Sidang dengan mendatangkan Hendrik sebagai saksi berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan dari Ryan maupun Aya. Lagi-lagi keluar Sanjaya tak mampu mengelak segala tuduhan yang di tujukan untuk mereka, terutama Andre. Hingga Hakim memutuskan bahwa minggu depan adalahpersidangan terakhir untuk kasus gugatan perceraian yang di ajukan oleh Dayana Ekavira Adiwilaga terhadap Andre Sanjaya.
Meski keputusan belum keluar, tapi Ryan 100% yakin jika hakim akan mengabulkan gugatan dari Aya, yaitu bercerai dengan Andre.Di ruang sidang ia bisa melihat ekspresi dari keluarga Sanjaya, baik itu Andre dan ibunya. Mereka berdua memang rajin datang ke sidang meskipun sudah memiliki kuasa hukum. Ryan bisa menilai jika mungkin mereka mengincar Aya jika sampai Aya datang ke Pengadilan lalu membuntuti di mana selama ini ia berada. Kemungkinan akan membujuk atau bisa juga mengintimidasi Aya agar mencabut laporannya di kepolisian.Tadinya Ryan berencanaYang tidak mereka ketahui adalah ada seseorang yang mendengar percakapan mereka. Ia mengurungkan niatnya untuk menemui Elvan siang ini dan pergi begitu saja.Hatinya di selimuti oleh berbagai macam pikiran saat ini mengenai apa yang dibicarakan oleh anaknya dan teman-temannya.Ia akan mencari tahu mengenai hal ini semuanya tanpa terkecuali. Dan nanti setelah mendapatkan cukup bukti, ia akan langsung bertanya masalah ini pada Elvan langsung.Tapi belum tahu kapan, setidaknya ia tahu saat ini Elvan sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan untuk hidupnya. Tapi, ia merasa Elvan terlalu ikut campur pada masalah orang lain.***Aya sejak tadi hanya diam, dan sekitar 2 jam lagi Elvan akan pulang. Ia belum memasak makan malam untuk mereka berdua. Hingga Aya tergerak untuk mengirim pesan pada Elvan.Aya : Aku bingung mau masak apa, apa kau punya ide?Aya harap-harap cemas untuk menunggu balasan da
Setelah sidang kemarin Handoko langsung menuju kediaman keluarga Sanjaya bersama Martina dan Andre, untuk melaporkan semuanya pada Chandra Sanjaya.Di mana ia menyarankan agar keluarga Sanjaya menerima semua hasil keputusan yang di tetapkan oleh hakim nanti. Dan tidak melakukan naik banding atas putusan tersebut. Karena pengacara pihak Dayana mengatakan jika Dayana tidak akan menggugat harta gono-gini, jika mereka tidak naik banding. Dan menurut Handoko itu sudah penawaran yang cukup baik.Chandra sempat protes dengan hal tersebut, dan tetap ingin naik banding atas keputusan hakim, jika hakim mengabulkan gugatan Aya.Tapi, Handoko mengatakan, jika melakukan hal tersebut malah akan membuat keluarga Sanjaya semakin malu. Ia mendengar dari Pengacaranya jika Aya siap akan melakukan konferensi press untuk menjelaskan semua kronologi yang menimpa dirinya selama ini.Selama ini keberadaan Aya di cari-cari oleh para wartawan untuk dimintai
“Dad… ada apa?” tanya Elvan seraya berjalan menghampiri Ayahnya yang baru saja masuk ke dalam ruangan.Kemudian Mahanta duduk di kursi Elvan yang tadi di dudukinya dan Elvan sendiri kini duduk di kursi yang ada di sisi lain meja yang langsung berhadapan dengan Ayahnya.“Tidak ada, Dad hanya mampir ke kantor saja sebentar…” ujarnya.“Ok, aku mengerti…”“Gimana pekerjaan semuanya di sini, apa aman?” tanya Mahanta pada putranya tersebut.“Semua baik-baik saja, dan proyek resort yang ada di Pulau Seribu juga lancar tanpa kendala,” jelas Elvan.Mahanta hanya mengangguk pelan dengan wajah seriusnya.“Dad dengar saat bertemu investor kau membawa seorang wanita, siapa dia?” tanya Mahanta tanpa aba-aba yang langsung membuat mata Elvan membulat dengan sempurna.Elvan hendak menjawab tapi Mahanta menye
Hari belum gelap ketika mobil yang dikendarainya memasuki halaman rumah milik orang tuanya. Elvan memarkirkan mobilnya di tempat biasa, dan ia bisa melihat jika ayahnya berada di rumah dari mobil milik ayahnya yang berada di dalam garasi.Rasanya jantungnya berdebar saat ia mulai melangkah masuk ke dalam rumah. Di mana ia merasa seperti seorang remaja yang ketahuan oleh kedua orang tuanya jika ia memiliki seorang kekasih di luar sana. Dan bersiap-siap untuk di marahi, padahal saat ini usianya sudah 30 tahun dan pernah menikah.Elvan menghirup napas panjang kemudian menghembuskannya dengan perlahan, agar ia merasa semakin merasa tenang. Karena yang akan di hadapinya adalah ibunya, sedangkan Ayahnya siang tadi sudah mengetahui semuanya mengenai hubungannya dengan Aya.Elvan merasa sedikit lega karena tadi ayahnya bisa menerima penjelasannya. Dan kini Elvan tahu, tidak akan mudah untuk menghadapi ibunya, seperti menghadapi ayahnya. Ia sudah
“K-kamu punya pacar??” tanya Soraya tergagap, kemudian mengerjap-ngerjapkan matanya.“Kenapa kamu gak bilang kalau udah punya pacar? Siapa namanya? Anak siapa? Apa Mamih kenal orang tuanya?” tanya Soraya bertubi-tubi.Napas Elvan tampak tercekat, tapi ia mencoba untuk tetap tenang dan mempersiapkan dirinya untuk mengatakan hal ini pada ibunya sekarang.“Dayana, dari keluarga Adiwilaga…” jawab Elvan.Soraya diam, mencoba mengingat. Sedangkan Mahanta sendiri juga diam, tapi ia memperhatikan dengan sangat jelas interaksi dari anak dan istrinya tersebut.“Kayanya Mamih familiar deh nama itu…” cicit Soraya pelan sambil mengingat-ingat. Tapi beberapa detik kemudian mata Soraya membelalak.“Apaaaaa?!!! Gakkk mungkinnnn!!! Bukannya nama itu... Sanjayaa?? Yang tadi kita omongin??” tanya Soraya tak percaya dan hampir shock.
Waktu menunjukkan hampir pukul 10 malam, dan Elvan baru saja sampai di apartementnya. Ia tidak menekan bell tapi langsung membuka kunci pintu karena ia membawa kunci dan takut membangunkan Aya jika Aya sudah tidur.Begitu masuk ke dalam Elvan mendengar sayup-sayup suara televisi yang menyala. Tapi ia tidak bisa melihat Aya, biasanya saat terdengar pintu di buka Aya akan langsung menghampirinya, tapi tidak dengan kali ini.Elvan melepas sepatunya kemudian mengganti dengan sendal yang ada di rak sepatu dekat pintu, lalu mulai berjalan perlahan lebih masuk ke dalam apartementnya.Elvan berjalan menuju ruang tengah di mana televisi berada, kemudian ia menemukan Aya yang sedang terlelap di sofa dengan televisi yang masih menyala.Elvan tersenyum lembut kemudian menghampiri Aya dan berjongkok di depan sofa setelah terlebih dahulu mematikan televisi yang menyala.“Kau menunggu sampai ke tiduran di sini?” bisik Elv
Tanpa di duga oleh Elvan sebelumnya, hari ini sekitar pukul 10 pagi ayahnya kembali datang ke kantor, dan kini ia sudah ada di ruangannya. Duduk di kursi yang biasa Elvan tempati, dan menatapnya dengan serius.“Apa kau tahu? Mamihmu marah saat kau pergi begitu saja dari rumah semalam,” ujar Mahanta membuka pembicaraan.“Aku bisa menebaknya, Dad…” sahut Elvan.“Lalu?” tanya Mahanta singkat.Elvan menatap ayahnya dengan serius, “Aku tetap pada pendirianku!” tegas Elvan.Terlihat Mahanta menghembuskan napas beratnya. Sebagai seorang ayah sekaligus suami, Mahanta sangat mengenal karakter istri dan putranya ini. Jika mereka berdua sudah berkeinginan maka akan sulit untuk dipatahkan. Dan kali ini, keinginan mereka bertentangan.“Mamihmu, gak akan bisa luluh begitu saja, dan sepanjang malam dia memikirkanmu terus…”Terlih
Aya dan Elvan sudah bangun sangat pagi, seperti biasanya Aya menyiapkan makanan untuk sarapan mereka berdua. Dan tak lama kemudian mereka membersihkan tubuhnya mereka. Tak banyak pakaian yang dibawa karena mereka hanya akan menginap satu hari saja di villa, jadi hanya Aya yang membawa koper. Sedangkan Elvan masih memiliki pakaian di villa.Sekitar setengah jam lagi mereka akan berangkat, kini mereka masih duduk santai menikmati teh mereka di depan televisi. Beberapa kali Elvan juga menerima panggilan dari rekan kerjanya termasuk Andrew. Meski hari libur tapi tetap saja ada beberapa pekerjaan yang harus di bahas olehnya.Aya hanya duduk manis di samping Elvan dan menemaninya. Ia sama sekali tidak terganggu dengan kesibukan Elvan. Aya sudah sangat menyadarinya, jika Elvan adalah orang penting dan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.Sesekali Aya menoleh pada Elvan, dan mendengarkan apa yang sedang di bicarakannya, dan Aya menutup mulutn
Setelah Metta bisa meredam emosinya ia kembali berkata seraya menatap Andrew lagi. Jika tidak ingat siapa Andrew, dan sudah banyak pertolongannya padanya, sudah pasti Metta akan menghajar Andrew dengan tangannya saat ini juga. Tapi dia bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri, jadi Metta berusaha menahan dirinya dan tetap berpikir dingin."Karena aku bukan bocil yang biasa dicium cowok gitu aja, Kak. Apalagi setelah tau, cowok yang menciumku adalah seorang player. Aku gak biasa banget kaya gitu dan gak mau di biasakan untuk hal yang seperti itu. Mencium itu seharusnya pakai hati pake perasaan, demikian juga yang terima ciumann dari kakak. Bukan sekedar rasa kepo pengen tau rasanya dicium kaya apa. Aku gak kaya Kakak. Mungkin buat Kakak itu hal yang biasa, Kakak bebas mencium siapa aja, tapi gak denganku!”Andrew terdiam mendengar perkataan Metta yang terdengar sangat serius itu.“Asal Kakak tahu, aku emang menghindari Kakak! Dan minggu lalu aku bohong soalnya da
Sudah tiga hari ini Andrew mencoba menghubungi Metta dengan mengiriminya chat, tapi Metta tak pernah membalasnya, hanya membacanya saja. Bahkan Andrew juga sempat menghubunginya melalui panggilan suara bahkan panggilan video, tapi Metta tak mengangkatnya sama sekali.“Bocil ini aneh banget sihh… Apa datang bulannya belum selesai?” gumam Andrew di dalam ruangannya.Tadinya ia ada rencana untuk makan siang di luar, karena setelah makan siang ia ada janji dengan klien dan tempatnya berdekatan dengan kampus Metta. Jadi dia mau mengajak Metta makan siang bersama jika dia ada di kampus, tapi selama tiga hari ini dan yang barusan terakhir Metta tetap tak menggubrisnya.“Ini bener-bener aneh…” gumam Andrew lagi.Ia belum bisa menemui Metta kecuali siang ini, karena besok sampai akhir pekan ini Andrew sangat sibuk. Tapi ia penasaran pada Metta yang tiba-tiba saja berubah drastis padanya.“Kalau ada waktu nanti aku temui dia deh…” ujar Andrew lagi.Andrew masih sangat penasaran mengapa Metta ja
“Ck!” Andrew tampak kesal saat ia membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan itu, wanita yang tadi berbicara dengan Andrew pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.“Sorry, agak lama nunggunya,” ujar Andrew begitu ia sudah kembali masuk ke dalam mobil, dan langsung memasang sabuk pengaman ke tubuhnya. Andrew juga langsung menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi sekarang!”“Hmm…” sahut Metta. Masih ada perasaan tak percaya dalam dirinya atas apa yang sudah di lihatnya beberapa saat yang lalu dan pengakuan dari mulut Andrew sendiri bahwa ia memiliki banyak mantan kekasih bahkan kini tangannya terasa gemetar. Metta mencoba mengeratkan genggamannya agar Andrew tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya.Mobil yang Andrew kendarai mulai memasuki jalanan besar. “Kita pulang aja, Kak.” Metta tiba-tiba saja berkata.“Loh, kan kamu mau nemenin aku ke sana!” sahut Andrew.“Gak enak badan, Kak. Tiba-tiba lemes!” ujar Metta.Andrew menolehkan pandangannya pada Metta sejenak, “Mau ke rumah s
“Makanan di sini emang enak ternyata,” ujar Andrew setelah ia mencoba makanannya yang beberapa saat lalu sudah datang dan di sajikan di hadapan mereka.Metta yang duduk di hadapan Andrew mengangguk menyetujuinya. Memang makanan yang sedang di makannya pun juga terasa enak. Meski pun ia sebenarnya bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan.“Iya, Kak. Enak…” sahut Metta.Andrew tersenyum, “Eh masih sakit?” tanyanya.Metta menggeleng, “Gak kok, Kak. Udah mendingan,” bohong Metta. Karena sudah terlanjur berbohong jadi Metta harus terus melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia buat sendiri.Duduk di hadapan Andrew seperti ini sangatlah tersiksa, tapi Metta mencoba untuk mengontrol dirinya. Jadi saat menatap Andrew di usahakan dirinya tidak melihat bibir Andrew atau matanya tapi melihat ke arah keningnya saja untuk menghindari kontak mata.“Abis dari sini enaknya ke mana ya?” tanya Andrew.“Aku gak tau, Kak.”“Lumayan, tumben-tumenan aku pengen jalan-jalan kaya gini, udah lama juga ka
Andrew yang sudah membaringkan tubuhnya dan bersiap untuk tidur kembali mendudukkan tubuhnya lalu meraih ponselnya. Kemudian ia mengetikkan sesuatu di sana.Andrew : Bocil udah tidur belum?Metta yang hampir terlelap kembali terbangun karena ponselnya berbunyi, saat ia memeriksanya rupanya pesan dari Andrew. Seketika rasa kantuknya hilang begitu saja.Metta : Baru mau tidur, Kak. Kenapa?Andrew : Traktir akunya besok aja ya, kamu kan gak mungkin latihan dengan kondisi perut kamu yang masih sakit.Seketika mata Metta membulat, karena ia tahu persis kondisi tubuhnya. Semuanya baik-baik saja, dan datang bulan itu hanyalah kebohongan.Metta : Tapi Kak, besok pasti udah gak apa-apa kok.Andrew : Masa kamu lagi datang bulan mau olah raga berat sih? Ngaco deh…“Aduhhh alesan apa yaa buat nolaknya,” gumam Metta yang terus menatap layar ponselnya.Andrew : Pokoknya besok aku jemput ya, jadi gak usah pake motor ahh panas!Metta : Tapi Kak aku mau latihan aja.Andrew : Gak usah deh, kan lagi sak
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi