Andrew masih terus melanjutkan makan siangnya, di mana ia masih bisa mendengar ghibahan dari para wanita muda itu. Mereka membicarakan keburukan orang lain seakan tak akan ada yang mendengar pembicaraan mereka. “Orang dunia pelangi emang gitu kali ya, menyendiri karena gak ada yang ogah temenan sama mereka,” ujar salah satu wanita muda itu.“Jelaslah… gue juga ogah kali, takutnya dia suka sama gue, ihh seremmm…” sahut wanita lainnya sambil bergidik.“Ya kali waktu ada tugas dan harus sekelompok sama dia, gue terpaksa banget lah… dan gue gak pernah dateng ikutan kerjainnya lohh…”“Takut ahhh… mana katanya dia hobby berantem juga kan?”“Iya, gue denger sih gitu juga…”“Nah jadi bisa gue pastiin dia tuh yang jadi laki nya, makanya kelakuan sama dandannya kaya gitu.”“Iya kalau gak salah biasa di sebut apa sih kalau lakinya, bu… buci apa yaa?”Ketiga temannya tampak mengidikkan bahu, “Mana gue tahu, dan gak mau tau deh gue…”‘Gak ada habisnya mereka ghibahin orang, kayanya mereka bakal g
Wanita-wanita itu terus menyindir Metta, bahkan semakin menjadi seolah kampus mereka yang terkenal menjadi tercemar karena memiliki mahasiswi yang punya kelainan dan harus dikucilkan. Hal ini malah membuat Andrew semakin merasa kesal dan gemas saja.Makanan maupun minumannya sudah habis, Andrew segera berdiri dari duduknya dan langsung berjalan menuju meja Metta dan berdiri tepat di sampingnya. Gerakan Andrew yang tiba-tiba tersebut selain membuat Metta kaget, tapi juga membuat wanita-wanita itu kaget juga karena salah satu di antara mereka ada yang memperhatikan Andrew.Metta hampir saja tersedak dengan makanan yang ada di mulutnya, dan matanya membelalak dengan sempurna. “K-kak!! Kenapa ada di sini??” seru Metta.“Udah dari tadi tau!” sahut Andrew seraya menunjuk meja yang tadi di tempatinya.“Kok aku gak tahu yaa…” sahut Metta.“Ck! Dasar! Sama pacar sendiri tega ya…” decak Andrew dengan suara yang sengaja di tinggikan yang membuat mata Metta semakin membulat.Metta hendak protes,
Elvan hanya bisa menarik dan menghembuskan napasnya dengan gusar, sesekali ia melirik pada Arka yang kini ada di gendongan Aya. Apa yang dilakukan oleh Elvan mengundang perhatian dan penasaran Aya karena Elvan melakukannya dengan berulang-ulang.“Kamu kenapa sih? Dari tadi cuma narik terus hembusin napas kaya lagi punya beban pikiran? Lagi ada masalah di kantor? Atau gak enak badan?” tanya Aya.Elvan menggeleng dengan cepat, “Gak, semua baik-baik aja kok,” sahut Elvan.Kini mereka bertiga sudah ada di dalam kamar, sejak pagi Arka ada di luar. Karena ini sudah siang, Aya berusaha untuk menidurkan Arka.“Terus?” tanya Aya.“Aku tuh sebel, iri sama Arka!” dengus Elvan dengan nada bicara yang manja.“Lahh… kok bisa?” tanya Aya bingung.Elvan mengerucutkan bibirnya, “Sejak ada Arka, Arka terus yang di perhatiin. Aku kapan? Terus itu Arka gitu terus, aku juga kan mau!” ujar Elvan seraya menunjuk Arka yang kini sedang menyusu, menempel pada dada Aya. Arka tampak begitu menikmati menghisap A
“Kamu tuh udah bukan anak TK lagi tapi kalo tidur kok kaya orang mati gitu sih, susah banget dibangunin!” ujar Andrew seraya mengendarai mobilnya, dan Metta duduk di sampingnya.Pada akhirnya Metta mau diantar pulang oleh Andrew, setelah Andrew menghubungi ibunya dan menjelaskan kenapa Metta pulang sangat terlambat ke rumah.“Gak sih, Kak. Mungkin karena aku agak gak enak badan juga. Pasti nanti malem susah tidr deh karena tadi tidur kelamaan,” ujar Metta.“Sakit?” tanya Andrew.Metta mengangguk, “Dikit, kemaren aku latihan, kaki aku cedera dan sedikit memar. Ke badan gak enak,” jelas Metta.“Bela diri?” tanya andrew lagi.“Yups… kemaren aku gak terlalu konsen jadi kaki aku ke hantam,” ujar Metta kemudian sedikit menaikkan celana jeansnya dan memperlihatkan luka memar di betisnya. “Ada juga di pinggang,” lanjutnya.“Kenapa kamu gak hati-hati sih…”Metta hanya terkekeh, “Tenang aja, Kak. Ini udah biasa kok…”“Ck! Dasar…” sahut Andrew. Mobil yang ia kendarai akhirnya sampai di perumah
Andrew pulang sedikit larut malam dari rumah Metta, setelah makan malam Aji menahannya untuk mengajak ngobrol dan mengajaknya bermain catur. Hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat dan sudah larut saja.Selain itu Andrew juga sempat kembali mengobrol dengan Metta, karena Metta mengenakan piyama tidur dengan celana pendek ia bisa melihat luka memar di betis Metta. Memang memarnya sedikit lebar, tapi seakan Metta tak merasakannya saat ia jalan. Mungkin karena itu ia tidur sangat lama sore tadi.Andrew sudah sampai di apartemennt dan sudah membersihkan tubuhnya. Kini ia bersiap akan tidur karena besok pagi harus ke kantor. Tapi sebelum memejamkan matanya ia sempat mengecek aplikasi chat miliknya. Sejak ia tidak menjalin hubungan dengan wanita-wanitanya, ponselnya tampak sangat sepi.‘Kaya kuburan aja,’ ujar Andrew dalam hati.Tapi kini matanya tertuju pada kontak milik Metta yang tampak masih online.“Wah dia belum tidur, malah online. Kayanya gara-gara tadi tidur lama deh,” ujar
Gelas yang ada di tangannya hampir saja terlepas dari genggamannya. Ia sangat kaget karena tiba-tiba saja ada suara di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat untuk mengetahuinya."T-tuan rupanya..." ujar Sarah yang terkejut, kemudian ia menundukkan sedikit wajahnya, "Maafkan saya, Tuan.""Oh gak apa-apa, aku hanya mau ambil air minum saja," ujar Andre kemudian masuk ke dalam dapur. Sebenarnya ia sendiri cukup kaget. Ia terbangun di pukul 1 dini hari dan merasa haus. Tapi, air di gelasnya sudah habis hingga ia memutuskan untuk mengambilnya ke dapur. Tadinya ia berpikir tidak akan ada siapapun di dapur karena sudah terlalu malam. Tapi ia sedikit kaget saat melihat lampu dapur yang menyala. Ternyata Sarah yang merupakan perawat ibunya tampak membelakanginya dan tidak begitu terlihat apa yang sedang di lakukannya. Tapi dengan gelas yang ada di tangannya ketika ia berbalik, Andre yakin jika Sarah melakukan hal yang sama dengannya."Oh mau ambil minum? Biar saya membantu Anda, Tuan!" ujar
Karena waktu makan siang sebentar lagi, Metta memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Ia merasa tidak enak dengan kondisi tubuhnya saat ini. Meski tidak berbau tapi tetap saja terasa risih. Hingga saat yang lainnya masih berbincang di halaman belakang, Metta di antar pelayan ke kamar mandi di mana ia bisa mandi di sana.Rupanya sebuah kamar tamu disiapkan untuknya, agar iaa bisa membersihkan diri di sana. Bahkan sudah disediakan pakaian ganti untuknya. “Dress??” tanya Metta seraya melihat pelayan tersebut yang masih ada di kamarnya, Metta mengambil dan mengamati pakaian yang dilipat dan di simpan di atas tempat tidur.“Itu punya Nyonya Aya, Nona,” jelas pelayan tersebut.“Gak ada jeans gitu? Atau celana yang lainnya, asal jangan dress?” tanya Metta.Pelayan tersebut menggeleng pelan, “Maaf gak ada, Nona.” Metta mendengus kemudian cemberut. “Ya udah deh gak apa-apa.”Pelayan tersebut mengangguk pelan, kemudian permisi undur diri dan segera keluar dari dalam kamar. Sebenarnya pelayan
Setelah memindahkan Arka ke kamarnya, Aya segera membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata dalam pelukan hangat Elvan. Jika malam hari, Arka tidak minta ASI sesering siang atau sore hari. Aya juga menyimpan ASI nya ke dalam botol agar jika Arka terbangun tengah malam hingga menjelang subuh maka baby sisternya hanya perlu menghangatkan botol ASI ke dalam alat Baby Milk Warmer dan memberikannya pada Arka sehingga Aya bisa beristirahat lebih lama untuk memulihkan tenaganya setelah melahirkan. Meski tak jarang Aya dan Elvan ikut terbangun mendengar suara tangisan Arka.Elvan melihat Aya yang baru saja tertidur, ia kemudian dengan perlahan melerai pelukan Aya pada tubuhnya, dan mulai turun dari atas tempat tidur dengan perlahan dan hati-hati agar tidak membangunkan Aya.Sejak tadi siang pikirannya terus terutuju pada Andrew. Bahkan ketika Metta dan Mama Hilda pulang sore tadi rasanya Elvan ingin cepat-cepat menghubungi Andrew, tapi sayangnya ia terfokus pada Arka dan Aya. Hingga ia mengur
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang