Andrew pulang sedikit larut malam dari rumah Metta, setelah makan malam Aji menahannya untuk mengajak ngobrol dan mengajaknya bermain catur. Hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat dan sudah larut saja.Selain itu Andrew juga sempat kembali mengobrol dengan Metta, karena Metta mengenakan piyama tidur dengan celana pendek ia bisa melihat luka memar di betis Metta. Memang memarnya sedikit lebar, tapi seakan Metta tak merasakannya saat ia jalan. Mungkin karena itu ia tidur sangat lama sore tadi.Andrew sudah sampai di apartemennt dan sudah membersihkan tubuhnya. Kini ia bersiap akan tidur karena besok pagi harus ke kantor. Tapi sebelum memejamkan matanya ia sempat mengecek aplikasi chat miliknya. Sejak ia tidak menjalin hubungan dengan wanita-wanitanya, ponselnya tampak sangat sepi.‘Kaya kuburan aja,’ ujar Andrew dalam hati.Tapi kini matanya tertuju pada kontak milik Metta yang tampak masih online.“Wah dia belum tidur, malah online. Kayanya gara-gara tadi tidur lama deh,” ujar
Gelas yang ada di tangannya hampir saja terlepas dari genggamannya. Ia sangat kaget karena tiba-tiba saja ada suara di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat untuk mengetahuinya."T-tuan rupanya..." ujar Sarah yang terkejut, kemudian ia menundukkan sedikit wajahnya, "Maafkan saya, Tuan.""Oh gak apa-apa, aku hanya mau ambil air minum saja," ujar Andre kemudian masuk ke dalam dapur. Sebenarnya ia sendiri cukup kaget. Ia terbangun di pukul 1 dini hari dan merasa haus. Tapi, air di gelasnya sudah habis hingga ia memutuskan untuk mengambilnya ke dapur. Tadinya ia berpikir tidak akan ada siapapun di dapur karena sudah terlalu malam. Tapi ia sedikit kaget saat melihat lampu dapur yang menyala. Ternyata Sarah yang merupakan perawat ibunya tampak membelakanginya dan tidak begitu terlihat apa yang sedang di lakukannya. Tapi dengan gelas yang ada di tangannya ketika ia berbalik, Andre yakin jika Sarah melakukan hal yang sama dengannya."Oh mau ambil minum? Biar saya membantu Anda, Tuan!" ujar
Karena waktu makan siang sebentar lagi, Metta memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Ia merasa tidak enak dengan kondisi tubuhnya saat ini. Meski tidak berbau tapi tetap saja terasa risih. Hingga saat yang lainnya masih berbincang di halaman belakang, Metta di antar pelayan ke kamar mandi di mana ia bisa mandi di sana.Rupanya sebuah kamar tamu disiapkan untuknya, agar iaa bisa membersihkan diri di sana. Bahkan sudah disediakan pakaian ganti untuknya. “Dress??” tanya Metta seraya melihat pelayan tersebut yang masih ada di kamarnya, Metta mengambil dan mengamati pakaian yang dilipat dan di simpan di atas tempat tidur.“Itu punya Nyonya Aya, Nona,” jelas pelayan tersebut.“Gak ada jeans gitu? Atau celana yang lainnya, asal jangan dress?” tanya Metta.Pelayan tersebut menggeleng pelan, “Maaf gak ada, Nona.” Metta mendengus kemudian cemberut. “Ya udah deh gak apa-apa.”Pelayan tersebut mengangguk pelan, kemudian permisi undur diri dan segera keluar dari dalam kamar. Sebenarnya pelayan
Setelah memindahkan Arka ke kamarnya, Aya segera membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata dalam pelukan hangat Elvan. Jika malam hari, Arka tidak minta ASI sesering siang atau sore hari. Aya juga menyimpan ASI nya ke dalam botol agar jika Arka terbangun tengah malam hingga menjelang subuh maka baby sisternya hanya perlu menghangatkan botol ASI ke dalam alat Baby Milk Warmer dan memberikannya pada Arka sehingga Aya bisa beristirahat lebih lama untuk memulihkan tenaganya setelah melahirkan. Meski tak jarang Aya dan Elvan ikut terbangun mendengar suara tangisan Arka.Elvan melihat Aya yang baru saja tertidur, ia kemudian dengan perlahan melerai pelukan Aya pada tubuhnya, dan mulai turun dari atas tempat tidur dengan perlahan dan hati-hati agar tidak membangunkan Aya.Sejak tadi siang pikirannya terus terutuju pada Andrew. Bahkan ketika Metta dan Mama Hilda pulang sore tadi rasanya Elvan ingin cepat-cepat menghubungi Andrew, tapi sayangnya ia terfokus pada Arka dan Aya. Hingga ia mengur
“Duhhhhh… Kak kok belum siap-siap sihh!!” ujar Metta saat Andrew membuka pintu apartementnya.Sudah setengah jam Metta menunggu Andrew di lantai bawah, mencoba mengiriminya pesan chat dan juga panggilan suara tapi tak ada balasan dari Andrew, hingga dengan terpaksa ia naik ke lantai atas di mana apartement Andrew berada.“Ini kan masih pagi!” ujar Andrew dengan wajah bantalnya. “Kan latihannya pagi, Kak! Masa lupa sihhh!!”“Kakak pasti baru bangun nihh…” lanjut Metta.“Masih ngantuk ahh…” sahut Andrew dengan rambut yang masih acak-acakan.Dengan kesal Metta masuk ke dalam apartement Andrew dan menarik Andrew dengan paksa. “Udah deh Kakak mandi dan siap-siap sana! Aku tungguin di sini!” ujar Metta. Kemudian mendorong Andrew kembali untuk masuk ke dalam kamarnya.“Mandi cepetan, terus kita pergi!” seru Metta lalu keluar dari kamar Andrew dan menutup kembali pintu kamarnya. Ia tak menghiraukan omelan Andrew dari dalam kamarnya.Metta kemudian duduk di sofa, menunggu Andrew bersiap.Tapi
Martina yang sedang berjemur di temani oleh Sarah tiba-tiba saja merasa terganggu. Karena Meisya menangis terus dan pengasuhnya membawa Meisya jalan-jalan di taman untuk menenangkannya dengan menggendongnya dan menyuapinya.“Ken..apa sih anak itu.. na..ngis terus…” gerutu Martina.Jujur saja hingga saat ini Martina masih merasa benci dengan Shella atas semua kelakuannya selama ini. Martina merasa cukup puas mendengar hukuman seumur hidup yang dituntut atas kejahatan berlapis yang dilakukan oleh Shella, dikabulkan oleh Pengadilan karena selain semua kejahatan berencana yang dilakukannya pada keluarga Sanjaya, Shella terbukti mengetahui dan ikut membiayai transaksi obat terlarang yang dilakukan oleh Johan.Tapi Martina belum bisa menerima keberadaan Meisya di rumahnya karena Tantenya Shella tak mau menerima Meisya dengan berbagai alasan. Dan Andre masih mempertahankan Meisya tinggal di tempat ini, bukan menyerahkan ke Panti Asuhan sesuai dengan keinginannya.“Gang..gu aja! Beri..sik! D
Andrew menjulurkan kakinya dengan napas yang terengah-engah, ia juga menyandarkan punggung ke tembok di sisi sasana. “Nihh Kak…” seru Metta seraya memberikan sebotol air mineral pada Andrew yang langsung diraih oleh Andrew. Dan kemudian Metta duduk di sampingnya. Metta tersenyum saat melihat Andrew membuka segel dan penutup botol lalu menenggaknya hingga setengah lebih.“Pertama pasti berat sih… lama-lama juga gak…” ujar Metta kemudian.Andrew hanya mengangguk, ia merasa sangat lelah. Meski beberapa hari sekali ia rutin berolah raga tapi latihan di sasana pagi ini terasa amat berat untuknya. Karena ia hanya olah raga biasa sekitar satu jam menggunakan alat treadmill dan latihan angkat beban saja di tempat fitnes yang merupakan fasilitas yang ada di apartementnya.Dan beberapa bulan ini ia terlalu sibuk hingga ia jarang berolah raga, dan lebih memilih untuk beristirahat jika ia memiliki waktu luang.Bukan hanya itu, ia juga sudah terlalu lama tidak berlatih lagi, meski masih ada beber
Rutinitas seharian penuh menjadi ayah yang selalu mendampingi anak dan istrinya sudah berakhir. Pagi ini Elvan harus kembali ke aktifitas semula, memimpin penuh perusahaan. Sedangkan Mahanta lebih banyak melakukan kegiatan di luar, beraktifitas bersama para relasi bisnisnya untuk memperkuat hubungan bisnis, mencari peluang dan berbincang banyak hal yang berkaitan dengan bisnis mereka. Ia hanya sesekali saja datang ke kantor.Seperti biasa, jam 4 subuh Arka sudah bangun. Setelah minum susu, Perawat akan mengganti popok Arka dengan yang baru lalu Elvan dan Aya akan mengajak Arka jalan-jalan ke taman supaya perawat bisa beristirahat dan tidur sekitar 1,5 jam. Karena Elvan harus ke kantor, ia sarapan lebih pagi. Aya menemaninya sambil menggendong Arka."Nanti setelah Elvan berangkat, Arka berjemur sama Mamih aja. Mamih juga butuh sinar matahari untuk kesehatan," ucap Soraya yang ikut duduk di meja makan sambil makan buah melon."Iya, Mih. Nanti Arka mandinya kira-kira 15 menit setelah di
Beberapa hari berlalu, dan Elvan masih melihat Andrew yang sesekali masih termenung.“Lu masih belum hubungi Metta?” tanya Elvan.Andrew menggeleng, “Udah sih tapi seperti yang sudah-sudah, gak dibaca.”“Samperin dia udah?” tanya Elvan lagi.Andrew menggeleng, “Gue gak mau bikin dia makin kesel sama gue kalau tiba-tiba dateng gitu aja.”Elvan tampak berpikir, “Iya sih…”“Metta masih muda, pasti dia agak sedikit keras kepala. Dan Lu harusnya udah bisa berpikir dewasa, Ndrew.”“Maksud Lu?” tanya Andrew.“Gue tau emang Lu gak salah sepenuhnya karena niat Lu juga baik. Dan gue bisa liat kalau Lu emang nyesel… Tapi emang Lu harus samperin dia dan minta maaf lagi,” ujar Elvan.“Kalian emang harus ketemu, tapi usahain kaya yang gak sengaja gitu…” lanjur Elvan.“Nahhh itu yang susah, karena gue takutnya Metta mikirnya gue nguntit dia,” ujar Andrew.Elvan mengangguk. Kemudian ia tampak berpikir. Tak lama kemudian Elvan ingat dengan rencana Mamih Soraya tempo hari yang sempat Mamih bicarakan.“
“Jawabannya cuma satu kalau Lu masih ngerasa kaya ada yang hilang dan pengennya selalu ketemu dia...” ujar Elvan tak lama kemudian.Andrew yang sejak tadi menatap Elvan kemudian mengerutkan keningnya, “Apa?” tanyanya dengan suara yang masih lirih."Gue akan jawab panjang lebar dan jangan Lu potong dulu, tapi tolong Lu simak baik-baik, oke?!"Andrew mengangguk.“Tanyakan pada dirimu sendiri, coba masuki hatimu yang paling dalam. Gue yakin selama Lu deket dengan cewek-cewek Lu selama ini, Lu tuh gak pernah pake hati atau perasaan sama mereka. Lu selalu mengedepankan dan memanjakan pandangan mata Lu yang di hibur oleh kecantikan mereka, dan nafsu Lu yang besar,” ujar Elvan.“Mata Lu di hibur oleh visual mereka yang menarik, hingga akhirnya Lu tertarik dan di sambungkan sama nafsu Lu. Lu gak pernah menyukai mereka dengan hati dan pikiran Lu. Jadi saat mereka pergi dari hidup Lu gak akan ada rasa kehilangan yang bakal Lu rasain, beda dengan sekarang. Mungkin Lu gak pernah mencoba untuk pak
“Astagaaaa!! Gila Lu yaaa!!” decak Elvan tak percaya.“Dengerin dulu! Kan gue udah bilang kalau gue ada alesan kenapa lakuin itu! Situasinya sangat memaksa. Tuh cowok gak percaya banget kalo Metta itu cewek normal meski gue udah rangkul pinggangnya. Dia dendam banget karena ditolak Metta dan gagal nglecehin. Jadi menurut gue, dia gak akan berhenti dan pasti akan bikin susah Metta di kemudian hari. Cowok itu ngomong sendiri, kalo dia gak bisa dapetin Metta, yang lainnya juga gak akan bisa. Jadi spontan gue nyium bibirnya di depan dua orang itu untuk mentahin prasangka buruknya," jelas Andrew.Elvan terdiam dan berusaha membayangkan situasi yang terjadi saat itu.Rasanya sangat sulit bagi Elvan, mengingat posisi Andrew saat itu sama saja dengan dirinya dan Aya di saat Aya sedang di sudutkan oleh Andre dan Shella dulu di pesta, hingga ia langsung mengatakan jika Aya adalah calon istrinya. Hanya saja yang menjadi perbedaan adalah saat itu Aya memang calon istrinya sungguhan. Sedangkan And
Sejak pagi Elvan mengamati Andrew, memang menurutnya Andrew sedikit berubah. Tapi ia belum tahu apakah perubahan dalam diri Andrew ini berhubungan dengan Metta atau tidak. Tapi melihat hubungannya dengan Metta sedikit aneh, serta tindakan sikap mereka berdua semakin menguatkan pada tebakannya.Siang ini Andrew masuk ke dalam ruangannya untuk memberikan berkas pada Elvan.“Mau makan di mana ntar?” tanya Andrew seraya menunggu berkas yang sedang di periksa dan akan ditanda tangani oleh Elvan. “Di sini aja lah, lagi males keluar. Kayanya panas banget,” ujar Elvan. “Emang Lu mau keluar?” tanya Elvan kemudian.“Tadinya sih, cuma kaya emang panas banget, jadi males lah…” balas Andrew.“Makan sini ajalah, Lu pesenin ya, biasa. Gue bayarin lah…” ujar Elvan.“Beneran nih?” tanya Andrew.Elvan mengangguk.“Awas ya, udah ini Lu malah mau balik cepet-cepet! Nggak kan?” desis Andrew seraya menatap tajam pada Elvan.“Gak lahh. Kerjaan banyak gini gue gak mungkin balik cepet-cepet!” seru Elvan.“Ya
“Wahhh… cantiknyaa….” puji Hilda pada putrinya--Metta. Metta tampak begitu cantik dengan dress potongan sederhana, namun menojolkan bentuk tubuhnya yang bagus. Riasan wajahnya punt tidak terlalu berlebihan, begitu juga dengan rambut pendek Metta yang dibiarkan tergerai, di tata dengan sangat simple namun terlihat rapi.“Ma, gak bisa pake celana aja gitu?” tanya Metta.“Duhh… gak bisa dong, ini kan acara resmi, kamu kan dampingi Papa gantiin Mama, kalau Mama sehat sih Mama yang pergi.” Hilda masih memperhatikan penampilan putrinya yang terlihat begitu cantik.Metta mendengus. “Kamu ini perempuan sayang, meski kamu emang tomboy, kamu juga harus bisa berpenampilan seperti ini sesekali. Gimana kalau kamu nanti dapat pasangan kaya Papa, kamu harus loh mendampinginya ke acara seperti ini,” ujar Hilda.“Iya sih, Ma. Tapi…”“Ah jangan ada tapi-tapinya deh, pokoknya kamu tuh cantik banget kok!” ujar Hilda.Metta hanya mengangguk, dengan terpaksa dan tanpa bisa menolak lagi, Metta harus mengga
Setelah Metta bisa meredam emosinya ia kembali berkata seraya menatap Andrew lagi. Jika tidak ingat siapa Andrew, dan sudah banyak pertolongannya padanya, sudah pasti Metta akan menghajar Andrew dengan tangannya saat ini juga. Tapi dia bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri, jadi Metta berusaha menahan dirinya dan tetap berpikir dingin."Karena aku bukan bocil yang biasa dicium cowok gitu aja, Kak. Apalagi setelah tau, cowok yang menciumku adalah seorang player. Aku gak biasa banget kaya gitu dan gak mau di biasakan untuk hal yang seperti itu. Mencium itu seharusnya pakai hati pake perasaan, demikian juga yang terima ciumann dari kakak. Bukan sekedar rasa kepo pengen tau rasanya dicium kaya apa. Aku gak kaya Kakak. Mungkin buat Kakak itu hal yang biasa, Kakak bebas mencium siapa aja, tapi gak denganku!”Andrew terdiam mendengar perkataan Metta yang terdengar sangat serius itu.“Asal Kakak tahu, aku emang menghindari Kakak! Dan minggu lalu aku bohong soalnya da
Sudah tiga hari ini Andrew mencoba menghubungi Metta dengan mengiriminya chat, tapi Metta tak pernah membalasnya, hanya membacanya saja. Bahkan Andrew juga sempat menghubunginya melalui panggilan suara bahkan panggilan video, tapi Metta tak mengangkatnya sama sekali.“Bocil ini aneh banget sihh… Apa datang bulannya belum selesai?” gumam Andrew di dalam ruangannya.Tadinya ia ada rencana untuk makan siang di luar, karena setelah makan siang ia ada janji dengan klien dan tempatnya berdekatan dengan kampus Metta. Jadi dia mau mengajak Metta makan siang bersama jika dia ada di kampus, tapi selama tiga hari ini dan yang barusan terakhir Metta tetap tak menggubrisnya.“Ini bener-bener aneh…” gumam Andrew lagi.Ia belum bisa menemui Metta kecuali siang ini, karena besok sampai akhir pekan ini Andrew sangat sibuk. Tapi ia penasaran pada Metta yang tiba-tiba saja berubah drastis padanya.“Kalau ada waktu nanti aku temui dia deh…” ujar Andrew lagi.Andrew masih sangat penasaran mengapa Metta ja
“Ck!” Andrew tampak kesal saat ia membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan itu, wanita yang tadi berbicara dengan Andrew pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.“Sorry, agak lama nunggunya,” ujar Andrew begitu ia sudah kembali masuk ke dalam mobil, dan langsung memasang sabuk pengaman ke tubuhnya. Andrew juga langsung menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi sekarang!”“Hmm…” sahut Metta. Masih ada perasaan tak percaya dalam dirinya atas apa yang sudah di lihatnya beberapa saat yang lalu dan pengakuan dari mulut Andrew sendiri bahwa ia memiliki banyak mantan kekasih bahkan kini tangannya terasa gemetar. Metta mencoba mengeratkan genggamannya agar Andrew tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya.Mobil yang Andrew kendarai mulai memasuki jalanan besar. “Kita pulang aja, Kak.” Metta tiba-tiba saja berkata.“Loh, kan kamu mau nemenin aku ke sana!” sahut Andrew.“Gak enak badan, Kak. Tiba-tiba lemes!” ujar Metta.Andrew menolehkan pandangannya pada Metta sejenak, “Mau ke rumah s
“Makanan di sini emang enak ternyata,” ujar Andrew setelah ia mencoba makanannya yang beberapa saat lalu sudah datang dan di sajikan di hadapan mereka.Metta yang duduk di hadapan Andrew mengangguk menyetujuinya. Memang makanan yang sedang di makannya pun juga terasa enak. Meski pun ia sebenarnya bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan.“Iya, Kak. Enak…” sahut Metta.Andrew tersenyum, “Eh masih sakit?” tanyanya.Metta menggeleng, “Gak kok, Kak. Udah mendingan,” bohong Metta. Karena sudah terlanjur berbohong jadi Metta harus terus melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia buat sendiri.Duduk di hadapan Andrew seperti ini sangatlah tersiksa, tapi Metta mencoba untuk mengontrol dirinya. Jadi saat menatap Andrew di usahakan dirinya tidak melihat bibir Andrew atau matanya tapi melihat ke arah keningnya saja untuk menghindari kontak mata.“Abis dari sini enaknya ke mana ya?” tanya Andrew.“Aku gak tau, Kak.”“Lumayan, tumben-tumenan aku pengen jalan-jalan kaya gini, udah lama juga ka