Soraya masih menemani Aya hingga hari sudah gelap. Meski Elvan tak pernah meninggalkan Aya, namun Soraya seakan sudah sangat jatuh cinta pada Arka--cucunya dan enggan untuk berpisah dengan cucu kesayangannya itu terlalu lama. Padahal besok pagi juga ia akan kembali ke sini dan menggendong Arka.“Mamih pulang aja, udah mau malem loh…” ujar Elvan dengan lembut tanpa bermaksud mengusir Soraya.“Gak apa-apa loh, Mamih kan seneng ngajak maen Arka, lagian juga kayanya Arka gak mau jauh tuh dari Oma-nya…” sahut Soraya yang masih menggendong Arka. “Bukan gitu, Mih. Maksud Elvan, Mamih pulang dan istirahat. Besok kan ke sini lagi, Mamih harus cukup istirahat, nanti kecapean. Lagian ada Elvan yang jagain Aya sama Arka. Nanti Mamih dicari Daddy loh,” ucap Elvan."Daddy pulang malam. Sudah pamit kok.""Daddy keluar kota?""Enggak. Daddy diajak makan malam sama relasinya yang datang dari Surabaya. Mamih males ikut. Mendingan di sini aja, bisa gendong Arka. Lagian Mamih juga gak kenal sama istriny
Andrew langsung merasa bingung, “Lahhh, emang Metta gak bilang?”“Gak, Lu gak macem-macem kan?” tanya Elvan.“Macem-macem apaan?” tanya Andrew.“Lu kan playboy!”Mata Andrew membulat, dan beberapa detik kemudian ia seakan baru sadar, lalu tertawa. “Astagaaa… aduhhh jangan gilaaa, Lu. Serem gue ma Metta. Misal gue iseng colek dia dikit aja, yang ada gue di hajar sampe babak belur,” ujar Andrew. Aya membulat dengan sempurna.“Ehh awas ya Ndrew kalau kamu sampe berani macem-macemin Metta! Mamih beneran hajar kamu!” ancam Soraya.“Aduhh, Mih. Gak mungkin lah, Andrew masih sayang nyawa. Metta bar-bar, yang ada Andrew di pukulin sama Metta sampe gak berbentuk!” ujar Andrew.“Kalau sampai itu terjadi, gue pasti akan senang!” seru Elvan.Andrew kembali mendelik pada Elvan, “Lu tuh paling suka emang liat gue menderita!” dengusnya.“Lu tuh emang harusnya dapet balasan, karena selama ini Lu udah terlalu banyak maen-maen sama cewek, Ndew!” ujar Elvan.“Enak aja! Gue tuh gak maen-maen sama mereka
Selepas membersihkan tubuhnya, Andrew hanya bisa diam dan duduk di atas tempat tidur. Ia tiba di apartemennya hampir jam 10 malam. Saat mengantar Soraya pulang, Andrew sengaja menyempatkan diri untuk masuk ke rumah dan menyapa Mahanta, berbasa basi dan sedikit bicara mengenai pekerjaan.Tubuhnya sudah terasa segar, tapi tidak dengan isi kepalanya. Kini pikirannya masih tertuju pada ucapan dan wejangan-wejangan Mamih Soraya sepanjang perjalanan.“Apa gue emang udah gak muda lagi?” gumam Andrew pelan.“Tapi apa yang Mamih ucapin emang bener, gue juga udah mulai jenuh banget jalanin keseharian gini-gini aja. Deket cewek sana-sini tapi gak ada satu-pun yang gue masukin di hati. Mereka kayak hiburan melepas penat aja bagi gue,” lanjutnya.Setiap kata kalimat yang Soraya ucapkan sekitar 2 jam yang lalu seolah terngiang di telinganya.‘Saat ini umur gue 30 tahun. Artinya kalau detik ini juga gue punya anak, pas anak gue umur 17 tahun berarti umur gue udah 47 tahun. Dan umur 17 tahun itu anak
Andrew masih terus melanjutkan makan siangnya, di mana ia masih bisa mendengar ghibahan dari para wanita muda itu. Mereka membicarakan keburukan orang lain seakan tak akan ada yang mendengar pembicaraan mereka. “Orang dunia pelangi emang gitu kali ya, menyendiri karena gak ada yang ogah temenan sama mereka,” ujar salah satu wanita muda itu.“Jelaslah… gue juga ogah kali, takutnya dia suka sama gue, ihh seremmm…” sahut wanita lainnya sambil bergidik.“Ya kali waktu ada tugas dan harus sekelompok sama dia, gue terpaksa banget lah… dan gue gak pernah dateng ikutan kerjainnya lohh…”“Takut ahhh… mana katanya dia hobby berantem juga kan?”“Iya, gue denger sih gitu juga…”“Nah jadi bisa gue pastiin dia tuh yang jadi laki nya, makanya kelakuan sama dandannya kaya gitu.”“Iya kalau gak salah biasa di sebut apa sih kalau lakinya, bu… buci apa yaa?”Ketiga temannya tampak mengidikkan bahu, “Mana gue tahu, dan gak mau tau deh gue…”‘Gak ada habisnya mereka ghibahin orang, kayanya mereka bakal g
Wanita-wanita itu terus menyindir Metta, bahkan semakin menjadi seolah kampus mereka yang terkenal menjadi tercemar karena memiliki mahasiswi yang punya kelainan dan harus dikucilkan. Hal ini malah membuat Andrew semakin merasa kesal dan gemas saja.Makanan maupun minumannya sudah habis, Andrew segera berdiri dari duduknya dan langsung berjalan menuju meja Metta dan berdiri tepat di sampingnya. Gerakan Andrew yang tiba-tiba tersebut selain membuat Metta kaget, tapi juga membuat wanita-wanita itu kaget juga karena salah satu di antara mereka ada yang memperhatikan Andrew.Metta hampir saja tersedak dengan makanan yang ada di mulutnya, dan matanya membelalak dengan sempurna. “K-kak!! Kenapa ada di sini??” seru Metta.“Udah dari tadi tau!” sahut Andrew seraya menunjuk meja yang tadi di tempatinya.“Kok aku gak tahu yaa…” sahut Metta.“Ck! Dasar! Sama pacar sendiri tega ya…” decak Andrew dengan suara yang sengaja di tinggikan yang membuat mata Metta semakin membulat.Metta hendak protes,
Elvan hanya bisa menarik dan menghembuskan napasnya dengan gusar, sesekali ia melirik pada Arka yang kini ada di gendongan Aya. Apa yang dilakukan oleh Elvan mengundang perhatian dan penasaran Aya karena Elvan melakukannya dengan berulang-ulang.“Kamu kenapa sih? Dari tadi cuma narik terus hembusin napas kaya lagi punya beban pikiran? Lagi ada masalah di kantor? Atau gak enak badan?” tanya Aya.Elvan menggeleng dengan cepat, “Gak, semua baik-baik aja kok,” sahut Elvan.Kini mereka bertiga sudah ada di dalam kamar, sejak pagi Arka ada di luar. Karena ini sudah siang, Aya berusaha untuk menidurkan Arka.“Terus?” tanya Aya.“Aku tuh sebel, iri sama Arka!” dengus Elvan dengan nada bicara yang manja.“Lahh… kok bisa?” tanya Aya bingung.Elvan mengerucutkan bibirnya, “Sejak ada Arka, Arka terus yang di perhatiin. Aku kapan? Terus itu Arka gitu terus, aku juga kan mau!” ujar Elvan seraya menunjuk Arka yang kini sedang menyusu, menempel pada dada Aya. Arka tampak begitu menikmati menghisap A
“Kamu tuh udah bukan anak TK lagi tapi kalo tidur kok kaya orang mati gitu sih, susah banget dibangunin!” ujar Andrew seraya mengendarai mobilnya, dan Metta duduk di sampingnya.Pada akhirnya Metta mau diantar pulang oleh Andrew, setelah Andrew menghubungi ibunya dan menjelaskan kenapa Metta pulang sangat terlambat ke rumah.“Gak sih, Kak. Mungkin karena aku agak gak enak badan juga. Pasti nanti malem susah tidr deh karena tadi tidur kelamaan,” ujar Metta.“Sakit?” tanya Andrew.Metta mengangguk, “Dikit, kemaren aku latihan, kaki aku cedera dan sedikit memar. Ke badan gak enak,” jelas Metta.“Bela diri?” tanya andrew lagi.“Yups… kemaren aku gak terlalu konsen jadi kaki aku ke hantam,” ujar Metta kemudian sedikit menaikkan celana jeansnya dan memperlihatkan luka memar di betisnya. “Ada juga di pinggang,” lanjutnya.“Kenapa kamu gak hati-hati sih…”Metta hanya terkekeh, “Tenang aja, Kak. Ini udah biasa kok…”“Ck! Dasar…” sahut Andrew. Mobil yang ia kendarai akhirnya sampai di perumah
Andrew pulang sedikit larut malam dari rumah Metta, setelah makan malam Aji menahannya untuk mengajak ngobrol dan mengajaknya bermain catur. Hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat dan sudah larut saja.Selain itu Andrew juga sempat kembali mengobrol dengan Metta, karena Metta mengenakan piyama tidur dengan celana pendek ia bisa melihat luka memar di betis Metta. Memang memarnya sedikit lebar, tapi seakan Metta tak merasakannya saat ia jalan. Mungkin karena itu ia tidur sangat lama sore tadi.Andrew sudah sampai di apartemennt dan sudah membersihkan tubuhnya. Kini ia bersiap akan tidur karena besok pagi harus ke kantor. Tapi sebelum memejamkan matanya ia sempat mengecek aplikasi chat miliknya. Sejak ia tidak menjalin hubungan dengan wanita-wanitanya, ponselnya tampak sangat sepi.‘Kaya kuburan aja,’ ujar Andrew dalam hati.Tapi kini matanya tertuju pada kontak milik Metta yang tampak masih online.“Wah dia belum tidur, malah online. Kayanya gara-gara tadi tidur lama deh,” ujar
Beberapa hari berlalu, dan Elvan masih melihat Andrew yang sesekali masih termenung.“Lu masih belum hubungi Metta?” tanya Elvan.Andrew menggeleng, “Udah sih tapi seperti yang sudah-sudah, gak dibaca.”“Samperin dia udah?” tanya Elvan lagi.Andrew menggeleng, “Gue gak mau bikin dia makin kesel sama gue kalau tiba-tiba dateng gitu aja.”Elvan tampak berpikir, “Iya sih…”“Metta masih muda, pasti dia agak sedikit keras kepala. Dan Lu harusnya udah bisa berpikir dewasa, Ndrew.”“Maksud Lu?” tanya Andrew.“Gue tau emang Lu gak salah sepenuhnya karena niat Lu juga baik. Dan gue bisa liat kalau Lu emang nyesel… Tapi emang Lu harus samperin dia dan minta maaf lagi,” ujar Elvan.“Kalian emang harus ketemu, tapi usahain kaya yang gak sengaja gitu…” lanjur Elvan.“Nahhh itu yang susah, karena gue takutnya Metta mikirnya gue nguntit dia,” ujar Andrew.Elvan mengangguk. Kemudian ia tampak berpikir. Tak lama kemudian Elvan ingat dengan rencana Mamih Soraya tempo hari yang sempat Mamih bicarakan.“
“Jawabannya cuma satu kalau Lu masih ngerasa kaya ada yang hilang dan pengennya selalu ketemu dia...” ujar Elvan tak lama kemudian.Andrew yang sejak tadi menatap Elvan kemudian mengerutkan keningnya, “Apa?” tanyanya dengan suara yang masih lirih."Gue akan jawab panjang lebar dan jangan Lu potong dulu, tapi tolong Lu simak baik-baik, oke?!"Andrew mengangguk.“Tanyakan pada dirimu sendiri, coba masuki hatimu yang paling dalam. Gue yakin selama Lu deket dengan cewek-cewek Lu selama ini, Lu tuh gak pernah pake hati atau perasaan sama mereka. Lu selalu mengedepankan dan memanjakan pandangan mata Lu yang di hibur oleh kecantikan mereka, dan nafsu Lu yang besar,” ujar Elvan.“Mata Lu di hibur oleh visual mereka yang menarik, hingga akhirnya Lu tertarik dan di sambungkan sama nafsu Lu. Lu gak pernah menyukai mereka dengan hati dan pikiran Lu. Jadi saat mereka pergi dari hidup Lu gak akan ada rasa kehilangan yang bakal Lu rasain, beda dengan sekarang. Mungkin Lu gak pernah mencoba untuk pak
“Astagaaaa!! Gila Lu yaaa!!” decak Elvan tak percaya.“Dengerin dulu! Kan gue udah bilang kalau gue ada alesan kenapa lakuin itu! Situasinya sangat memaksa. Tuh cowok gak percaya banget kalo Metta itu cewek normal meski gue udah rangkul pinggangnya. Dia dendam banget karena ditolak Metta dan gagal nglecehin. Jadi menurut gue, dia gak akan berhenti dan pasti akan bikin susah Metta di kemudian hari. Cowok itu ngomong sendiri, kalo dia gak bisa dapetin Metta, yang lainnya juga gak akan bisa. Jadi spontan gue nyium bibirnya di depan dua orang itu untuk mentahin prasangka buruknya," jelas Andrew.Elvan terdiam dan berusaha membayangkan situasi yang terjadi saat itu.Rasanya sangat sulit bagi Elvan, mengingat posisi Andrew saat itu sama saja dengan dirinya dan Aya di saat Aya sedang di sudutkan oleh Andre dan Shella dulu di pesta, hingga ia langsung mengatakan jika Aya adalah calon istrinya. Hanya saja yang menjadi perbedaan adalah saat itu Aya memang calon istrinya sungguhan. Sedangkan And
Sejak pagi Elvan mengamati Andrew, memang menurutnya Andrew sedikit berubah. Tapi ia belum tahu apakah perubahan dalam diri Andrew ini berhubungan dengan Metta atau tidak. Tapi melihat hubungannya dengan Metta sedikit aneh, serta tindakan sikap mereka berdua semakin menguatkan pada tebakannya.Siang ini Andrew masuk ke dalam ruangannya untuk memberikan berkas pada Elvan.“Mau makan di mana ntar?” tanya Andrew seraya menunggu berkas yang sedang di periksa dan akan ditanda tangani oleh Elvan. “Di sini aja lah, lagi males keluar. Kayanya panas banget,” ujar Elvan. “Emang Lu mau keluar?” tanya Elvan kemudian.“Tadinya sih, cuma kaya emang panas banget, jadi males lah…” balas Andrew.“Makan sini ajalah, Lu pesenin ya, biasa. Gue bayarin lah…” ujar Elvan.“Beneran nih?” tanya Andrew.Elvan mengangguk.“Awas ya, udah ini Lu malah mau balik cepet-cepet! Nggak kan?” desis Andrew seraya menatap tajam pada Elvan.“Gak lahh. Kerjaan banyak gini gue gak mungkin balik cepet-cepet!” seru Elvan.“Ya
“Wahhh… cantiknyaa….” puji Hilda pada putrinya--Metta. Metta tampak begitu cantik dengan dress potongan sederhana, namun menojolkan bentuk tubuhnya yang bagus. Riasan wajahnya punt tidak terlalu berlebihan, begitu juga dengan rambut pendek Metta yang dibiarkan tergerai, di tata dengan sangat simple namun terlihat rapi.“Ma, gak bisa pake celana aja gitu?” tanya Metta.“Duhh… gak bisa dong, ini kan acara resmi, kamu kan dampingi Papa gantiin Mama, kalau Mama sehat sih Mama yang pergi.” Hilda masih memperhatikan penampilan putrinya yang terlihat begitu cantik.Metta mendengus. “Kamu ini perempuan sayang, meski kamu emang tomboy, kamu juga harus bisa berpenampilan seperti ini sesekali. Gimana kalau kamu nanti dapat pasangan kaya Papa, kamu harus loh mendampinginya ke acara seperti ini,” ujar Hilda.“Iya sih, Ma. Tapi…”“Ah jangan ada tapi-tapinya deh, pokoknya kamu tuh cantik banget kok!” ujar Hilda.Metta hanya mengangguk, dengan terpaksa dan tanpa bisa menolak lagi, Metta harus mengga
Setelah Metta bisa meredam emosinya ia kembali berkata seraya menatap Andrew lagi. Jika tidak ingat siapa Andrew, dan sudah banyak pertolongannya padanya, sudah pasti Metta akan menghajar Andrew dengan tangannya saat ini juga. Tapi dia bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri, jadi Metta berusaha menahan dirinya dan tetap berpikir dingin."Karena aku bukan bocil yang biasa dicium cowok gitu aja, Kak. Apalagi setelah tau, cowok yang menciumku adalah seorang player. Aku gak biasa banget kaya gitu dan gak mau di biasakan untuk hal yang seperti itu. Mencium itu seharusnya pakai hati pake perasaan, demikian juga yang terima ciumann dari kakak. Bukan sekedar rasa kepo pengen tau rasanya dicium kaya apa. Aku gak kaya Kakak. Mungkin buat Kakak itu hal yang biasa, Kakak bebas mencium siapa aja, tapi gak denganku!”Andrew terdiam mendengar perkataan Metta yang terdengar sangat serius itu.“Asal Kakak tahu, aku emang menghindari Kakak! Dan minggu lalu aku bohong soalnya da
Sudah tiga hari ini Andrew mencoba menghubungi Metta dengan mengiriminya chat, tapi Metta tak pernah membalasnya, hanya membacanya saja. Bahkan Andrew juga sempat menghubunginya melalui panggilan suara bahkan panggilan video, tapi Metta tak mengangkatnya sama sekali.“Bocil ini aneh banget sihh… Apa datang bulannya belum selesai?” gumam Andrew di dalam ruangannya.Tadinya ia ada rencana untuk makan siang di luar, karena setelah makan siang ia ada janji dengan klien dan tempatnya berdekatan dengan kampus Metta. Jadi dia mau mengajak Metta makan siang bersama jika dia ada di kampus, tapi selama tiga hari ini dan yang barusan terakhir Metta tetap tak menggubrisnya.“Ini bener-bener aneh…” gumam Andrew lagi.Ia belum bisa menemui Metta kecuali siang ini, karena besok sampai akhir pekan ini Andrew sangat sibuk. Tapi ia penasaran pada Metta yang tiba-tiba saja berubah drastis padanya.“Kalau ada waktu nanti aku temui dia deh…” ujar Andrew lagi.Andrew masih sangat penasaran mengapa Metta ja
“Ck!” Andrew tampak kesal saat ia membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan itu, wanita yang tadi berbicara dengan Andrew pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.“Sorry, agak lama nunggunya,” ujar Andrew begitu ia sudah kembali masuk ke dalam mobil, dan langsung memasang sabuk pengaman ke tubuhnya. Andrew juga langsung menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi sekarang!”“Hmm…” sahut Metta. Masih ada perasaan tak percaya dalam dirinya atas apa yang sudah di lihatnya beberapa saat yang lalu dan pengakuan dari mulut Andrew sendiri bahwa ia memiliki banyak mantan kekasih bahkan kini tangannya terasa gemetar. Metta mencoba mengeratkan genggamannya agar Andrew tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya.Mobil yang Andrew kendarai mulai memasuki jalanan besar. “Kita pulang aja, Kak.” Metta tiba-tiba saja berkata.“Loh, kan kamu mau nemenin aku ke sana!” sahut Andrew.“Gak enak badan, Kak. Tiba-tiba lemes!” ujar Metta.Andrew menolehkan pandangannya pada Metta sejenak, “Mau ke rumah s
“Makanan di sini emang enak ternyata,” ujar Andrew setelah ia mencoba makanannya yang beberapa saat lalu sudah datang dan di sajikan di hadapan mereka.Metta yang duduk di hadapan Andrew mengangguk menyetujuinya. Memang makanan yang sedang di makannya pun juga terasa enak. Meski pun ia sebenarnya bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan.“Iya, Kak. Enak…” sahut Metta.Andrew tersenyum, “Eh masih sakit?” tanyanya.Metta menggeleng, “Gak kok, Kak. Udah mendingan,” bohong Metta. Karena sudah terlanjur berbohong jadi Metta harus terus melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia buat sendiri.Duduk di hadapan Andrew seperti ini sangatlah tersiksa, tapi Metta mencoba untuk mengontrol dirinya. Jadi saat menatap Andrew di usahakan dirinya tidak melihat bibir Andrew atau matanya tapi melihat ke arah keningnya saja untuk menghindari kontak mata.“Abis dari sini enaknya ke mana ya?” tanya Andrew.“Aku gak tau, Kak.”“Lumayan, tumben-tumenan aku pengen jalan-jalan kaya gini, udah lama juga ka