Dari dalam kamarnya Dewi memperhatikan gerak gerik putrinya. "Anak-anak jaman sekarang harus full di perhatikan jangan sampai lengah, kalo Pak Nata tadi nggak telpon udah habis kamu mamih marahi, Neng," gumam Dewi. Keputusannya sudah bulat dia akan menerima lamaran Nata, toh dua anak ini sudah sering pergi berdua, tak ada alasan Dewi menolak apalagi Nata akan menanggung semua kebutuhan Laras dan memberikan kebebasan untuk Laras meriah cita-citanya. Laras memindik masuk ke dalam rumah. Kali ini dia merasa heran tak biasanya pagar dan pintu tak terkunci, seolah menunggu Laras pulang, dan anehnya lagi tak ada suara menggelegar dan sabetan sapu lidi kali ini. Laras mengunci pintu perlahan lalu masuk ke dalam kamarnya."Alhamdulillah." Gadis ini merasa tenang setelah berada di dalam kamar. Sepertinya Dewi Fortuner sedang berpihak padanya. Mungkin Emak ketiduran jadi nggak denger aku pulang, gumam Laras. Gegas gadis ini berganti pakaian dan membersihkan diri.
Excel mendecih. "Tua bangka jadul," gumam Excel. Nata enggan menanggapi ocehan Excel. Entah kenapa putra putrinya seperti ini, dia memiliki sekolah bonafid, semua di beri pendidikan terbaik, tetapi kenapa anak-anak jaman sekarang seolah lalai dengan syariat yang di ajarkan Rosulullah. Nata berfikir pasti ada yang salah bukan hanya dari segi pendidikan, tetapi semua aspek harus di benahi. Dua lelaki beda generasi ini mulai menyantap makanan di piring. Ponsel Nata berdering, Excel melirik pada ponsel ayahnya yang beda di dekatnya, di lihatnya siapa yang menelpon. Benak Excel bertanya ada hubungan apa ayahnya Laras dengan papahnya? Mengapa mereka berbincang di telpon dan terlihat akrab?"Iya. Saya sudah mengurus segalanya, sekarang putra saya mau saya kirim ke singapur untuk belajar lebih banyak dulu, agar siap menjadi suami Nak Laras nantinya."Deg. Suami Laras?"Pah." Excel menunggu Nata selesai berbincang, karna lir
"Lagi ngelamunin apa, Ras?" Alya menatap bola mata Laras yang berembun. "Kenapa lo? kalah taruhan nggak usah nangis begitu, biarpun gue yang menang gue nggak bakal maksa elo buat ngikutin di mana kampus gue masuk, gue nyadar otak lo nggak bakalan nyampe ngikutin otak gue."Laras memutar mutar bola matanya ke sembarang arah. Bibirnya di manyun kan beberapa centi kedepan, membuat ekspresi lucu, seolah tak percaya. "Dari dulu kepedean lo nggak pernah luntur, Al. Di kasih formalin berapa liter sih?" "Kita harus selalu pecaya diri dengan kemampuan kita, Ras." Masih saja Alya bicara dengan percaya diri yang tinggi. "Agar semua yang kita impikan dapat tercapai." Alya memainkan alis naik turun."Tapi, gebet Pak Bagas aja lo gagal." Cibir Laras. "Kata siapa?""Kata gue, semalem gue hadir di acara pertunangan Pak Bagas. Elo kan masih sodaraan sama Excel masa lo nggak tau? Atau jangan-jangan lo cuma nyebar hoax kalo lo sodara sama Excel, biar terkenal aja.""Emang gue masih ada hubungan ke
Bagaskara begitu terkejut dengan ucapan Sarah."Jangan asal bicara Sarah!!" Wajah Bagaskara mengeras. Drama apa lagi ini."Kamu nggak sadar? Saat kamu mengantarku pulang beberapa minggu lalu.""T-tap-tapi itu hanya sekali. Kamu lagi-lagi menjebakku Sarah!!" Bagaskara tak dapat mengendalikan suaranya.Sarah menggelengkan kepala, "Aku tak pernah menjebakmu. Aku melakukan ini karna mencintaimu.""Lihat, Pak. Dia begitu terobsesi padaku."Nata di buat bingung dengan keadaan. Niatannya mengambil hati Bagaskara agar menerima Sarah tetapi keadaan semakin runyam begini."Sarah, tenang sayang, papah akan urus semua. Sumi bawa Sarah ke dalam kamar," perintah Nata pada asisten rumah tangganya.Wanita yang di panggil Sumi dengan cepet menggamit lengan Sarah. Sarah masih tersedu, dia merasa lelah dengan hidupnya. Kali ini dia benar-benar menemukan tambatan hati, tetapi kenapa sepertinya dunia tak berpihak padanya. Bahkan sekarang
"Tengsin banget kalo gue nggak bisa solat." Gerutu Excel karna merasa di sepelekan. Si guru ngaji yang memang berasal dari Indonesia hanya tersenyum, tak berani menanggapi anak gaul satu ini. Si guru pun sedikit heran ternyata Excel sudah menguasai hal dasar dalam Islam. "Baik, untuk selanjutnya yang akan kita pelajari bab puasa, dan Bapak pesan ke saya, Mas harus belajar Alquran sampai mahir, biar bisa menjadi kepala keluarga yang benar, karna nantinya Mas juga yang akan memegang kendali yayasan milik keluarga." "Nggak usah bahas masalah yayasan, bikin pusing. Nggak mau gue sebenernya sukses dari hasil warisan." Excel bangun dari duduk menuju kulkas mengambil kaleng soda, melempar ke arah guru yang sedang menatapnya. Dengan sigap guru yang lebih tua beberapa tahun darinya ini menangkap kaleng soda lalu menaruh di atas meja. Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Aku harus mengajarkan adab juga pada teman didikku." Si guru tak menganggap Excel anak didik, tetapi teman. Setelah
Laras merebahkan tubuh kasar di pembaringan, di peluk guling sahabatnya tiap malam. Tangannya memainkan gawai yang sejak tadi di genggam. Di telpon Irma, tetapi Irma tak menjawab panggilannya. Kini jemari Laras menekan panggil nomor Excel. Beberapa kali dering pun tak ada tanda-tanda di jawab. Kemana ini mereka, nggak ada satupun yang merespon. Kembali Laras mengamati status wa, muncul status wa Niken. Netra Laras membola. Niken baru saja mengupload status jika dia habis bertelponan dengan Excel. Dan status berikutnya membuat Laras kembali terbakar cemburu. Jadi Niken sama Excel bener-bener udah jadian. Perasaan Laras semakin muram. Mau ngadu kemana ini. Emak jahat main jodoh-jodohin orang, Irma udah susah di hibungi, Excel udah serius kayanya sama Niken. Bahkan nggak mau bales wa. Laras semakin menggamit guling dengan erat, dia menangis, meratapi nasib, sedikit menyesal kenapa dulu sok gengsi saat Excel sering menyatakan perasaannya. Sekarang baru merasa kehilangan. Ya, dulu
Excel menatap ponselnya tak percaya, Laras merijek panggilannya, juga tak membalas pesan singkatnya. "Apa lagi datang bulan ya? Dia yang telpon bekali-kali semalam, sekarang di telpon nggak di angkat." Excel melempar ponselnya. Kembali menekuri buku yang menurutnya menarik di pelajari. Sedang fokus dengan buku di tangan ponsel kembali berdering. "Ah perempuan emang susah di tebak, tadi di rijek sekarang nelpon lagi." Sengaja Excel membiarkan ponselnya berdering beberapa kali. Setelah itu dia raih ponsel yang dia lempar tadi, ternyata bukan dari Laras. "Hallo, Roy.""Lama banget ngangkat telpon, lagi nanggung ya?" berondong Roy. "Lagi belajar gue, di sini nggak ada main-main." Excel menunjukkan buku yang sedang dia baca. "Aji gile, lo mau jadi ustad?? bacaannya begituan?" Roy tergelak melihat buku yang Excel tunjukkan. "Bentar lagi gue bakal jadi imam, jadi gue musti siap, Roy. Gimana kabar di sana?" Roy manggut-manggut. "Kita mau jalan-jalan ke Bali, bulan depan, Lo mau pulang
Jawaban Bagas membuat Sarah tersipu, hal ini yang membuatnya suka dari Bagaskara, apapun suasana hatinya lelaki ini bisa menempatkan diri. Sarah mencoba beberapa gaun. Bergantian juga dengan Bagaskara. Lelaki tampan ini menatap pantulan tubuhnya di cermin. Jaz yang dia gunakan benar-benar menabah ketampanannya. Sarah mendekati Bagaskara. Tangannya meraba dada bidang Bagaskara. "Sayang kamu benar-benar tampan. Aku sungguh beruntung bisa memilikimu." Sarah mendekatkan wajah ingin mencium Bagas. Tetapi lelaki ini memalingkan wajah. "Kita belum halal untuk bersentuhan." Elak Bagas."Jangan naif. Kita sudah melakukan banyak hal." Sarah meraih tangan Bagas, menaruh di perutnya. "Bahkan sekarang sedang tumbuh janin di dalam perutku. Saat ini aku sedang ingin. Setelah ini kita mampir ke apartmenku. Oke." Sarah melingkarkan tangan di leher Bagas, dan mencium paksa lelaki di hadapannya.Para pelayan butik melipir entah kemana melihat pelanggan ekslusifnya berbincang intim. "Bersabarlah, Ya
Suasana Sekolah masih seperti biasa ramai dan kisruh-kisruh khas anak sekolah. Beberapa anak sedang bercakap-cakap ada saja pembahasan yang sepertinya menarik. Seorang siswa duduk menyendiri entah sedang mengamati apa."Roy." Boy memanggil Roy yang sedang asik menatap gadis-gadis yang lewat di hadapannya. "Ngapain lo senyum-senyum, begitu?" Boy menatap arah pandang Roy. Seorang gadis melintas di hadan Roy, yang kini sudah menghilang. "Makin mesum aja, lo Roy." Boy menoyor kepala Roy. Roy masih tersenyum, berimajinasi nakal pada gadis tadi, mulutnya terus menguyah permen karet yang sudah terasa pahit karna entah sudah berapa jam berada di mulut Roy. "Roy." Panggil ulang Boy. "Apa sih, Boy. Ngeliatin tuh cewe joni gue ampe bangun. Semok banget itu depan belakang, gue yakin dia udah sering di pake," ujar Roy. Tatapannya masih terus menerawang. Boy geleng-geleng. "Udah Roy, otak lo konslet apa gimana sih?" Roy menjambak rambut Roy. Ish ... Roy menepis tangan Boy."Apaan sih Boy, g
"Udah gue bilang gue udah mau di nikahin ama laki yang gue aja nggak kenal!! gue lagi galau tingkat dewa. Kemaren waktu gue telpon lo nggak angkat, nggak taunya lo lagi chatan sama Niken, jadi laki lo emang red flag banget, sama Niken mau, sam gue bilang kangen, terus cewe mana lagi yang lo rayu-rayu begitu!!" kali ini Laras mengungkapkan unek-uneknya, suaranya terputus-putus, sepertinya dia menahan amarah."Ras, semua bisa gue jelasin, duh lima menit mana cukup," Excel galau. "Ras blokiran buka, gue telpon ke hp lo aja""Emang kenapa kalo pake hp ini? Emang kalo lima menitnya abis meledak ini hp?" Laras masih kesal bukan main. "Mpok, sini hp Andi, lima menit kedua udah abis." Andi meminta ponselnya dengan wajah berbinar."Kalian kenapa sih? Ada apa dengan lima menit?" kesal Laras. "Nggak apa-apa, Mpok, ini bisnis dengan sesama lelaki."Andi mendekatkan ponsel ke telinga setelah ponsel di tangan. "Bang, Maaf Andi matiin ya," "Tunggu, Ndi. Nambah lima menit lagi, uang udah Abang kir
Di Apartemennya Excel uring-uringan seharian dia telpon Laras tetapi tak di angkat. Biasanya Boy atau Roy memberi kabar, tapi hari ini mereka bilang tak melihat Laras. Kemana itu perempuan, bikin keki aja. Excel memutar-mutar ponselnya. "Telpon mamih." Ide Excel seperti lampu bohlam bersinar di kegelapan. "Tapi ... Pasti Mamih nguping nanti, gue nggak bisa ngebucinin Laras." Jari tangan Excel berhenti mencari.Isi kepalanya terus berfikir, nelpon Laras lewat siapa? hari ini tak ada kabar apapun dari Laras. Membuatnya semakin rindu, apalagi semalam telpon Laras tak ada yang dia angkat. Excel khawatir, Laras ngambek karna di abaikan. "Bang Gilang. Ah sama aja, Bang Gilang sama protektifnya sama Mamih." Excel semakin uring-uringan. Kok ada keluarga yang jagain anak perempuannya kaya tahanan. Excel terus berpikir.Ting. Nama Andi melintas di kepala Excel. Lelaki ini langsung menelpon Andi. Beruntung di dering pertama Andi langs
Jawaban Bagas membuat Sarah tersipu, hal ini yang membuatnya suka dari Bagaskara, apapun suasana hatinya lelaki ini bisa menempatkan diri. Sarah mencoba beberapa gaun. Bergantian juga dengan Bagaskara. Lelaki tampan ini menatap pantulan tubuhnya di cermin. Jaz yang dia gunakan benar-benar menabah ketampanannya. Sarah mendekati Bagaskara. Tangannya meraba dada bidang Bagaskara. "Sayang kamu benar-benar tampan. Aku sungguh beruntung bisa memilikimu." Sarah mendekatkan wajah ingin mencium Bagas. Tetapi lelaki ini memalingkan wajah. "Kita belum halal untuk bersentuhan." Elak Bagas."Jangan naif. Kita sudah melakukan banyak hal." Sarah meraih tangan Bagas, menaruh di perutnya. "Bahkan sekarang sedang tumbuh janin di dalam perutku. Saat ini aku sedang ingin. Setelah ini kita mampir ke apartmenku. Oke." Sarah melingkarkan tangan di leher Bagas, dan mencium paksa lelaki di hadapannya.Para pelayan butik melipir entah kemana melihat pelanggan ekslusifnya berbincang intim. "Bersabarlah, Ya
Excel menatap ponselnya tak percaya, Laras merijek panggilannya, juga tak membalas pesan singkatnya. "Apa lagi datang bulan ya? Dia yang telpon bekali-kali semalam, sekarang di telpon nggak di angkat." Excel melempar ponselnya. Kembali menekuri buku yang menurutnya menarik di pelajari. Sedang fokus dengan buku di tangan ponsel kembali berdering. "Ah perempuan emang susah di tebak, tadi di rijek sekarang nelpon lagi." Sengaja Excel membiarkan ponselnya berdering beberapa kali. Setelah itu dia raih ponsel yang dia lempar tadi, ternyata bukan dari Laras. "Hallo, Roy.""Lama banget ngangkat telpon, lagi nanggung ya?" berondong Roy. "Lagi belajar gue, di sini nggak ada main-main." Excel menunjukkan buku yang sedang dia baca. "Aji gile, lo mau jadi ustad?? bacaannya begituan?" Roy tergelak melihat buku yang Excel tunjukkan. "Bentar lagi gue bakal jadi imam, jadi gue musti siap, Roy. Gimana kabar di sana?" Roy manggut-manggut. "Kita mau jalan-jalan ke Bali, bulan depan, Lo mau pulang
Laras merebahkan tubuh kasar di pembaringan, di peluk guling sahabatnya tiap malam. Tangannya memainkan gawai yang sejak tadi di genggam. Di telpon Irma, tetapi Irma tak menjawab panggilannya. Kini jemari Laras menekan panggil nomor Excel. Beberapa kali dering pun tak ada tanda-tanda di jawab. Kemana ini mereka, nggak ada satupun yang merespon. Kembali Laras mengamati status wa, muncul status wa Niken. Netra Laras membola. Niken baru saja mengupload status jika dia habis bertelponan dengan Excel. Dan status berikutnya membuat Laras kembali terbakar cemburu. Jadi Niken sama Excel bener-bener udah jadian. Perasaan Laras semakin muram. Mau ngadu kemana ini. Emak jahat main jodoh-jodohin orang, Irma udah susah di hibungi, Excel udah serius kayanya sama Niken. Bahkan nggak mau bales wa. Laras semakin menggamit guling dengan erat, dia menangis, meratapi nasib, sedikit menyesal kenapa dulu sok gengsi saat Excel sering menyatakan perasaannya. Sekarang baru merasa kehilangan. Ya, dulu
"Tengsin banget kalo gue nggak bisa solat." Gerutu Excel karna merasa di sepelekan. Si guru ngaji yang memang berasal dari Indonesia hanya tersenyum, tak berani menanggapi anak gaul satu ini. Si guru pun sedikit heran ternyata Excel sudah menguasai hal dasar dalam Islam. "Baik, untuk selanjutnya yang akan kita pelajari bab puasa, dan Bapak pesan ke saya, Mas harus belajar Alquran sampai mahir, biar bisa menjadi kepala keluarga yang benar, karna nantinya Mas juga yang akan memegang kendali yayasan milik keluarga." "Nggak usah bahas masalah yayasan, bikin pusing. Nggak mau gue sebenernya sukses dari hasil warisan." Excel bangun dari duduk menuju kulkas mengambil kaleng soda, melempar ke arah guru yang sedang menatapnya. Dengan sigap guru yang lebih tua beberapa tahun darinya ini menangkap kaleng soda lalu menaruh di atas meja. Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Aku harus mengajarkan adab juga pada teman didikku." Si guru tak menganggap Excel anak didik, tetapi teman. Setelah
Bagaskara begitu terkejut dengan ucapan Sarah."Jangan asal bicara Sarah!!" Wajah Bagaskara mengeras. Drama apa lagi ini."Kamu nggak sadar? Saat kamu mengantarku pulang beberapa minggu lalu.""T-tap-tapi itu hanya sekali. Kamu lagi-lagi menjebakku Sarah!!" Bagaskara tak dapat mengendalikan suaranya.Sarah menggelengkan kepala, "Aku tak pernah menjebakmu. Aku melakukan ini karna mencintaimu.""Lihat, Pak. Dia begitu terobsesi padaku."Nata di buat bingung dengan keadaan. Niatannya mengambil hati Bagaskara agar menerima Sarah tetapi keadaan semakin runyam begini."Sarah, tenang sayang, papah akan urus semua. Sumi bawa Sarah ke dalam kamar," perintah Nata pada asisten rumah tangganya.Wanita yang di panggil Sumi dengan cepet menggamit lengan Sarah. Sarah masih tersedu, dia merasa lelah dengan hidupnya. Kali ini dia benar-benar menemukan tambatan hati, tetapi kenapa sepertinya dunia tak berpihak padanya. Bahkan sekarang
"Lagi ngelamunin apa, Ras?" Alya menatap bola mata Laras yang berembun. "Kenapa lo? kalah taruhan nggak usah nangis begitu, biarpun gue yang menang gue nggak bakal maksa elo buat ngikutin di mana kampus gue masuk, gue nyadar otak lo nggak bakalan nyampe ngikutin otak gue."Laras memutar mutar bola matanya ke sembarang arah. Bibirnya di manyun kan beberapa centi kedepan, membuat ekspresi lucu, seolah tak percaya. "Dari dulu kepedean lo nggak pernah luntur, Al. Di kasih formalin berapa liter sih?" "Kita harus selalu pecaya diri dengan kemampuan kita, Ras." Masih saja Alya bicara dengan percaya diri yang tinggi. "Agar semua yang kita impikan dapat tercapai." Alya memainkan alis naik turun."Tapi, gebet Pak Bagas aja lo gagal." Cibir Laras. "Kata siapa?""Kata gue, semalem gue hadir di acara pertunangan Pak Bagas. Elo kan masih sodaraan sama Excel masa lo nggak tau? Atau jangan-jangan lo cuma nyebar hoax kalo lo sodara sama Excel, biar terkenal aja.""Emang gue masih ada hubungan ke