“A-apa ini, Pah?” tanya Shella tergagap karena kaget.
Chandra menatap nyalang Shella, sedangkan Martina hanya diam kebingungan.
“Pah, ini ada apa sih? Yang di dalam map itu apa?” tanya Martina pada akhirnya.
“Kauu!!!” geram Chandra menunjuk pada Shella. “Kau sudah berani membuat visum palsu untuk di jadikan bukti di Pengadilan?? Otakmu kau simpan di mana??!!” pekik Chandra.
Baik Shella maupun Martina kaget bukan kepala, mereka kaget dengan hal yang berbeda.
“Apa maksudmu, Pah? Visum palsu apa? Bukankah Shella mendapatkannya dari seorang temannya yang dokter?” tanya Martina.
“Tanyakan padanya langsung! Untung saja Handoko jeli dan selalu meneliti bukti dari klien sebelum memprosesnya! Jika sampai visum ini masuk ke Pengadilan, dan pengacaranya si menantu durhaka meneliti dan bisa membuktikan vis
Sopir dan Aya akhirnya berhasil untuk membaringkan tubuh Elvan di atas tempat tidurnya di dalam kamar. Karena sudah hampir tengah malam, Aya tidak tega jika membiarkan sopir tersebut menemaninya untuk menjaga Elvan.“Pak, Bapak boleh pulang. Biar Elvan aku yang mengurusnya,” ucap Aya pada sopir dengan umur sekitar pertengahan 40 tahunan itu.“Baik, Nyonya. Besok pagi saya akan kembali ke sini untuk menjemput Tuan,” balasnya. Aya mengangguk pelan.Kemudian Aya mengantar sopir tersebut ke depan villa dan segera mengunci pintu depan. Aya kembali memastikan jika ia sudah menguncinya dengan benar. Ia takut jika sampai lupa mengunci pintu ada orang yang berniat jahat masuk ke dalam villa.Setelah semuanya selesai dan yakin sudah mengunci pintu dengan benar, Aya kembali naik ke lantai dua. Kembali masuk ke dalam kamar Elvan untuk memeriksanya sebentar sebelum ia kembali ke kamarnya d
Semalam Elvan bermimpi bertemu dengan Davina. Dalam mimpinya ia memeluk erat Davina istrinya melepaskan rasa rindunya yang tertahan setelah sekian lama.Elvan memeluk erat Davina kemudian mengecupnya. Hal biasa yang ia lakukan pada Davina dulu. Elvan sadar jika itu hanya lah mimpi. Karena Davina kini sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya.Elvan ingat semalam ia mabuk meski hanya meminum satu gelas alkohol saja. Sejak dulu ia memang tidak tahan dengan minuman beralkohol dan kemarin, ia terpaksa meminum satu gelas red wine setelah lemon juice-nya habis.Tubuhnya terasa berat dan kaku dengan kepala yang masih terasa pengar.Tapi Elvan ingat dengan benar, semalam seperti bukan mimpi, seolah Davina memang hadir dan menemani nya sepanjang malam. Memeluknya dan menyebut namanya.Tapi yang tidak di sangka oleh Elvan, sampai detik ini ia merasa masih memeluk tubuh Davina.&nbs
Elvan sudah pergi ke tempat proyek untuk memantau pekerjaan di sana. Pengar di kepalanya sudah hilang sama sekali. Tapi pikirannya tetap kacau karena ia masih kepikiran dengan apa yang terjadi tadi malam.Ia merasa tak enak pada Aya. Hingga ia tak mampu mengatakan apapun di hadapan Aya pagi tadi ketika mereka sarapan bersama. Begitu juga sebaliknya. Aya lebih banyak menunduk dan tidak mengatakan apapun juga.Elvan sangat bersalah, karena kecerobohannya semua itu harus terjadi.Ia menghela napas panjang, “Betapa bodohnya aku…” lirih Elvan."Mungkin nanti sore aku akan berbicara dengannya dan meminta maaf padanya," gumam Elvan pelan.Sementara itu, Aya di temani oleh Ega menikmati pemandangan laut sambil berenang di kolam belakang villa. Masih ada beberapa bekas luka yang belum hilang di punggung Aya, oleh karena itu ia sengaja tidak menggunakan pakaian renang ya
Pagi ini saat Elvan membuka matanya, ia menerima panggilan suara dari Ryan yang langsung ia angkat begitu saja.“Ada apa?” tanya Elvan dengan suara paraunya.“Gue lupa mau ngasih tahu Lu, Van. Kemaren gue terlalu sibuk bikin duplik dan juga ketemu sama klien gue yang lain,” sahut Ryan di seberang sana.“Iya ada apaan?” tanya Elvan tak sabaran.“Handoko, beberapa hari ini dia terus ngejar gue dan minta ketemu,” sahut Ryan.“Terus?”“3 hari yang lalu gue langsung kirim pesan ke dia kalau gue udah masukin laporan tentang kejadian di hotel, dan sejak itu dia terus ngejar gue. Gue yakin Sanjaya minta kita cabut laporan penganiayaan itu,” jelas Ryan.“Ngerti-ngerti,” balas Elvan yang masih berbaring di atas tempat tidurnya. Semalam ia sedikit kesulitan tidur kar
Acara malam ini berlangsung dengan sederhana untuk kategori pengusaha kelas atas karena acara tersebut di adakan di salah satu sudut resort yang langsung menghadap ke pantai, dan merupakan resort yang mewah di kawasan ini.Beberapa tamu undangan yang hadir amat di kenal oleh Elvan. Terutama rekan kerjanya ini.Aya berdiri di sampingnya dengan anggun, tampak sangat cantik dan tampilannya begitu memukau meski tanpa sapuan make up yang tebal. Sepanjang perjalanan Elvan tak lepas memperhatikan Aya yang tampak sangat berbeda di banding kesehariannya.Siang tadi mereka memilih gaun untuk Aya yang tidak terlalu terbuka, selain Aya tidak menyukainya, ia juga merasa risih dengan bekas luka yang masih terlihat di punggungnya meski samar.Karena takut ada yang mengenali Aya sebagai menantu dari keluarga Sanjaya, Elvan sudah memikirkan hal ini sampai sejauh ini, Elvan meminta penata rias untuk sedikit meng
Sebentar lagi Aya dan Elvan akan kembali ke Jakarta, Elvan maupun Aya sudah bersiap dengan koper mereka dan langsung di bawakan oleh sopir dimasukkan ke dalam bagasi mobil.“Mbakkk, kalau aku kangen gimana?” tanya Ega yang kini memeluk Aya.“Gampang, tinggal telpon atau kirim chat ke Mbak!” jawab Aya. “Kan udah nyimpen nomor Mbak.”“Iya, kalau kangen jalan-jalan sama Mbak gimana coba?” tanya Ega lagi.“Ya gak bisa dong, Ega. Masa Mbak langsung terbang ke sini, lagian kamu kalau ajak jalan-jalan suka ngajakin ngecengin bule mulu ahh…” seru Aya.Elvan yang mendengarnya mengerutkan keningnya.“Ihh, Mbak diem-diem aja kenapa!” sungut Ega.Aya terkekeh geli, “Iya iya rahasia, rahasia kita berdua aja!”“Ck! Udah gak jadi berdua
Aya hanya bisa melongo saat memasuki apartemen milik Elvan, sungguh mewah dan luas. Dengan desain yang minimalis sangat terkesan nyaman untuk di tinggali, meski terkesan begitu maskulin di beberapa tempat.“Aku sudah meminta orang untuk membersihkannya sebelum kita datang,” ujar Elvan memecah kekaguman Aya pada tempat ini.Aya menoleh pada Elvan kemudian mengangguk, “Aku bisa melihatnya, karena semua tampak sudah sangat bersih, tidak seperti tempat yang sudah lama tidak di tinggali,” sahut Aya.“Apa kau ingin melihat kamarmu?” tanya Elvan kemudian.“Boleh,” sahut Aya kemudian.Lalu Elvan membantu Aya untuk membawa kopernya, awalnya Aya menolaknya tapi Elvan sedikit memaksa hingga Aya tidak dapat menolaknya lagi.Apartemen Elvan hanya terdiri dari satu lantai, tapi cukup luas.“Ini kama
“Lu kenapa sih? Dari tadi cuma bengonggg aja mulu!!” seru Andrew membuyarkan lamunan Elvan.Elvan hanya menoleh pada Andrew kemudian mendesis kesal. Elvan tidak mau memperdulikan Andrew yang kini sudah duduk di depannya seraya menaruh makan siang mereka.“Gak ada!” seru Elvan dingin.Padahal ia sejak tadi tak bisa melupakan kejadian tadi pagi, meski ia sudah mencoba untuk mengenyahkannya tapi tetap saja bayangan akan paha mulus milik Aya terus memenuhi isi kepalanya, terutama di bagian celana dalamnya.“Masa sihh! Kok gue gak yakin yaa…” sahut Andrew lagi yang kini mulai membuka makan siangnya.Elvan melirik pada Andrew.“Kenapa Lu makan di sini, hah?! sana di ruangan Lu sendiri!” seru Elvan mengusir Andrew.“Gak ahh, udah gak asik istirahat di ruangan gue lagi, gak ada Sandra!&
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi
Andrew menyusul Metta setelah Metta sudah pergi beberapa menit, karena ia merasa sedikit khawatir. Andrew bisa melihat Metta yang sedang duduk bersama wanita bernama Tasya itu, dan mereka tampak begitu serius.Andrew sengaja tak menghampiri mereka karena ingin membiarkan Metta mengatasinya sendiri antar sesama wanita terlebih dahulu. Dan jika tidak terlalu krusial ia hanya akan mengamatinya saja dari jauh. Metta sudah beranjak dewasa dan cukup matang untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.Tujuan Andrew datang menemani Metta adalah untuk menguatkan mental dan rasa percaya diri Metta menuntaskan masalahnya setelah setahun ini dikucilkan dan dibully oleh teman-teman seangkatannya. Terlebih setelah menemukan sedikit bukti tentang pangkal masalahnya ada pada seorang pria yang pernah akan melecehkannya. Dengan kehadirannya, Andrew ingin Metta merasa lebih kuat karena kini ia tidak sendirian, ada Andrew yang mengerti akan masalah yang dipendamnya selama 1,5 tahun ini dan Andrew akan b
Andrew yang sedang memejamkan matanya untuk beristirahat, mendengar suara ketukan di jendela mobilnya dan segera membuka matanya. Ia bisa melihat Metta yang sudah datang, hingga ia dengan cepat ia membuka kunci mobilnya sambil mematikan musik yang masih mengalun di dalam mobilnya. Untung saja ia menyetel suara musik di dalam mobilnya tidak terlalu kencang hingga suara ketukan itu dapat didengarnya karena mobilnya dilengkapi dengan peredam suara.“Kak, tidur?” tanya Metta saat ia membuka pintu mobil Andrew, tapi ia tidak masuk ke dalamnya.“Gak, cuma istirahat aja,” sahut Andrew.“Masih sakit?” tanya Metta lagi.Andrew menggeleng. Tak lama kemudian ia segera turun dari dalam mobil. Lalu berjalan menghampiri Metta.“Ada di mana dia? Apa kita mau temui dia sekarang juga?” tanya Andrew kemudian.“Kayanya dia udah di kantin deh, Kak.”“Mau sekarang?” tanya Andrew lagi.Metta mengangguk, “Tapi kita coba liat dia di kantin dulu ya… terus cari kesempatan buat aku ngajak dia ngobrol.”“Boleh,
Metta : Aku udah di kampus, Kak.Andrew yang sudah berada di ruangannya membaca pesan yang dikirimkan oleh Metta padanya. 2 hari yang lalu saat Metta menceritakan apa yang terjadi padanya, Andrew berjanji akan menemani Metta untuk menemui Tasya.Mungkin sebenarnya Metta berani menghadapinya sendiri, hanya saja Andrew sedikit khawatir ketika Metta akan menemui pria bernama Bagas itu juga.Jadi Andrew sedikit memaksa untuk ikut menemani Metta.Andrew : Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu, dan mencari alasan pada Kakak Iparmu untuk keluar.Metta : Siap, Kak. Aku ada dua sks sekarang, nanti siang ada kelas lagi.Andrew : Aku mengerti.Metta hanya menatap layar ponselnya, ia tak mengirim pesan lagi pada Andrew karena takut mengganggunya. “Lagi apa, Ta?” tanya Alina yang baru saja menghampirinya dan sedikit mengagetkan Metta.“Hei, gue baru bales chat,” sahut Metta.“Pacar Lu?” tanya Alina yang kini sudah duduk di samping Metta.Metta mengangguk, “Nanti setelah kelas ini sel
Sementara Andrew mandi, Metta mencuci mangkuk yang tadi sudah di gunakan Andrew untuk makan. Lalu ia duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil menunggu Andrew selesai.Metta hanya bisa mengajak Andrew untuk bertukar pikiran dengan hasil temuannya kemarin di dekat tempat parkir. Karena hanya Andrew saja yang tahu masalah ini. Tidak mungkin ia menceritakan masalah ini pada orang tua atau kakaknya, ini hanya akan membuat mereka khawatir saja.Metta memindahkan channel televisi untuk mencari program yang menarik, tapi sayangnya tak ada satupun acara yang membuatnya tertarik untuk menonton, hingga ia hanya menyalakan televisinya begitu saja, sementara ia berkutat dengan ponselnya dan berselancar di internet.Sekitar 20 menit kemudian terdengar suara langkah mendekatinya, Metta langsung menoleh pada Andrew yang sudah selesai mandi dan berpakaian. Bisa di lihat rambutnya masih setengah basah. Andrew kemudian menghampiri Metta dan duduk di sebelah seraya mengambil remote televisi dan menco
Tanpa patah semangat Metta terus menekan bell pintu apartement Andrew. Ia sudah bisa menebaknya dari jawaban Andrew semalam. Mengajaknya latihan hari ini akan menjadi tantangan yang berat untuknya. Metta yakin jika Andrew sengaja, menulikan telinganya saat ia menekan bell apartement.“Ohh lihat saja! Aku bukan orang yang pantang menyerah jika hanya seperti ini!” seru Metta dengan penuh semangat, bukan hanya itu Metta juga melakukan panggilan suara pada ponsel Andrew, agar di dalam semakin tambah bising.Perpaduan bunyi ponsel dan bell begitu sangat sempurna. Itu pun jika ponsel Andrew tidak dalam keadaan mode silent.Sementara itu di dalam kamar di atas tempat tidur, Andrew menutupi kedua telinganya dengan bantal. Agar suara-suara ini tidak mengganggu waktunya untuk tidur.Ia berpikir, jika sebentar lagi juga Metta akan menyerah dan meninggalkan apartementnnya. Tapi dugaannya salah, 10 menit berlalu dan suara bell di dalam apartementnya serta ponselnya yang sudah ia ubah menjadi mode