Suasana Sekolah masih seperti biasa ramai dan kisruh-kisruh khas anak sekolah. Beberapa anak sedang bercakap-cakap ada saja pembahasan yang sepertinya menarik. Seorang siswa duduk menyendiri entah sedang mengamati apa. "Roy." Boy memanggil Roy yang sedang asik menatap gadis-gadis yang lewat di hadapannya. "Ngapain lo senyum-senyum, begitu?" Boy menatap arah pandang Roy. Seorang gadis melintas di hadan Roy, yang kini sudah menghilang. "Makin mesum aja, lo Roy." Boy menoyor kepala Roy. Roy masih tersenyum, berimajinasi nakal pada gadis tadi, mulutnya terus menguyah permen karet yang sudah terasa pahit karna entah sudah berapa jam berada di mulut Roy. "Roy." Panggil ulang Boy. "Apa sih, Boy. Ngeliatin tuh cewe joni gue ampe bangun. Semok banget itu depan belakang, gue yakin dia udah sering di pake," ujar Roy. Tatapannya masih terus menerawang. Boy geleng-geleng. "Udah Roy, otak lo konslet apa gimana sih?" Roy menjambak rambut Roy. Ish ... Roy menepis tangan Boy. "
Nata sedikit lega, setidaknya usahanya berhasil, apapun akan dia usahakan asal semua berjalan dengan baik dan sesuai koridor yang benar. "Bel bunyi tuh! Bukain," suruh Nata pada Excel. Excel menuju pintu. Beberapa orang berjaz rapi berdiri di depan pintu apartemen. "Permisi, saya ada janji dengan Tuan Nata." "Pah," teriak Excel. "Silahkan masuk, Tuan." Nata sudah berada di belakang punggung Excel. Tamu-tamu tersebut duduk dan mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya. Excel yang tak mau tau maksud kedatangan tamu-tamu itu, lelaki jangkung ini masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar Excel terus berusaha menghubungi Laras. Kini hanya Andi harapannya, biarlah kehilangan uang, yang penting bisa telpon Laras. [Andi udah ngerayu Mpok Laras belum? Ayo usaha Ndi, nanti abang kirimin uang lagi.] Mendapat iming-iming pundi-pundi rupiah, Andi merengek di hadapan Laras sambil menatap layar ponselnya, "Mpok, buka sebentar aja, blokiran Bang Excel." Laras mendengus kesal, "Pasti
Siang menjelang, Laras tak peduli matahari berada tepat di atas kepalanya dia mengeluarkan motor dan memakai helmnya. "Neng mau kemana?" Dewi datang tergopoh-gopoh mendengar motor Laras menyala. "Mau beli kaos buat di bawa tour besok, Mak.""Besok aja, Neng. Hari ini di rumah aja." Dewi terlihat khawatir."Udah janjian sama Irma.""Udah nurut, sini masuk lagi." Dewi menarik tangan Laras. Pasalnya hari ini Ijab qobul di laksanakan, bisa berabe kalo terjadi sesuatu, pikir Dewi. "Emak, kenapa sih, Laras nggak boleh kemana-mana!!" Laras menghentakkan kaki merasa di kurung dan penuh kekangan."Neng, papah lagi di Singapur, lagi ijab qobul, hari ini kamu nikah, emak takut kamu kenapa-napa.""Apa!! Emak beneran nikahin Laras kaya begini? Emak ama Papah jahat banget." Laras masuk ke dalam kamar dan membanting pintu.""Neng, sini keluar dulu. Mau liat nggak pengantinnya. Ganteng pisan Neng." Dewi mengetuk pelan kamar Dewi."Nggak, Laras nggak mau liat!!" teriak Laras, frustasi, perasaan Lar
"Hah. Maksud lo?""Au ah. Udah nggak usah bahas masalah gue. Gimana kabar gebetan gue?""Ish... Dia udah mau nikah, nggak usah nayain Mas Bagas mulu." Irma pun enggan membahas perihal Bagaskara. "Di luar rame-rame apa itu, Ma?" Irma bangun dari rebahan menuju pintu. Di lihatnya beberapa temannya yang berjalan ke arah kamar. Dengan cepat Irma menutup pintu kamar. "Ras, ada Excel, kayanya mau nemuin elo.""Gue nggak mau ketemu, bilang ajanggak ada di kamar."Irma menautkan jari jempol dan telunjuk, "Siippp. Ngumpet sana." Suruh Irma. Laras bingung bersembunyi di mana, dia memutuskan bersembunyi di kolong tempat tidur.Benar saja setelah Laras masuk ke kolong tempat tidur, pintu di ketuk. "Ma langsung usir, kolongnya kotor nanti gue bersin-bersin."Irma mengangguk, "Tahan bentar, tutup idungnya." Bisik Irma. Irma gegas membuka pintu karna ketukan semakin kencang. "Bang. Apa kabar? Kapan lo sampe." Irma berlagak kaget dengan kedatangan Excel. "Udah setengah jam yang lalu.""Bini
Tempat festifal di penuhi pengunjung, mereka merupakam turis lokal dan manca negara. Kali ini kesenian yang kebetulan di gelar Bali Art festival. Festifal yang menampilkan kesenian tarian tradisional Bali seperti tari kecak dan Bagong. Juga memyuguhkan kuliner tradisional khas Bali. Laras duduk berdampingam dengan Irma, Niken dan Alya entah di mana. Terakhir terlihat Niken sedang bercakap dengan bule asal Austria. "Ras, keren banget. Itu matanya kok bisa begitu ya? Capek nggak ya mendelik begitu terus." Irma mengomentari penari kecak yang sedang beraksi di depan mereka. Laras tak menanggapi dia asik mengunyah sambil terus menikmati pagelaran yang berlangsung, tanpa mereka sadari beberapa orang mengawasi pergerakan mereka. Tepuk tangan membahana mengisi aula pementasan.Karna Laras hanya membeli tiket nonton Tari kecak, mereka keluar dari tempet pementasan, setelah pentas selesai. Excel terus menguntit Laras dari belakang. "Boy lo ajakin Irma gue mau bawa Laras."Boy menatap Excel
Laras bangun, duduk menghadap Excel. Menatap beberapa saat, lalu menggedikkan bahu. "Nggak tau, Bang, sekarang gue nggak mau nebak-nebak. Cape. Yang pasti-pasti aja. Sekarang yang pasti gue udah jadi istri orang." Laras mendesah resah."Lari bareng gue ke Singapur, Ras."Mendengar penuturan Excel, netra Laras mengerjab, bulu mata lentiknya bergoyang-goyang."Lari!! kemaren gue niat lari sebelum nikah. Lo sih gue telpon nggak di angkat, apa lagi lo juga ada hubungan sama Niken." Laras jadi ingat kejadian yang lalu. Mata Laras berkaca-kaca, tak lama Laras menangis. "Kesel banget gue sama elo, Bang." Laras mendekap lututnya. Akhirnya beban yang dia tahan lepas juga. Excel menggeser duduk, mendekati Laras, mendekap gadis yang sedang mengeluarkan emosinya. "Kan elo yang blokir gue sampe sekarang.""Tapi, elo duluan, jangan peluk-peluk, nggak mau gue di peluk sama cowo buaya kaya elo." Laras mendorong Excel.Duh ini mah bakal panjang urusan, akhirnya salah-salah juga. Pikir Excel. Wala
Excel meraih dagu Laras. Ada rona merah di pipi Laras. Pandangan Excel terasa berkabut, dia kembali menatap bibir Laras yang sudah membengkak, lalu kembali mendekat, tapi di hadang tangan Laras. "Jangan, Bang."Excel kembali pada keadaan, nafasnya sedikit memburu, darahnya menghangat, sesuatu di bawah sana sudah berubah bentuk. Dia menatap Laras lekat. Laras malu di tatap seperti oleh Excel. Gadis ini menggeliat, berusaha lepas dari pelukan Excel. Tangan Laras meraih handle pintu. "Bang, gue masuk, ya."Excel meraih tangan Laras mengecup, pelan. Lagi dan lagi membuat aliran darah Laras berdesir. Semut-semut kecil menggelitik di rambut-rambut kepalanya.Laras tersenyum Manis, lalu menghilang di balik pintu.Setelah pintu tertutup Excel berjalan dengan percaya diri, langkah tegapnya terlihat maskulin, bibirnya terulas senyum bahagia. "Dia galau di nikahin paksa, padahal suaminya gue. Bakal gue jerat elo Ras, sampe Lo klepek-klepek, kalo kemaren gue terus terang ngelamar elo, belum t
"Cel, pesta lajang nanti malam?" tanya Boy, "Kita besok udah pulang.""Excel terlihat berfikir."Kalian boleh keluar malam?" "Pandai-pandai kita, lah.""Oke, nanti malam."Kapal berhenti, semua sibuk menggunakan alat savety, standard keamanan. Excel berjalan mendekati Laras tetapi Laras melengos enggan di dekati lelaki jangkung ini. Excel langsung mengerti. Bibirnya tersungging."Lo pasti cemburu, Ras." Seorang pemandu mendekati Laras mengecek apakah semua standar keamanan menyelam sudah terpasang dengan sempurna, atas permintaan Excel, karna Laras tak juga mau di dekati Excel."Oke. Semuanya sudah siap!!" Suara seorang lelaki mengudara, terbawa angin, memberikan arahan. "Karna kalian pemula jadi jangan berpencar, tetap tenang ketika di dalam air. Begitu terjun kita latihan pernafasan terlebih dahulu." Si pemandu terus memberikan arahan. "Ras, gue deg-degan," ujar Irma. "Sama, pengalaman pertama gue." Kekeh Laras. "Ras, Niken mepet Excel terus, kayanya niatan dia bakal di laksana
Lelaki jangkung ini menemui Sarah dan Bagaskara, memberi selamat pada gebetan istrinya dan sekarang jadi ipar. "Saya panggil Mas atau Pak?" Excel mengusap alis pelan."Mas, dong." Bagas menepuk lengan Excel."Selamat, Mas. Jagain Kak Sarah yang suka penasaran dan usil.""Pasti, kamu juga selamat ya. Jagain juga Laras."Kedua alis mata Excel mengernyit,menatap Bagaskara. "Nggak usah cemburu mulai sekarang, aku juga udah punya yang lebih cantik." kelakar Bagaskara. Bibir Sarah langsung mengembang, tersenyum jumawa. "Laras bukan apa-apa di banding saya." Selalu Sarah seperti di atas angin, selalu dia merasa lebih baik dari siapapun. "Iya, Kak. Iya." Aku turun. "Foto dulu." Nata naik ke atas pelaminan melihat putranya berada di sini. "Laras mana?" tanya Nata lagi. Sebentar aku telpon. Beberapa kali Excel menghubungi Laras, tetapi tak di angkat, lalu Excel mengirim pesan, jika Laras ditunggu untuk berfoto. "Laras mengirimkan gambar wajahnya."Excel terbelalak melihat wajah Laras.
Hari yang di nantikan Sarah tiba. Pesta mewah di gelar di hotel berbintang. Artis dan pejabat negara yang sering berseliweran di telivisi hadir di acara sakral ini. Bagaskara lelaki bernama Bagaskara itu berdiri dengan angkuh di atas pelaminan, sama angkuhnya dengan sang surya yang bertengger tegak menyinari bumi. Tubuh tinggi tegap dengan setelah jaz mahal menambah ketampanan lelaki ini. Laras menatap damba Pada Bagaskara, sejak tadi pandangan matanya tak lepas dari lelaki yang selalu tersenyum ramah pada setiap tamu yang menyalaminya. "Eh kita foto yuk." Anti menarik tangan Laras. Melihat Anti juga Laras mendekat ke pelaminan Alya mengekor di belakang. Gadis-gadis cantik ini tersenyum manis, dari mulutnya selalu keluar candaan-candaan menghibur. "Selamat ya Pak Bagas. Kak Sarah, langgeng abadi buat kalian." Anti paling dulu menjabat tangan Bagaskara, di susul Alya, dan terakhir Laras. "Selamat ya, Mas," ucap Laras. Sarah mendengus mendengar Laras memanggil Mas. "Jangan lama-la
Mobil berjalan merayap. Jam pulang kerja sudah di pastikan macet hingga akar-akarnya. Nata menatap Excle yang menjambak rambutnya frustasi. "Jangan main paksa. Biarin dia menyesuaikan diri. Yang penting dia udah jadi milik kamu, nggak bakal ada yang bisa nikung kamu. Sekarang kamu fokus belajar. Mengembangkan diri. Buktikan kamu bukan lelaki yang dia sangka kan. Jadi Excel yang bisa melebarkan sayap Wijaya semakin bekibar. Dengan melihat keberhasilan mu cepat atau lambat dia akan mendekat.""Sekarang pun aku bisa kasih apa yang dia butuh, dan mau.""Berarti perempuanmu special. Dia tak mau memiliki lelaki yang hanya mengandalkan hasil warisan." Mata Nata mengerling, senyumnya lebar penuh kepuasan menampakkan gigi kekuningan akibat rokok. "Dia!!" Gigi Excel bergemelutuk menahan emosi. Tangannya mengepal memukul kaca mobil. Nata tersenyum. Mengingat Laras menyindir kejantanan Excel, membuat wajah putranya seketika merah padam malu. "Kamu sama dia belum ngapa-ngapain. Temen kamu Nik
Mulut kedua anak ini menganga, bulu matanya mengerjab-ngerjab. "Berarti punya Excel kecil, kalo elo nggak ngerasain sakit," ujar Alya. Hah!! Laras dan Irma saling tatap. "Sayang banget, cowo keren begitu anunya kecil." timpal Irma. Laras membenarkan letak duduk, dia diam sesaat. Melihat Laras murung, Irma berinisiatif menghibur. "Tenang Ras. Banyak dokter canggih, dia 'kan banyak duit, lo cari dokter hebat buat ngobatin anu-nya." "Ishh ... Ngapain repot-repot. Untung tes drive dulu si Laras. Ini gunanya tes drive sebelum nikah, jadi tau dia unggul nggak, udah tinggal, Ras. Jangan di terusin," Saran Laras. "Menjerumuskan banget nih bocah satu, tes Drive, kalo Lo punya 20 pacar semua mau Lo tes?" pelotot Irma.Alya terkekeh.Laras melongo frustasi, "Masalahnya gue udah di nikahin sama Excel.""Apa!!" kembali suara kedua gadis ini menggema memenuhi kabin pesawat. Seorang pramugara tampan mendekat mengingatkan agar berbicara lebih pelan karna bisa mengganggu kenyamanan penumpang la
Laras berjalan pelan, hatinya berdebar, bukan karna mengingat ciuman mereka tetapi sedang menimbang jawaban apa yang tepat jika Irma dan yang lain bertanya. Perasaan gadis ini begitu lega ketika dia sampai di depan pintu kamar, dan tak ada pandangan mencurigakan dari teman-temannya. "Bang, gue masuk." Lirih Laras bersuara. "Nanti sampe Jakarta langsung ngabarin, ya."Laras segera membuka pintu, tetapi tangannya di cekal Excel. "Bang." Netra Laras memohon agar Excel tak berulah. "Nanti ada yang liat." Laras semakin khawatir, karna Excel sedah menyentuh pinggangnya. Excel melepas tangan dari pinggang Laras. "Gue, nyusul ke Jakarta, tungguin di rumah." Excel mengecup kening Laras, dan pergi meninggalkan Laras dengan perasaan tidak rela. Assalamualaikum. Salam Laras ketika sudah di dalam. Alya dan Irma menengok. "Tumben lo akur sampe tidur bareng."Pasokan oksigen tetiba di rasa berhenti mendengar penuturan Alya. Laras terpaku di tempat entah harus menjawab apa. "Dari dulu juga ak
Bola mata Excel membola, "Bekas Niken?? gue masih perjaka ting-ting. Ayo Ras, kita nyobain lagi." Excel membopong Laras ke atas ranjang, walau Laras berontak lelaki ini tak peduli, tangannya dengan kuat mengangkat dan merebahkan Laras di pembaringan. Dengan cepat Laras bangun dan menghindar, bak kelinci kecil sedang dalam buruan, wajah Laras terlihat khawatir."Jangan macem-macem, Bang!" Salak Laras.Kakinya Loncat dari tempat tidur ke atas sofa. Tunggu!!Kanya kalo baru pertama kali sakit, kenapa ini nggak ada berasa apa-apa ya??? pikir Laras. Excel bangun kaki kokohnya sampai di sofa dengan hanya sekali loncatan. Dengan kuat Excel mencekal tangan Laras yang sudah bersiap menghindar. Lengan kekar Excle melingkar di pinggang Laras. Nafas mereka memburu, dada yang saling melekat bergerak naik turun. Laras memasang wajah penuh permohonan."Lepasin Cel." pinggul Laras bergerak gerak menimbulkan gesekan. Tangannya memukul-mukul dada Excel. Bagi lelaki ini, tangan Laras yang memukul t
Keterkejutan mereka belum berakhir, pintu kamar tiba-tiba terbuka, netra mereka berdua membola melihat beberapa orang sudah ada di depan pintu. Laras masuk ke dalam bedcover tanpa sadar memeluk perut Excel. "Cel kenapa kita bisa ada di sini." Jantung Laras seperti berhenti berdetak mengetahui kenyataan mereka berdua sama sekali tak berbusana. Laras menutup mata, pasokan oksigen semakin menipis, yang bisa Laras lakukan saat ini adalah pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Excel memutupi seluruh tubuh Laras hingga tak terlihat. Pandangan beberapa guru nyalang mentap kepadanya. "Kalian berbuat asusila. Laras Excel." Marni si guru killer juga Ida si guru BK menyuruh yang lain menunggu di depan pintu, lalu menutup pintu dan mengunci. "Excel Laras apa yang kalian lakukan di sini?" Tanpa bicara Excel mengambil sesuatu di laci nakas mengulurkan pada Ida, yang berdiri di sebelah ranjangnya. Ida membaca dokumen di kertas tersebut. Tak menyangka jika Excel memil
Tanpa curiga Laras menuju kamar Excel. Dia ketuk pintu kamar. Namun, tak ada balasan. Setelah beberapa kali ketuk tak ada balasan, Laras berniat pergi, tetapi ponsel dalam genggaman berdenting, sebuah pesan masuk. "Tungguin aja di dalem Ras. Gue keluar sebentar." Laras masuk ke dalam kamar. Bibirnya terperangah. Waahh kamar Excel gede banget. Laras melempar dirinya ke atas ranjang dan berguling. "Bau elo Cel." gumam Laras karna menindih bantal milik lelaki jangkung itu. Sesaat dia tersadar, cepat-cepat bangun dan merapikan kasur yang acak-acakan. "Sorry Bang, kebablasan." Laras duduk di sofa menyalakan televisi. Kemana sih ini Babang, Laras melirik jam di pergelangan tangan, udah jam 10. Pikir Laras. Gue tunggu lima menit lagi deh. Laras melihat gelas di atas meja, masih terisi penuh, "Gue minum ya Bang. Aus banget lupa nggak minum air putih dari tadi." Tanpa curiga Laras meminum air mineral di atas meja, juga memakan cemilan di dalam toples. Mulutnya terus mengunyah
Laras mengacak-acak rambut. Gara-gara Emak. Pake di nikahin paksa, jadinya galon deh. Akhirnya terlena sama si redflag itu. Dan akhirnya dia dapet lagi bibir gue. Uh ... Rugi. Rugi. Laras menghentak-hentakkan kaki merasa menyesal di cium Excel semalam. Mana rasanya indah, ya Tuhan. masih nempel rasanya itu bibir."Ras!!"Laras menengok, matanya membola mengetahui siapa yang memanggil, ia berlari menghindari lelaki yang memanggilnya. Duh tuh orang kenapa berkeliaran di kepala gue."Yah, pasti marah lagi." Excel hanya memandangi Laras yang berlari pontang panting seperti melihat penampakan.Bugh."Apaan sih, Ras, pake di bantiing begitu pintunya." Irma keluar kamar mandi dengan anduk terlilit di kepala. "Kalo Excel ke sini, bilang gue belum masuk kamar.""Oce." Irma menautkan jemari membentuk huruf O."Emang lebih baik lo nggak sama Excel, Ras." Irma bergumam setelah Laras masuk kamar mandi. *** Suara hingar bingar mengisi klub malam yang di datangi Roy Boy dan beberapa kawan l