Martina yang sedang berjemur di temani oleh Sarah tiba-tiba saja merasa terganggu. Karena Meisya menangis terus dan pengasuhnya membawa Meisya jalan-jalan di taman untuk menenangkannya dengan menggendongnya dan menyuapinya.“Ken..apa sih anak itu.. na..ngis terus…” gerutu Martina.Jujur saja hingga saat ini Martina masih merasa benci dengan Shella atas semua kelakuannya selama ini. Martina merasa cukup puas mendengar hukuman seumur hidup yang dituntut atas kejahatan berlapis yang dilakukan oleh Shella, dikabulkan oleh Pengadilan karena selain semua kejahatan berencana yang dilakukannya pada keluarga Sanjaya, Shella terbukti mengetahui dan ikut membiayai transaksi obat terlarang yang dilakukan oleh Johan.Tapi Martina belum bisa menerima keberadaan Meisya di rumahnya karena Tantenya Shella tak mau menerima Meisya dengan berbagai alasan. Dan Andre masih mempertahankan Meisya tinggal di tempat ini, bukan menyerahkan ke Panti Asuhan sesuai dengan keinginannya.“Gang..gu aja! Beri..sik! D
Andrew menjulurkan kakinya dengan napas yang terengah-engah, ia juga menyandarkan punggung ke tembok di sisi sasana. “Nihh Kak…” seru Metta seraya memberikan sebotol air mineral pada Andrew yang langsung diraih oleh Andrew. Dan kemudian Metta duduk di sampingnya. Metta tersenyum saat melihat Andrew membuka segel dan penutup botol lalu menenggaknya hingga setengah lebih.“Pertama pasti berat sih… lama-lama juga gak…” ujar Metta kemudian.Andrew hanya mengangguk, ia merasa sangat lelah. Meski beberapa hari sekali ia rutin berolah raga tapi latihan di sasana pagi ini terasa amat berat untuknya. Karena ia hanya olah raga biasa sekitar satu jam menggunakan alat treadmill dan latihan angkat beban saja di tempat fitnes yang merupakan fasilitas yang ada di apartementnya.Dan beberapa bulan ini ia terlalu sibuk hingga ia jarang berolah raga, dan lebih memilih untuk beristirahat jika ia memiliki waktu luang.Bukan hanya itu, ia juga sudah terlalu lama tidak berlatih lagi, meski masih ada beber
Rutinitas seharian penuh menjadi ayah yang selalu mendampingi anak dan istrinya sudah berakhir. Pagi ini Elvan harus kembali ke aktifitas semula, memimpin penuh perusahaan. Sedangkan Mahanta lebih banyak melakukan kegiatan di luar, beraktifitas bersama para relasi bisnisnya untuk memperkuat hubungan bisnis, mencari peluang dan berbincang banyak hal yang berkaitan dengan bisnis mereka. Ia hanya sesekali saja datang ke kantor.Seperti biasa, jam 4 subuh Arka sudah bangun. Setelah minum susu, Perawat akan mengganti popok Arka dengan yang baru lalu Elvan dan Aya akan mengajak Arka jalan-jalan ke taman supaya perawat bisa beristirahat dan tidur sekitar 1,5 jam. Karena Elvan harus ke kantor, ia sarapan lebih pagi. Aya menemaninya sambil menggendong Arka."Nanti setelah Elvan berangkat, Arka berjemur sama Mamih aja. Mamih juga butuh sinar matahari untuk kesehatan," ucap Soraya yang ikut duduk di meja makan sambil makan buah melon."Iya, Mih. Nanti Arka mandinya kira-kira 15 menit setelah di
“Loh benerkan itu cowok yang waktu di cafe itu?” tanya salah satu teman Metta bisik-bisik.“Iya bener, Lu gak salah liat karena gue juga masih inget jelas. Tuh cowok emang ganteng jadi gue gak lupa,” sahut salah satunya.“Tapi… di liat dari dandanannya dia tuh lebih dewasa kan ya,” ucap yang lainnya menimpali.“Yes, kali aja pegawai kantoran gitu!”“Tapi Lu liat gak sih, bajunya kek baju mahal gitu dan kalau gak salah liat tadi dia turun dari mobil itu kan? Mobil yang kita liat waktu di cafe.”“Iya mobilnya sama, gue inget juga kok. Dan itu mobil mahal!”“Jadi gak mungkin kan Si Lesbiola itu bayar tuh cowok buat jadi pacar boongannya?”“Atau bisa aja tuh mobil sama jas nyewa, kan ada tuh perusahaan jasa yang nyewain barang mewah kaya gitu sekarang!”“Bisa jadi sihh!” timpal salah satunya.“Ehh… tapi kok gue mikir dia jadi simpanan ya, kek sugar baby gitu dan tuh cowok sugar daddy nya!” ucap salah satunya.“Dihhh mana mungkin, gak mungkin sugar daddy doyan sugar baby yang tampilannya k
“Kamu liat gak tadi mereka pas kita pergi terus ngeliatin terus dan samperin Pak Nasirin?” tanya Andrew seraya berjalan di samping Metta dan sengaja merangkul pinggangnya.Metta mengangguk, “Iya aku juga ngeliat. Sampe segitunya mereka kepo,” sahut Metta.Andrew terkekeh geli, “Aku jadi penasaran apa yang Pak Nasirin bilang ke mereka.”“Sama, Kak. Aku juga penasaran deh. Dan oh ya… berarti dosen aku kerja di perusahaannya Kak Elvan dong?” tanya Metta kemudian.“Ya, kurang lebih begitu lah. Cuma emang Pak Nasirin paling dateng ke kantor sebulan sekali, ngantor dua hari di tempat finance. Di kantor kan ada satu orang finance yang ngurusin pajak. Kalau tutup buku atau ada masalah dengan pajak, baru dia standby tiap hari sampe masalah kelar,” jelas Andrew.“Ohhh gitu yaa… baru tahu aku!” sahut Metta.Tak lama kemudian mereka berdua sampai di Perpustakaan kampus. Kemudian Metta mengajak Andrew masuk ke dalam. Di dalam Perpustakaan pun, tak ayal Andrew yang tampak mencolok menjadi pusat p
“Sendirian?” tanya seseorang pada Metta yang kini sedang duduk di taman, ia sedang menunggu kelas yang akan di laksanakan sekitar 20 menit lagi.“Iya…” sahut Metta singkat.“Boleh gue duduk di sini?” tanya Alina yang merupakan teman sekelas Metta.Metta mengangguk kaku, karena tak biasanya ada teman sekelasnya yang menyapanya seperti ini dan ingin duduk di dekatnya. Padahal ia bisa melihat masih ada beberapa bangku yang kosong lainnya.“Makasih,” ujarnya kemudian duduk di samping Metta.“Lu udah kerjain tugas dari Bu Ratna?” tanya Alina.“Udah…” Jawaban Metta masih singkat, karena ia masih merasa bingung dengan situasi saat ini.Sudah hampir lima menit Alina duduk di samping Metta, tapi Metta tak mengeluarkan sedikitpun suara apalagi mengajaknya berbicara. Hingga Alina akhirnya memberanikan diri untuk berbicara lebih dulu.“Metta…” Metta yang merasa di panggil kembali menoleh pada Alina.“Gua mau minta maaf…” ujarnya kemudian.“Maaf? Buat apa?” tanya Metta bingung dengan kening yang b
“Kakkk!!!” seru Metta yang langsung membuka pintu ruangan Andrew dan masuk begitu saja. Tentu saja Andrew yang sedang bekerja tiba-tiba terlonjak dari duduknya karena kaget.“Dihhh bocillll!! Kamu ngagetin aja sih!! Tetep aja ya gak ada sopan-sopannya!” dengus Andrew.Metta hanya menyengir lebar melihat Andrew terlonjak dan kesal padanya. Ia segera menutup kembali pintu ruangan Andrew dan berjalan mendekatinya.“Mau apa sih ke sini, hah? Gangguin lagi ada tugas? Lagi kerja nihhh!!” Andrew menggerutu.Metta terkekeh geli, “Iya iya maaf! Aduhh kebiasaan,” ujar Metta sambil duduk di kursi yang ada di depan Andrew.“Apa sih?? Bukannya kamu harusnya masih di kampus? Kenapa ada di sini?” tanya Andrew dengan ketus.“Udah selesai kuliah lah, Kak. Makanya bisa ke sini,” jawab Metta.“Terus ngapain ke sini?” tanya Andrew.“Mau bilang makasih!” ujar Metta dengan senyuman lebarnya hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih.Kening Andrew berkerut. “Buat apaan?”“Dihhh mulai deh pur
Suasana di kampus kini terasa lebih nyaman bagi Metta, karena kini ia mulai bisa berbaur dengan teman-temannya lagi. Dan Alina kerap menemaninya kemanapun saat berada di kampus, sama seperti awal-awal ia masuk kuliah.Begitu juga dengan Gladys dan teman-temannya yang sempat meminta maaf padanya atas perintah Pak Nasirin yang ingin memastikan kenyamanan mahasiswa saat berada di kampus. Gladys dan lainnya bisa berbaikan dengan Metta meski terlihat canggung dan hanya bicara seperlunya saja, tidak terlalu dekat seperti halnya dengan Alina.Saat semua teman sekelasnya sudah baik padanya, tidak begitu dengan Tasya. Tasya seakan masih menjaga jarak dengannya, bahkan masih menatap sinis padanya seakan tak suka dengan keberadaannya.“Aku masih gak ngerti deh sama Tasya, aku salah apa sama dia?” tanya Metta pada Alina yang kini tengah berada di kantin. Mereka berdua sedang menunggu kelas selanjutnya.“Beneran Lu gak inget, Ta?” tanya Alina.Metta menggeleng kemudian meminum jus miliknya.“Gue g
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi
Andrew menyusul Metta setelah Metta sudah pergi beberapa menit, karena ia merasa sedikit khawatir. Andrew bisa melihat Metta yang sedang duduk bersama wanita bernama Tasya itu, dan mereka tampak begitu serius.Andrew sengaja tak menghampiri mereka karena ingin membiarkan Metta mengatasinya sendiri antar sesama wanita terlebih dahulu. Dan jika tidak terlalu krusial ia hanya akan mengamatinya saja dari jauh. Metta sudah beranjak dewasa dan cukup matang untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.Tujuan Andrew datang menemani Metta adalah untuk menguatkan mental dan rasa percaya diri Metta menuntaskan masalahnya setelah setahun ini dikucilkan dan dibully oleh teman-teman seangkatannya. Terlebih setelah menemukan sedikit bukti tentang pangkal masalahnya ada pada seorang pria yang pernah akan melecehkannya. Dengan kehadirannya, Andrew ingin Metta merasa lebih kuat karena kini ia tidak sendirian, ada Andrew yang mengerti akan masalah yang dipendamnya selama 1,5 tahun ini dan Andrew akan b
Andrew yang sedang memejamkan matanya untuk beristirahat, mendengar suara ketukan di jendela mobilnya dan segera membuka matanya. Ia bisa melihat Metta yang sudah datang, hingga ia dengan cepat ia membuka kunci mobilnya sambil mematikan musik yang masih mengalun di dalam mobilnya. Untung saja ia menyetel suara musik di dalam mobilnya tidak terlalu kencang hingga suara ketukan itu dapat didengarnya karena mobilnya dilengkapi dengan peredam suara.“Kak, tidur?” tanya Metta saat ia membuka pintu mobil Andrew, tapi ia tidak masuk ke dalamnya.“Gak, cuma istirahat aja,” sahut Andrew.“Masih sakit?” tanya Metta lagi.Andrew menggeleng. Tak lama kemudian ia segera turun dari dalam mobil. Lalu berjalan menghampiri Metta.“Ada di mana dia? Apa kita mau temui dia sekarang juga?” tanya Andrew kemudian.“Kayanya dia udah di kantin deh, Kak.”“Mau sekarang?” tanya Andrew lagi.Metta mengangguk, “Tapi kita coba liat dia di kantin dulu ya… terus cari kesempatan buat aku ngajak dia ngobrol.”“Boleh,
Metta : Aku udah di kampus, Kak.Andrew yang sudah berada di ruangannya membaca pesan yang dikirimkan oleh Metta padanya. 2 hari yang lalu saat Metta menceritakan apa yang terjadi padanya, Andrew berjanji akan menemani Metta untuk menemui Tasya.Mungkin sebenarnya Metta berani menghadapinya sendiri, hanya saja Andrew sedikit khawatir ketika Metta akan menemui pria bernama Bagas itu juga.Jadi Andrew sedikit memaksa untuk ikut menemani Metta.Andrew : Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu, dan mencari alasan pada Kakak Iparmu untuk keluar.Metta : Siap, Kak. Aku ada dua sks sekarang, nanti siang ada kelas lagi.Andrew : Aku mengerti.Metta hanya menatap layar ponselnya, ia tak mengirim pesan lagi pada Andrew karena takut mengganggunya. “Lagi apa, Ta?” tanya Alina yang baru saja menghampirinya dan sedikit mengagetkan Metta.“Hei, gue baru bales chat,” sahut Metta.“Pacar Lu?” tanya Alina yang kini sudah duduk di samping Metta.Metta mengangguk, “Nanti setelah kelas ini sel
Sementara Andrew mandi, Metta mencuci mangkuk yang tadi sudah di gunakan Andrew untuk makan. Lalu ia duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil menunggu Andrew selesai.Metta hanya bisa mengajak Andrew untuk bertukar pikiran dengan hasil temuannya kemarin di dekat tempat parkir. Karena hanya Andrew saja yang tahu masalah ini. Tidak mungkin ia menceritakan masalah ini pada orang tua atau kakaknya, ini hanya akan membuat mereka khawatir saja.Metta memindahkan channel televisi untuk mencari program yang menarik, tapi sayangnya tak ada satupun acara yang membuatnya tertarik untuk menonton, hingga ia hanya menyalakan televisinya begitu saja, sementara ia berkutat dengan ponselnya dan berselancar di internet.Sekitar 20 menit kemudian terdengar suara langkah mendekatinya, Metta langsung menoleh pada Andrew yang sudah selesai mandi dan berpakaian. Bisa di lihat rambutnya masih setengah basah. Andrew kemudian menghampiri Metta dan duduk di sebelah seraya mengambil remote televisi dan menco
Tanpa patah semangat Metta terus menekan bell pintu apartement Andrew. Ia sudah bisa menebaknya dari jawaban Andrew semalam. Mengajaknya latihan hari ini akan menjadi tantangan yang berat untuknya. Metta yakin jika Andrew sengaja, menulikan telinganya saat ia menekan bell apartement.“Ohh lihat saja! Aku bukan orang yang pantang menyerah jika hanya seperti ini!” seru Metta dengan penuh semangat, bukan hanya itu Metta juga melakukan panggilan suara pada ponsel Andrew, agar di dalam semakin tambah bising.Perpaduan bunyi ponsel dan bell begitu sangat sempurna. Itu pun jika ponsel Andrew tidak dalam keadaan mode silent.Sementara itu di dalam kamar di atas tempat tidur, Andrew menutupi kedua telinganya dengan bantal. Agar suara-suara ini tidak mengganggu waktunya untuk tidur.Ia berpikir, jika sebentar lagi juga Metta akan menyerah dan meninggalkan apartementnnya. Tapi dugaannya salah, 10 menit berlalu dan suara bell di dalam apartementnya serta ponselnya yang sudah ia ubah menjadi mode