Rutinitas seharian penuh menjadi ayah yang selalu mendampingi anak dan istrinya sudah berakhir. Pagi ini Elvan harus kembali ke aktifitas semula, memimpin penuh perusahaan. Sedangkan Mahanta lebih banyak melakukan kegiatan di luar, beraktifitas bersama para relasi bisnisnya untuk memperkuat hubungan bisnis, mencari peluang dan berbincang banyak hal yang berkaitan dengan bisnis mereka. Ia hanya sesekali saja datang ke kantor.Seperti biasa, jam 4 subuh Arka sudah bangun. Setelah minum susu, Perawat akan mengganti popok Arka dengan yang baru lalu Elvan dan Aya akan mengajak Arka jalan-jalan ke taman supaya perawat bisa beristirahat dan tidur sekitar 1,5 jam. Karena Elvan harus ke kantor, ia sarapan lebih pagi. Aya menemaninya sambil menggendong Arka."Nanti setelah Elvan berangkat, Arka berjemur sama Mamih aja. Mamih juga butuh sinar matahari untuk kesehatan," ucap Soraya yang ikut duduk di meja makan sambil makan buah melon."Iya, Mih. Nanti Arka mandinya kira-kira 15 menit setelah di
“Loh benerkan itu cowok yang waktu di cafe itu?” tanya salah satu teman Metta bisik-bisik.“Iya bener, Lu gak salah liat karena gue juga masih inget jelas. Tuh cowok emang ganteng jadi gue gak lupa,” sahut salah satunya.“Tapi… di liat dari dandanannya dia tuh lebih dewasa kan ya,” ucap yang lainnya menimpali.“Yes, kali aja pegawai kantoran gitu!”“Tapi Lu liat gak sih, bajunya kek baju mahal gitu dan kalau gak salah liat tadi dia turun dari mobil itu kan? Mobil yang kita liat waktu di cafe.”“Iya mobilnya sama, gue inget juga kok. Dan itu mobil mahal!”“Jadi gak mungkin kan Si Lesbiola itu bayar tuh cowok buat jadi pacar boongannya?”“Atau bisa aja tuh mobil sama jas nyewa, kan ada tuh perusahaan jasa yang nyewain barang mewah kaya gitu sekarang!”“Bisa jadi sihh!” timpal salah satunya.“Ehh… tapi kok gue mikir dia jadi simpanan ya, kek sugar baby gitu dan tuh cowok sugar daddy nya!” ucap salah satunya.“Dihhh mana mungkin, gak mungkin sugar daddy doyan sugar baby yang tampilannya k
“Kamu liat gak tadi mereka pas kita pergi terus ngeliatin terus dan samperin Pak Nasirin?” tanya Andrew seraya berjalan di samping Metta dan sengaja merangkul pinggangnya.Metta mengangguk, “Iya aku juga ngeliat. Sampe segitunya mereka kepo,” sahut Metta.Andrew terkekeh geli, “Aku jadi penasaran apa yang Pak Nasirin bilang ke mereka.”“Sama, Kak. Aku juga penasaran deh. Dan oh ya… berarti dosen aku kerja di perusahaannya Kak Elvan dong?” tanya Metta kemudian.“Ya, kurang lebih begitu lah. Cuma emang Pak Nasirin paling dateng ke kantor sebulan sekali, ngantor dua hari di tempat finance. Di kantor kan ada satu orang finance yang ngurusin pajak. Kalau tutup buku atau ada masalah dengan pajak, baru dia standby tiap hari sampe masalah kelar,” jelas Andrew.“Ohhh gitu yaa… baru tahu aku!” sahut Metta.Tak lama kemudian mereka berdua sampai di Perpustakaan kampus. Kemudian Metta mengajak Andrew masuk ke dalam. Di dalam Perpustakaan pun, tak ayal Andrew yang tampak mencolok menjadi pusat p
“Sendirian?” tanya seseorang pada Metta yang kini sedang duduk di taman, ia sedang menunggu kelas yang akan di laksanakan sekitar 20 menit lagi.“Iya…” sahut Metta singkat.“Boleh gue duduk di sini?” tanya Alina yang merupakan teman sekelas Metta.Metta mengangguk kaku, karena tak biasanya ada teman sekelasnya yang menyapanya seperti ini dan ingin duduk di dekatnya. Padahal ia bisa melihat masih ada beberapa bangku yang kosong lainnya.“Makasih,” ujarnya kemudian duduk di samping Metta.“Lu udah kerjain tugas dari Bu Ratna?” tanya Alina.“Udah…” Jawaban Metta masih singkat, karena ia masih merasa bingung dengan situasi saat ini.Sudah hampir lima menit Alina duduk di samping Metta, tapi Metta tak mengeluarkan sedikitpun suara apalagi mengajaknya berbicara. Hingga Alina akhirnya memberanikan diri untuk berbicara lebih dulu.“Metta…” Metta yang merasa di panggil kembali menoleh pada Alina.“Gua mau minta maaf…” ujarnya kemudian.“Maaf? Buat apa?” tanya Metta bingung dengan kening yang b
“Kakkk!!!” seru Metta yang langsung membuka pintu ruangan Andrew dan masuk begitu saja. Tentu saja Andrew yang sedang bekerja tiba-tiba terlonjak dari duduknya karena kaget.“Dihhh bocillll!! Kamu ngagetin aja sih!! Tetep aja ya gak ada sopan-sopannya!” dengus Andrew.Metta hanya menyengir lebar melihat Andrew terlonjak dan kesal padanya. Ia segera menutup kembali pintu ruangan Andrew dan berjalan mendekatinya.“Mau apa sih ke sini, hah? Gangguin lagi ada tugas? Lagi kerja nihhh!!” Andrew menggerutu.Metta terkekeh geli, “Iya iya maaf! Aduhh kebiasaan,” ujar Metta sambil duduk di kursi yang ada di depan Andrew.“Apa sih?? Bukannya kamu harusnya masih di kampus? Kenapa ada di sini?” tanya Andrew dengan ketus.“Udah selesai kuliah lah, Kak. Makanya bisa ke sini,” jawab Metta.“Terus ngapain ke sini?” tanya Andrew.“Mau bilang makasih!” ujar Metta dengan senyuman lebarnya hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih.Kening Andrew berkerut. “Buat apaan?”“Dihhh mulai deh pur
Suasana di kampus kini terasa lebih nyaman bagi Metta, karena kini ia mulai bisa berbaur dengan teman-temannya lagi. Dan Alina kerap menemaninya kemanapun saat berada di kampus, sama seperti awal-awal ia masuk kuliah.Begitu juga dengan Gladys dan teman-temannya yang sempat meminta maaf padanya atas perintah Pak Nasirin yang ingin memastikan kenyamanan mahasiswa saat berada di kampus. Gladys dan lainnya bisa berbaikan dengan Metta meski terlihat canggung dan hanya bicara seperlunya saja, tidak terlalu dekat seperti halnya dengan Alina.Saat semua teman sekelasnya sudah baik padanya, tidak begitu dengan Tasya. Tasya seakan masih menjaga jarak dengannya, bahkan masih menatap sinis padanya seakan tak suka dengan keberadaannya.“Aku masih gak ngerti deh sama Tasya, aku salah apa sama dia?” tanya Metta pada Alina yang kini tengah berada di kantin. Mereka berdua sedang menunggu kelas selanjutnya.“Beneran Lu gak inget, Ta?” tanya Alina.Metta menggeleng kemudian meminum jus miliknya.“Gue g
Menjelang sore, Andrew harus menemani Mahanta untuk bertemu dengan salah satu rekan bisnis mereka. Karena saat ini Elvan belum bekerja penuh, ia akan pulang tepat waktu untuk meluangkan waktunya menemani Aya dan Arka.Hal tersebut bisa di mengerti oleh Mahanta, sebagai seorang ayah ia bisa memahami perasaan Elvan saat ini. Dulu saat Elvan dan kedua kakaknya masih kecil iapun tak ingin lama-lama berpisah dari mereka.Dan Elvan sendiri mendapatkan panggilan dari Ryan. Ryan dan istrinya sudah dalam perjalanan ke rumah Elvan untuk menjenguk Aya dan Arka. Karena saat Aya melahirkan Ryan bersama Riani sedang berada di luar kota selama 2 minggu penuh untuk menyelesaikan kasus yang harus mereka tangani. Riani masih membantu Ryan, meski kandungannya sudah semakin besar.Andrew yang mendengar Ryan datang ke rumah Elvan, saat selesai pertemuan dengan Mahanta ia ikut pulang ke rumah. Sudah sangat jarang mereka berkumpul bersama. Semuanya sedang berkumpul di ruang keluarga ketika Andrew dan Mahan
Tanpa patah semangat Metta terus menekan bell pintu apartement Andrew. Ia sudah bisa menebaknya dari jawaban Andrew semalam. Mengajaknya latihan hari ini akan menjadi tantangan yang berat untuknya. Metta yakin jika Andrew sengaja, menulikan telinganya saat ia menekan bell apartement.“Ohh lihat saja! Aku bukan orang yang pantang menyerah jika hanya seperti ini!” seru Metta dengan penuh semangat, bukan hanya itu Metta juga melakukan panggilan suara pada ponsel Andrew, agar di dalam semakin tambah bising.Perpaduan bunyi ponsel dan bell begitu sangat sempurna. Itu pun jika ponsel Andrew tidak dalam keadaan mode silent.Sementara itu di dalam kamar di atas tempat tidur, Andrew menutupi kedua telinganya dengan bantal. Agar suara-suara ini tidak mengganggu waktunya untuk tidur.Ia berpikir, jika sebentar lagi juga Metta akan menyerah dan meninggalkan apartementnnya. Tapi dugaannya salah, 10 menit berlalu dan suara bell di dalam apartementnya serta ponselnya yang sudah ia ubah menjadi mode
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang