Karena waktu makan siang sebentar lagi, Metta memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Ia merasa tidak enak dengan kondisi tubuhnya saat ini. Meski tidak berbau tapi tetap saja terasa risih. Hingga saat yang lainnya masih berbincang di halaman belakang, Metta di antar pelayan ke kamar mandi di mana ia bisa mandi di sana.Rupanya sebuah kamar tamu disiapkan untuknya, agar iaa bisa membersihkan diri di sana. Bahkan sudah disediakan pakaian ganti untuknya. “Dress??” tanya Metta seraya melihat pelayan tersebut yang masih ada di kamarnya, Metta mengambil dan mengamati pakaian yang dilipat dan di simpan di atas tempat tidur.“Itu punya Nyonya Aya, Nona,” jelas pelayan tersebut.“Gak ada jeans gitu? Atau celana yang lainnya, asal jangan dress?” tanya Metta.Pelayan tersebut menggeleng pelan, “Maaf gak ada, Nona.” Metta mendengus kemudian cemberut. “Ya udah deh gak apa-apa.”Pelayan tersebut mengangguk pelan, kemudian permisi undur diri dan segera keluar dari dalam kamar. Sebenarnya pelayan
Setelah memindahkan Arka ke kamarnya, Aya segera membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata dalam pelukan hangat Elvan. Jika malam hari, Arka tidak minta ASI sesering siang atau sore hari. Aya juga menyimpan ASI nya ke dalam botol agar jika Arka terbangun tengah malam hingga menjelang subuh maka baby sisternya hanya perlu menghangatkan botol ASI ke dalam alat Baby Milk Warmer dan memberikannya pada Arka sehingga Aya bisa beristirahat lebih lama untuk memulihkan tenaganya setelah melahirkan. Meski tak jarang Aya dan Elvan ikut terbangun mendengar suara tangisan Arka.Elvan melihat Aya yang baru saja tertidur, ia kemudian dengan perlahan melerai pelukan Aya pada tubuhnya, dan mulai turun dari atas tempat tidur dengan perlahan dan hati-hati agar tidak membangunkan Aya.Sejak tadi siang pikirannya terus terutuju pada Andrew. Bahkan ketika Metta dan Mama Hilda pulang sore tadi rasanya Elvan ingin cepat-cepat menghubungi Andrew, tapi sayangnya ia terfokus pada Arka dan Aya. Hingga ia mengur
“Duhhhhh… Kak kok belum siap-siap sihh!!” ujar Metta saat Andrew membuka pintu apartementnya.Sudah setengah jam Metta menunggu Andrew di lantai bawah, mencoba mengiriminya pesan chat dan juga panggilan suara tapi tak ada balasan dari Andrew, hingga dengan terpaksa ia naik ke lantai atas di mana apartement Andrew berada.“Ini kan masih pagi!” ujar Andrew dengan wajah bantalnya. “Kan latihannya pagi, Kak! Masa lupa sihhh!!”“Kakak pasti baru bangun nihh…” lanjut Metta.“Masih ngantuk ahh…” sahut Andrew dengan rambut yang masih acak-acakan.Dengan kesal Metta masuk ke dalam apartement Andrew dan menarik Andrew dengan paksa. “Udah deh Kakak mandi dan siap-siap sana! Aku tungguin di sini!” ujar Metta. Kemudian mendorong Andrew kembali untuk masuk ke dalam kamarnya.“Mandi cepetan, terus kita pergi!” seru Metta lalu keluar dari kamar Andrew dan menutup kembali pintu kamarnya. Ia tak menghiraukan omelan Andrew dari dalam kamarnya.Metta kemudian duduk di sofa, menunggu Andrew bersiap.Tapi
Martina yang sedang berjemur di temani oleh Sarah tiba-tiba saja merasa terganggu. Karena Meisya menangis terus dan pengasuhnya membawa Meisya jalan-jalan di taman untuk menenangkannya dengan menggendongnya dan menyuapinya.“Ken..apa sih anak itu.. na..ngis terus…” gerutu Martina.Jujur saja hingga saat ini Martina masih merasa benci dengan Shella atas semua kelakuannya selama ini. Martina merasa cukup puas mendengar hukuman seumur hidup yang dituntut atas kejahatan berlapis yang dilakukan oleh Shella, dikabulkan oleh Pengadilan karena selain semua kejahatan berencana yang dilakukannya pada keluarga Sanjaya, Shella terbukti mengetahui dan ikut membiayai transaksi obat terlarang yang dilakukan oleh Johan.Tapi Martina belum bisa menerima keberadaan Meisya di rumahnya karena Tantenya Shella tak mau menerima Meisya dengan berbagai alasan. Dan Andre masih mempertahankan Meisya tinggal di tempat ini, bukan menyerahkan ke Panti Asuhan sesuai dengan keinginannya.“Gang..gu aja! Beri..sik! D
Andrew menjulurkan kakinya dengan napas yang terengah-engah, ia juga menyandarkan punggung ke tembok di sisi sasana. “Nihh Kak…” seru Metta seraya memberikan sebotol air mineral pada Andrew yang langsung diraih oleh Andrew. Dan kemudian Metta duduk di sampingnya. Metta tersenyum saat melihat Andrew membuka segel dan penutup botol lalu menenggaknya hingga setengah lebih.“Pertama pasti berat sih… lama-lama juga gak…” ujar Metta kemudian.Andrew hanya mengangguk, ia merasa sangat lelah. Meski beberapa hari sekali ia rutin berolah raga tapi latihan di sasana pagi ini terasa amat berat untuknya. Karena ia hanya olah raga biasa sekitar satu jam menggunakan alat treadmill dan latihan angkat beban saja di tempat fitnes yang merupakan fasilitas yang ada di apartementnya.Dan beberapa bulan ini ia terlalu sibuk hingga ia jarang berolah raga, dan lebih memilih untuk beristirahat jika ia memiliki waktu luang.Bukan hanya itu, ia juga sudah terlalu lama tidak berlatih lagi, meski masih ada beber
Rutinitas seharian penuh menjadi ayah yang selalu mendampingi anak dan istrinya sudah berakhir. Pagi ini Elvan harus kembali ke aktifitas semula, memimpin penuh perusahaan. Sedangkan Mahanta lebih banyak melakukan kegiatan di luar, beraktifitas bersama para relasi bisnisnya untuk memperkuat hubungan bisnis, mencari peluang dan berbincang banyak hal yang berkaitan dengan bisnis mereka. Ia hanya sesekali saja datang ke kantor.Seperti biasa, jam 4 subuh Arka sudah bangun. Setelah minum susu, Perawat akan mengganti popok Arka dengan yang baru lalu Elvan dan Aya akan mengajak Arka jalan-jalan ke taman supaya perawat bisa beristirahat dan tidur sekitar 1,5 jam. Karena Elvan harus ke kantor, ia sarapan lebih pagi. Aya menemaninya sambil menggendong Arka."Nanti setelah Elvan berangkat, Arka berjemur sama Mamih aja. Mamih juga butuh sinar matahari untuk kesehatan," ucap Soraya yang ikut duduk di meja makan sambil makan buah melon."Iya, Mih. Nanti Arka mandinya kira-kira 15 menit setelah di
“Loh benerkan itu cowok yang waktu di cafe itu?” tanya salah satu teman Metta bisik-bisik.“Iya bener, Lu gak salah liat karena gue juga masih inget jelas. Tuh cowok emang ganteng jadi gue gak lupa,” sahut salah satunya.“Tapi… di liat dari dandanannya dia tuh lebih dewasa kan ya,” ucap yang lainnya menimpali.“Yes, kali aja pegawai kantoran gitu!”“Tapi Lu liat gak sih, bajunya kek baju mahal gitu dan kalau gak salah liat tadi dia turun dari mobil itu kan? Mobil yang kita liat waktu di cafe.”“Iya mobilnya sama, gue inget juga kok. Dan itu mobil mahal!”“Jadi gak mungkin kan Si Lesbiola itu bayar tuh cowok buat jadi pacar boongannya?”“Atau bisa aja tuh mobil sama jas nyewa, kan ada tuh perusahaan jasa yang nyewain barang mewah kaya gitu sekarang!”“Bisa jadi sihh!” timpal salah satunya.“Ehh… tapi kok gue mikir dia jadi simpanan ya, kek sugar baby gitu dan tuh cowok sugar daddy nya!” ucap salah satunya.“Dihhh mana mungkin, gak mungkin sugar daddy doyan sugar baby yang tampilannya k
“Kamu liat gak tadi mereka pas kita pergi terus ngeliatin terus dan samperin Pak Nasirin?” tanya Andrew seraya berjalan di samping Metta dan sengaja merangkul pinggangnya.Metta mengangguk, “Iya aku juga ngeliat. Sampe segitunya mereka kepo,” sahut Metta.Andrew terkekeh geli, “Aku jadi penasaran apa yang Pak Nasirin bilang ke mereka.”“Sama, Kak. Aku juga penasaran deh. Dan oh ya… berarti dosen aku kerja di perusahaannya Kak Elvan dong?” tanya Metta kemudian.“Ya, kurang lebih begitu lah. Cuma emang Pak Nasirin paling dateng ke kantor sebulan sekali, ngantor dua hari di tempat finance. Di kantor kan ada satu orang finance yang ngurusin pajak. Kalau tutup buku atau ada masalah dengan pajak, baru dia standby tiap hari sampe masalah kelar,” jelas Andrew.“Ohhh gitu yaa… baru tahu aku!” sahut Metta.Tak lama kemudian mereka berdua sampai di Perpustakaan kampus. Kemudian Metta mengajak Andrew masuk ke dalam. Di dalam Perpustakaan pun, tak ayal Andrew yang tampak mencolok menjadi pusat p
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang