu kembali menyorakkan nama kedua lelaki yang berada di lapangan. Terlihat beberapa orang yang kini berada di area lapangan sedang memperebutkan benda berbentuk bulat, dua orang saling berhadapan menunggu bola yang dengan indah melayang tepat di atas kepala mereka. Pandangan mereka tajam membidik bola, badan mereka meloncat tinggi dengan kedua tangan menjulur mencoba meraih bola basket yang sedang meluncur ke arah mereka. Hap!! Dengan tangkas Exel menangkap bola, lalu meliukkan badan mencoba menghindari tangan Bagas yang mencoba merebut bola dari t
“Gagal makan enak, padahal ATM ngajakin nongkrong,” ucap Irma, terlihat dari kaca spion bibirnya di lipat kesal. “Gue yang traktir deh kesukaan lo, anggap aja kita lagi makan di cafe mahal." Laras mencoba membujuk. Juga sedikit merajuk. Melihat expresi Laras membuat Irma sedikit terenyuh. “Ya udah dehhh demi yang lagi jatuh cintrong,” ucapnya ceria seperti sedia kala. Melihat senyum Irma sudah kembali seperti biasa, membuat Laras memacu motor dengan semangat tinggi menuju rumah Irma yang tak lain rumah cowo incarannya. Dalam perjalanan ke rumah Irma Laras mengingat kejadian lalu saat pertama melihat Bagaskara si guru tampan yang mampu membuat dadanya bergetar. “Prit, prit, prit, rapatkan barisan kalian." Titah seseorang yang langsung dituruti para siswa. Para sisiwa berbaris rapih, Laras berada pada barisan terakhir karna memang dia tak menyukai pelajaran olah raga. “Perkenalkan saya guru pengganti Pak Arif yang sedang cuti beberapa bulan kedepan karna sedang sakit keras.
"Tengsin banget kalo gue nggak bisa solat." Gerutu Excel karna merasa di sepelekan. Si guru ngaji yang memang berasal dari Indonesia hanya tersenyum, tak berani menanggapi anak gaul satu ini. Si guru pun sedikit heran ternyata Excel sudah menguasai hal dasar dalam Islam. "Baik untuk selanjutnya bab puasa, dan Bapak pesan ke saya, Mas harus belajar Alquran sampai mahir, biar bisa menjadi kepala keluarga yang benar, karna nantinya Mas juga yang akan memegang kendali yayasan mikik keluarga.""Nggak usah bahas masalah yayasan, bikin pusing. Nggak mau gue sebenernya sukses dari hasil warisan." Excel bangun dari duduk menuju kulkas mengambil kaleng soda, melempar ke arah guru yang sedang menatapnya. Dengan sigap guru yang lebih tua beberapa tahun darinya ini menangkap kaleng soda lalu menaruh di atas meja. Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Aku harus mengajarkan adab juga pada teman didikku." Si guru tak menganggap Excel anak didik, tetapi teman.
Bagaskara begitu terkejut dengan ucapan Sarah."Jangan asal bicara Sarah!!" Wajah Bagaskara mengeras. Drama apa lagi ini."Kamu nggak sadar? Saat kamu mengantarku pulang beberapa minggu lalu.""T-tap-tapi itu hanya sekali. Kamu lagi-lagi menjebakku Sarah!!" Bagaskara tak dapat mengendalikan suaranya.Sarah menggelengkan kepala, "Aku tak pernah menjebakmu. Aku melakukan ini karna mencintaimu.""Lihat, Pak. Dia begitu terobsesi padaku."Nata di buat bingung dengan keadaan. Niatannya mengambil hati Bagaskara agar menerima Sarah tetapi keadaan semakin runyam begini."Sarah, tenang sayang, papah akan urus semua. Sumi bawa Sarah ke dalam kamar," perintah Nata pada asisten rumah tangganya.Wanita yang di panggil Sumi dengan cepet menggamit lengan Sarah. Sarah masih tersedu, dia merasa lelah dengan hidupnya. Kali ini dia benar-benar menemukan tambatan hati, tetapi kenapa sepertinya dunia tak berpihak padanya. Bahkan sekarang
"Lagi ngelamunin apa, Ras?" Alya menatap bola mata Laras yang berembun. "Kenapa lo? kalah taruhan nggak usah nangis begitu, biarpun gue yang menang gue nggak bakal maksa elo buat ngikutin di mana kampus gue masuk, gue nyadar otak lo nggak bakalan nyampe ngikutin otak gue."Laras memutar mutar bola matanya ke sembarang arah. Bibirnya di manyun kan beberapa centi kedepan, membuat ekspresi lucu, seolah tak percaya. "Dari dulu kepedean lo nggak pernah luntur, Al. Di kasih formalin berapa liter sih?" "Kita harus selalu pecaya diri dengan kemampuan kita, Ras." Masih saja Alya bicara dengan percaya diri yang tinggi. "Agar semua yang kita impikan dapat tercapai." Alya memainkan alis naik turun."Tapi, gebet Pak Bagas aja lo gagal." Cibir Laras. "Kata siapa?""Kata gue, semalem gue hadir di acara pertunangan Pak Bagas. Elo kan masih sodaraan sama Excel masa lo nggak tau? Atau jangan-jangan lo cuma nyebar hoax kalo lo sodara sama Excel, biar terkenal aja.""Emang gue masih ada hubungan ke
Excel mendecih. "Tua bangka jadul," gumam Excel. Nata enggan menanggapi ocehan Excel. Entah kenapa putra putrinya seperti ini, dia memiliki sekolah bonafid, semua di beri pendidikan terbaik, tetapi kenapa anak-anak jaman sekarang seolah lalai dengan syariat yang di ajarkan Rosulullah. Nata berfikir pasti ada yang salah bukan hanya dari segi pendidikan, tetapi semua aspek harus di benahi. Dua lelaki beda generasi ini mulai menyantap makanan di piring. Ponsel Nata berdering, Excel melirik pada ponsel ayahnya yang beda di dekatnya, di lihatnya siapa yang menelpon. Benak Excel bertanya ada hubungan apa ayahnya Laras dengan papahnya? Mengapa mereka berbincang di telpon dan terlihat akrab?"Iya. Saya sudah mengurus segalanya, sekarang putra saya mau saya kirim ke singapur untuk belajar lebih banyak dulu, agar siap menjadi suami Nak Laras nantinya."Deg. Suami Laras?"Pah." Excel menunggu Nata selesai berbincang, karna lir
Dari dalam kamarnya Dewi memperhatikan gerak gerik putrinya. "Anak-anak jaman sekarang harus full di perhatikan jangan sampai lengah, kalo Pak Nata tadi nggak telpon udah habis kamu mamih marahi, Neng," gumam Dewi. Keputusannya sudah bulat dia akan menerima lamaran Nata, toh dua anak ini sudah sering pergi berdua, tak ada alasan Dewi menolak apalagi Nata akan menanggung semua kebutuhan Laras dan memberikan kebebasan untuk Laras meriah cita-citanya. Laras memindik masuk ke dalam rumah. Kali ini dia merasa heran tak biasanya pagar dan pintu tak terkunci, seolah menunggu Laras pulang, dan anehnya lagi tak ada suara menggelegar dan sabetan sapu lidi kali ini. Laras mengunci pintu perlahan lalu masuk ke dalam kamarnya."Alhamdulillah." Gadis ini merasa tenang setelah berada di dalam kamar. Sepertinya Dewi Fortuner sedang berpihak padanya. Mungkin Emak ketiduran jadi nggak denger aku pulang, gumam Laras. Gegas gadis ini berganti pakaian dan membersihkan diri.
Laras menganga melihat jam di pergelangan tangannya. Wajahnya terlihat khawatir. Langsung berputar wajah Dewi yang marah. Setelah menganggukkan kepala lagi, Laras bergegas menuruni anak tangga, melihat Laras seperti ketakutan Excel mengikutinya. "Pah, aku anter Laras dulu.""Excel selalu ingat pesan papah!!"Lelaki jangkung ini tak mnggubris omongan Nata. Dia menarik lengan Laras. "Ayo gue anter."Sarah menatap Nata, lelaki ini berteriak pada Excel agar selalu mengingat pesannya. Pesan apa? Kenapa sepertinya penting? "Pesan apa Pah? Kenapa terhadap Excel sepertinya special sekali?" telisik Sarah. "Kamu pun selalu papah beri pesan. Pesan papah terhadap kamu dan Excel sama, jaga pergaulan. Jangan melakukan hubungan di luar nikah karna akan merusak nasab."Nata meninggalkan Sarah setelah mengatakan itu. Pesan itu, ya. Sarah selama ini tak pernah menanggapi kata-kata yang sering Nata ucapkan ini. Setiap Sarah ingin having fun, Nata pasti mengingatkan kata-kata ini. Bodohnya Sarah tak
"Dih nih orang gemesin banget, udah kaya bos aja." Laras mendorong pintu dan menutup cepat, khawatir ada yang melihat. Di lihatnya Excel duduk di sofa."Bang, lo kenapa sih?" tanya Laras, berjalan di hentak menghampiri Excel, lalu duduk di samping lelaki jangkung ini. Wajah Excel masih datar, enggan menatap Laras. Laras menggoyang lengan Excel. "Lo marah sama gue, Bang? Ya udah gue minta maaf kalo lo marah. Kita masih terus jadi temen kan Bang." Excel masih diam. "Lo beneran marah banget sama gue? ngapain gue nyamperin kalo di cuekin." Laras bangkit dari duduk. Hendak meninggalkan Excel. Tetapi tangannya di genggam lelaki jangkung ini. "Semoga kamu selalu bahagia, Ras," ucap singkat Excel. Excel merasa dia harus merelakan perasaannya untuk Laras. Karna keputusan Nata tidak bisa lagi di bantah. Dia pun tak ingin memohon pada Nata agar memilihkan Laras karna perjanjian dengan Nata sama saja menyerahkan seluruh kebahagiaannya. Tak akan ada kebahagian jika berurusam dengan Nata, semu
Sarah tersenyum penuh kebahagian. Akhirnya impiannya dia dapat. Wanita cantik ini menatap Bagaskara yang hanya diam mematung, tak ada raut bahagia bahkan terlihat jelas rona gelisah di setiap geriknya. Laras ikut serta dalam acara itu, sebenarnya dia enggan ikut tetapi Irma terus merengek agar dia ikut serta. Demi sahabat tercinta, juga demi gebetan, apapun akan Laras berikan termasuk sakit yang kini dia rasakan melihat Bagaskara berdiri di hadapan wanita cantik yang selalu berwajah sinis terhadapnya. Laras melirik sekilas pada Bagaskara yang terlihat lebih dingin dari biasanya. Lalu menatap satu persatu orang yang berada di ruangan itu. Selain Bagas kedua orang tua Irma pun terlihat berwajah tegang, terutama ibunya tak seperti biasanya, Laras paham betul seperti apa ramahnya Lina setiap harinya. Ini hari istimewa kenapa wajah mereka begitu muram dan tak bersemangat? Pikir Laras. "Ma." Bisik Laras di telinga Irma. Sekilas Irma menengok pada Laras. Tak mendapatkan respon Laras me
Excel berjalan mengikuti langkah lelaki bersetelan jas rapih. Si lelaki membukakan pintu mobil yang sudah menunggu di parkiran. Wajah Excel berubah ketika mengetahui di dalam mobil ada Nata sudah menunggu sejak tadi. Lelaki jangkung ini berniat meninggalkan mobil tapi di hadang seorang lelaki bertubuh besar. Dengan terpaksa Excel masuk ke dalam mobil. Nata menatap Excel tajam. "Papah sudah atur pernikahan kamu, kalau kamu terus-terusan bikin masalah begini kamu hanya akan membuat reputasi Papah hancur. setidaknya dengan menikah kamu akan ada yang mengatur. Ada yang menunggu. Dengar, kali ini kamu tidak boleh menolak. Papah nggak mau ada masalah di luar kendali Papah, apalagi masalah dengan wanita.""Terserah, walau aku menikah tak akan ada perempuan manapun yang bisa buat aku jadi baik kecuali ..." Nata menicingkan mata, menunggu kelanjutan ucapan anaknya. "Kecuali apa?" Excel mengibaskan tangan enggan menjawab, menjawab pun pasti tak akan ada gunanya, mana pernah Nata mengabulka