Sopir dan Aya akhirnya berhasil untuk membaringkan tubuh Elvan di atas tempat tidurnya di dalam kamar. Karena sudah hampir tengah malam, Aya tidak tega jika membiarkan sopir tersebut menemaninya untuk menjaga Elvan.
“Pak, Bapak boleh pulang. Biar Elvan aku yang mengurusnya,” ucap Aya pada sopir dengan umur sekitar pertengahan 40 tahunan itu.
“Baik, Nyonya. Besok pagi saya akan kembali ke sini untuk menjemput Tuan,” balasnya. Aya mengangguk pelan.
Kemudian Aya mengantar sopir tersebut ke depan villa dan segera mengunci pintu depan. Aya kembali memastikan jika ia sudah menguncinya dengan benar. Ia takut jika sampai lupa mengunci pintu ada orang yang berniat jahat masuk ke dalam villa.
Setelah semuanya selesai dan yakin sudah mengunci pintu dengan benar, Aya kembali naik ke lantai dua. Kembali masuk ke dalam kamar Elvan untuk memeriksanya sebentar sebelum ia kembali ke kamarnya d
Semalam Elvan bermimpi bertemu dengan Davina. Dalam mimpinya ia memeluk erat Davina istrinya melepaskan rasa rindunya yang tertahan setelah sekian lama.Elvan memeluk erat Davina kemudian mengecupnya. Hal biasa yang ia lakukan pada Davina dulu. Elvan sadar jika itu hanya lah mimpi. Karena Davina kini sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya.Elvan ingat semalam ia mabuk meski hanya meminum satu gelas alkohol saja. Sejak dulu ia memang tidak tahan dengan minuman beralkohol dan kemarin, ia terpaksa meminum satu gelas red wine setelah lemon juice-nya habis.Tubuhnya terasa berat dan kaku dengan kepala yang masih terasa pengar.Tapi Elvan ingat dengan benar, semalam seperti bukan mimpi, seolah Davina memang hadir dan menemani nya sepanjang malam. Memeluknya dan menyebut namanya.Tapi yang tidak di sangka oleh Elvan, sampai detik ini ia merasa masih memeluk tubuh Davina.&nbs
Elvan sudah pergi ke tempat proyek untuk memantau pekerjaan di sana. Pengar di kepalanya sudah hilang sama sekali. Tapi pikirannya tetap kacau karena ia masih kepikiran dengan apa yang terjadi tadi malam.Ia merasa tak enak pada Aya. Hingga ia tak mampu mengatakan apapun di hadapan Aya pagi tadi ketika mereka sarapan bersama. Begitu juga sebaliknya. Aya lebih banyak menunduk dan tidak mengatakan apapun juga.Elvan sangat bersalah, karena kecerobohannya semua itu harus terjadi.Ia menghela napas panjang, “Betapa bodohnya aku…” lirih Elvan."Mungkin nanti sore aku akan berbicara dengannya dan meminta maaf padanya," gumam Elvan pelan.Sementara itu, Aya di temani oleh Ega menikmati pemandangan laut sambil berenang di kolam belakang villa. Masih ada beberapa bekas luka yang belum hilang di punggung Aya, oleh karena itu ia sengaja tidak menggunakan pakaian renang ya
Pagi ini saat Elvan membuka matanya, ia menerima panggilan suara dari Ryan yang langsung ia angkat begitu saja.“Ada apa?” tanya Elvan dengan suara paraunya.“Gue lupa mau ngasih tahu Lu, Van. Kemaren gue terlalu sibuk bikin duplik dan juga ketemu sama klien gue yang lain,” sahut Ryan di seberang sana.“Iya ada apaan?” tanya Elvan tak sabaran.“Handoko, beberapa hari ini dia terus ngejar gue dan minta ketemu,” sahut Ryan.“Terus?”“3 hari yang lalu gue langsung kirim pesan ke dia kalau gue udah masukin laporan tentang kejadian di hotel, dan sejak itu dia terus ngejar gue. Gue yakin Sanjaya minta kita cabut laporan penganiayaan itu,” jelas Ryan.“Ngerti-ngerti,” balas Elvan yang masih berbaring di atas tempat tidurnya. Semalam ia sedikit kesulitan tidur kar
Acara malam ini berlangsung dengan sederhana untuk kategori pengusaha kelas atas karena acara tersebut di adakan di salah satu sudut resort yang langsung menghadap ke pantai, dan merupakan resort yang mewah di kawasan ini.Beberapa tamu undangan yang hadir amat di kenal oleh Elvan. Terutama rekan kerjanya ini.Aya berdiri di sampingnya dengan anggun, tampak sangat cantik dan tampilannya begitu memukau meski tanpa sapuan make up yang tebal. Sepanjang perjalanan Elvan tak lepas memperhatikan Aya yang tampak sangat berbeda di banding kesehariannya.Siang tadi mereka memilih gaun untuk Aya yang tidak terlalu terbuka, selain Aya tidak menyukainya, ia juga merasa risih dengan bekas luka yang masih terlihat di punggungnya meski samar.Karena takut ada yang mengenali Aya sebagai menantu dari keluarga Sanjaya, Elvan sudah memikirkan hal ini sampai sejauh ini, Elvan meminta penata rias untuk sedikit meng
Sebentar lagi Aya dan Elvan akan kembali ke Jakarta, Elvan maupun Aya sudah bersiap dengan koper mereka dan langsung di bawakan oleh sopir dimasukkan ke dalam bagasi mobil.“Mbakkk, kalau aku kangen gimana?” tanya Ega yang kini memeluk Aya.“Gampang, tinggal telpon atau kirim chat ke Mbak!” jawab Aya. “Kan udah nyimpen nomor Mbak.”“Iya, kalau kangen jalan-jalan sama Mbak gimana coba?” tanya Ega lagi.“Ya gak bisa dong, Ega. Masa Mbak langsung terbang ke sini, lagian kamu kalau ajak jalan-jalan suka ngajakin ngecengin bule mulu ahh…” seru Aya.Elvan yang mendengarnya mengerutkan keningnya.“Ihh, Mbak diem-diem aja kenapa!” sungut Ega.Aya terkekeh geli, “Iya iya rahasia, rahasia kita berdua aja!”“Ck! Udah gak jadi berdua
Aya hanya bisa melongo saat memasuki apartemen milik Elvan, sungguh mewah dan luas. Dengan desain yang minimalis sangat terkesan nyaman untuk di tinggali, meski terkesan begitu maskulin di beberapa tempat.“Aku sudah meminta orang untuk membersihkannya sebelum kita datang,” ujar Elvan memecah kekaguman Aya pada tempat ini.Aya menoleh pada Elvan kemudian mengangguk, “Aku bisa melihatnya, karena semua tampak sudah sangat bersih, tidak seperti tempat yang sudah lama tidak di tinggali,” sahut Aya.“Apa kau ingin melihat kamarmu?” tanya Elvan kemudian.“Boleh,” sahut Aya kemudian.Lalu Elvan membantu Aya untuk membawa kopernya, awalnya Aya menolaknya tapi Elvan sedikit memaksa hingga Aya tidak dapat menolaknya lagi.Apartemen Elvan hanya terdiri dari satu lantai, tapi cukup luas.“Ini kama
“Lu kenapa sih? Dari tadi cuma bengonggg aja mulu!!” seru Andrew membuyarkan lamunan Elvan.Elvan hanya menoleh pada Andrew kemudian mendesis kesal. Elvan tidak mau memperdulikan Andrew yang kini sudah duduk di depannya seraya menaruh makan siang mereka.“Gak ada!” seru Elvan dingin.Padahal ia sejak tadi tak bisa melupakan kejadian tadi pagi, meski ia sudah mencoba untuk mengenyahkannya tapi tetap saja bayangan akan paha mulus milik Aya terus memenuhi isi kepalanya, terutama di bagian celana dalamnya.“Masa sihh! Kok gue gak yakin yaa…” sahut Andrew lagi yang kini mulai membuka makan siangnya.Elvan melirik pada Andrew.“Kenapa Lu makan di sini, hah?! sana di ruangan Lu sendiri!” seru Elvan mengusir Andrew.“Gak ahh, udah gak asik istirahat di ruangan gue lagi, gak ada Sandra!&
“Apa kau sudah makan malam? Jika belum aku akan memasakkannya untukmu,” tawar Aya yang baru saja keluar dari dalam kamar setelah mengganti pakaiannya. Dan Elvan masih berada di ruang tengah dengan televisi yang masih menyala.Saat di perhatikan, Elvan sendiri sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih santai.Elvan menoleh pada arah sumber suara dan menemukan Aya yang sudah berdiri di sampingnya. Elvan tampak memperhatikan Aya dari atas hingga ke bawah. Di mana Aya sudah memakai jaket tebal dengan model parka dan juga celana legging berwarna hitam yang membalut kakinya yang ramping.‘Sangat tertutup. Apa di sini begitu dingin?!’ gumam Elvan dalam hatinya. Jika di lihat Aya sudah mirip dengan orang Eskimo, yang tinggal di kutub. Hanya saja Aya tidak memakai topi yang menempel di jaket itu dan membiarkannya tetap di belakangnya.Tentu saja Aya tidak memiliki jaket sepe
Setelah Metta bisa meredam emosinya ia kembali berkata seraya menatap Andrew lagi. Jika tidak ingat siapa Andrew, dan sudah banyak pertolongannya padanya, sudah pasti Metta akan menghajar Andrew dengan tangannya saat ini juga. Tapi dia bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri, jadi Metta berusaha menahan dirinya dan tetap berpikir dingin."Karena aku bukan bocil yang biasa dicium cowok gitu aja, Kak. Apalagi setelah tau, cowok yang menciumku adalah seorang player. Aku gak biasa banget kaya gitu dan gak mau di biasakan untuk hal yang seperti itu. Mencium itu seharusnya pakai hati pake perasaan, demikian juga yang terima ciumann dari kakak. Bukan sekedar rasa kepo pengen tau rasanya dicium kaya apa. Aku gak kaya Kakak. Mungkin buat Kakak itu hal yang biasa, Kakak bebas mencium siapa aja, tapi gak denganku!”Andrew terdiam mendengar perkataan Metta yang terdengar sangat serius itu.“Asal Kakak tahu, aku emang menghindari Kakak! Dan minggu lalu aku bohong soalnya da
Sudah tiga hari ini Andrew mencoba menghubungi Metta dengan mengiriminya chat, tapi Metta tak pernah membalasnya, hanya membacanya saja. Bahkan Andrew juga sempat menghubunginya melalui panggilan suara bahkan panggilan video, tapi Metta tak mengangkatnya sama sekali.“Bocil ini aneh banget sihh… Apa datang bulannya belum selesai?” gumam Andrew di dalam ruangannya.Tadinya ia ada rencana untuk makan siang di luar, karena setelah makan siang ia ada janji dengan klien dan tempatnya berdekatan dengan kampus Metta. Jadi dia mau mengajak Metta makan siang bersama jika dia ada di kampus, tapi selama tiga hari ini dan yang barusan terakhir Metta tetap tak menggubrisnya.“Ini bener-bener aneh…” gumam Andrew lagi.Ia belum bisa menemui Metta kecuali siang ini, karena besok sampai akhir pekan ini Andrew sangat sibuk. Tapi ia penasaran pada Metta yang tiba-tiba saja berubah drastis padanya.“Kalau ada waktu nanti aku temui dia deh…” ujar Andrew lagi.Andrew masih sangat penasaran mengapa Metta ja
“Ck!” Andrew tampak kesal saat ia membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan itu, wanita yang tadi berbicara dengan Andrew pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.“Sorry, agak lama nunggunya,” ujar Andrew begitu ia sudah kembali masuk ke dalam mobil, dan langsung memasang sabuk pengaman ke tubuhnya. Andrew juga langsung menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi sekarang!”“Hmm…” sahut Metta. Masih ada perasaan tak percaya dalam dirinya atas apa yang sudah di lihatnya beberapa saat yang lalu dan pengakuan dari mulut Andrew sendiri bahwa ia memiliki banyak mantan kekasih bahkan kini tangannya terasa gemetar. Metta mencoba mengeratkan genggamannya agar Andrew tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya.Mobil yang Andrew kendarai mulai memasuki jalanan besar. “Kita pulang aja, Kak.” Metta tiba-tiba saja berkata.“Loh, kan kamu mau nemenin aku ke sana!” sahut Andrew.“Gak enak badan, Kak. Tiba-tiba lemes!” ujar Metta.Andrew menolehkan pandangannya pada Metta sejenak, “Mau ke rumah s
“Makanan di sini emang enak ternyata,” ujar Andrew setelah ia mencoba makanannya yang beberapa saat lalu sudah datang dan di sajikan di hadapan mereka.Metta yang duduk di hadapan Andrew mengangguk menyetujuinya. Memang makanan yang sedang di makannya pun juga terasa enak. Meski pun ia sebenarnya bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan.“Iya, Kak. Enak…” sahut Metta.Andrew tersenyum, “Eh masih sakit?” tanyanya.Metta menggeleng, “Gak kok, Kak. Udah mendingan,” bohong Metta. Karena sudah terlanjur berbohong jadi Metta harus terus melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia buat sendiri.Duduk di hadapan Andrew seperti ini sangatlah tersiksa, tapi Metta mencoba untuk mengontrol dirinya. Jadi saat menatap Andrew di usahakan dirinya tidak melihat bibir Andrew atau matanya tapi melihat ke arah keningnya saja untuk menghindari kontak mata.“Abis dari sini enaknya ke mana ya?” tanya Andrew.“Aku gak tau, Kak.”“Lumayan, tumben-tumenan aku pengen jalan-jalan kaya gini, udah lama juga ka
Andrew yang sudah membaringkan tubuhnya dan bersiap untuk tidur kembali mendudukkan tubuhnya lalu meraih ponselnya. Kemudian ia mengetikkan sesuatu di sana.Andrew : Bocil udah tidur belum?Metta yang hampir terlelap kembali terbangun karena ponselnya berbunyi, saat ia memeriksanya rupanya pesan dari Andrew. Seketika rasa kantuknya hilang begitu saja.Metta : Baru mau tidur, Kak. Kenapa?Andrew : Traktir akunya besok aja ya, kamu kan gak mungkin latihan dengan kondisi perut kamu yang masih sakit.Seketika mata Metta membulat, karena ia tahu persis kondisi tubuhnya. Semuanya baik-baik saja, dan datang bulan itu hanyalah kebohongan.Metta : Tapi Kak, besok pasti udah gak apa-apa kok.Andrew : Masa kamu lagi datang bulan mau olah raga berat sih? Ngaco deh…“Aduhhh alesan apa yaa buat nolaknya,” gumam Metta yang terus menatap layar ponselnya.Andrew : Pokoknya besok aku jemput ya, jadi gak usah pake motor ahh panas!Metta : Tapi Kak aku mau latihan aja.Andrew : Gak usah deh, kan lagi sak
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi