Sudah 4 hari berlalu dan Shella memutuskan untuk berdiam diri di rumah dan tidak pergi kemanapun. Shella merasa ada sedikit yang aneh dengan Andre. Ia merasa Andre berbeda sejak malam itu.
Anaknya--Meisya berada di kamar sebelah dengan pengasuhnya sedangkan ia berada di dalam kamar. Sejak tadi ia hanya berbaring dan memainkan ponselnya.“Ada apa sih sebenarnya sama Si Andre, aneh dehhh…” seru Shella kesal.“Apa ada perbuatan gue yang dia tahu? Tapi apa ya…” gumamnya lagi.Shella merasa bingung dengan perubahan sikap Andre padanya. Hingga ia terus bertanya-tanya dalam dirinya.“Gue inget banget, bukan masalah kantor dia bilang. Tapi duhh otak gue gak bisa mikir itu apaan, dan kayanya gue mesti agak hati-hati deh…” Shella merasa feelingnya kini sedang jalan. Shella memang merasa ada yang tak beres. Shella memutuskan untuk berendam di dalam bak maSiang ini Elvan ada janji temu dengan Ryan. Kebetulan week end jadi Elvan mengajak Aya untuk ikut bersama. Karena tahu Elvan akan mengajak Aya, Ryan juga mengajak isrinya Riani.Acaranya hanya makan siang bersama, tapi selain itu juga ada hal yang ingin Elvan dan Ryan bicarakan. Elvan ingin mereferensikan salah satu rekan bisnisnya pada Ryan untuk menjadi kliennya karena ia memiliki permasalahan hukum.Tentu saja Ryan langsung menyambutnya dengan baik, bagaimanapun Elvan adalah temannya.Saat Ryan dan Elvan membicarakan kcalon klien Ryan, Aya dan Riani berbincang mengenai kehamilan mereka. Kehamilan Aya sudah menginjak usia 23 minggu sedangkan Riani baru 6 minggu.“Gimana ada mual-mual gitu?” tanya penasaran, karena saat hamil muda Aya merasa cukup kepayahan.Riani menggeleng, “Gak, malah aku gak ngalamin morning sickness…”“Wah… bisa ya kaya gitu!” s
Setelah mendapatkan nomor ponsel Andrew dari Kakaknya yang didapatkannya dari kakak iparnya, Metta langsung mengirimi chat pada Andrew.Metta : Om…Tidak membutuhkan waktu lama Andrew langsung membaca kemudian tampak mengetik untuk membalasnya.Andrew : Heyyy siapa kamu berani memanggilku Om!!Metta mendengus kemudian membalasnya.Metta : Om ini, Metta.Andrew : Heyyy bocilll!! tau nomor aku dari mana, hah??Metta : Kak Aya, Kak Aya dapet dari Kak Elvan.Andrew : Sialannn!!Metta : Jangan marah-marah nanti makin tua loh!!Andrew : Bodo!!Andrew : Ada apaan sih pke ngechat segala? Baru menyadari gue ganteng dan tampan sampai kebawa mimpi?Metta : *Emoticon muntahMetta : Bukan!! Mau minta tolong, katanya Kak Elvan lagi sibuk suruh minta tolong sama Om aja.Andrew : Ck! Ada butuhnya aja…Metta : Aku bilangin lohh sama Kak Elvan.Andrew : Dasar bocil tuk
Metta mematikan kameranya, setelah ia selesai merekam semua wawancaranya dengan Andrew.“Selesai Om! Aku tinggal mencatat kemudian menyalin semuanya dan menjadikannya laporan untuk tugasku!” ujar Metta dengan senangnya.“Yakin nihhh??” dengus Andrew.Metta mengangguk, "Iya Om." Kemudian ia membereskan peralatan kuliahnya.Andrew segera melepaskan dasinya di susul dengan jasnya.Saat melakukan tanya jawab, Metta meminta Andrew untuk menggunakan pakaian yang lebih formal, bukan kaos oblong dan celana pendeknya seperti tadi saat ia datang. Dan tentu saja itu membuat Andrew semakin kesal.Metta sendiri melepas jas almamater yang tadi dikenakannya dan kini tinggal kemeja berkerah lengan pendek berwarna putih. Ia memang membawa pakaian ganti yang akan ia gunakan saat sesi wawancara. Tak mungkin ia memakai pakaian santai sehari-hari, karena rekaman itu sendiri harus diserahkan pada dosen, sebagai bukti doku
Metta hanya bisa menelan salivanya saat Andrew banyak memesan makanan.“Kak…” seru Metta.“Hmm?” gumam Andrew.“Gak salah? Pesen banyak? Berapa hari Kakak gak makan?” tanya Metta.“Gaak juga, ini sekalian minta di bungkus aja buat makan nanti malam. Males keluar lagi soalnya, jadi sekalian,” sahut Andrew dengan santai.Metta hanya bisa berdecak kemudian berujar, “Ihh ini sih bukan minta traktir! Tapi rampok aku!” dnegus Metta.“Tapi kan aku udah bantuin tugas kamu! Jadi impas dong!” balas Andrew tidak mau kalah. “Iya sihh, tapi ini menuju akhir bulan Kak. Uang jajan aku udah mulai menipis, bisa-bisa nanti aku di kampus gak bisa jajan kalau gini caranya…” dengus Metta.“Emangnya gue pikirin, kan enggak!” sahut Andrew.“Dihhh jahattt!!”“Minta duit sono sama Kakak Ipar kamu, gak mungkin dia pelit,” ujar Andrew.“Ihh gak mau, gak enak kali! Masa minta jajan sama Kak Elvan!” balas Metta.“Minta aja sama dia, jangan sungkan kalau perlu porotin aja. Duit dia gak akan abis ini kok!” sahut A
Shella bisa merasakan Martina yang menatapnya dengan penuh kebencian. Tapi Martina tidak bisa melakukan apapun, dan itu membuat Shella sangat senang.Saat Perawat pamit sebentar pada Shella untuk pergi ke toilet dan mengambilkan Martina obat, ini lah kesempatan yang sudah ditunggu-tunggu olehnya.Shella berdiri di hadapan Martina sambil tersenyum jahat seakan meledeknya dan merasa sangat puas. Beberapa detik kemudian ia mencondongkan tubuhnya agar bisa bicara dengan jelas pada Martina.“Ohh… Nenek Tua yang cerewet dan sangat kejam ini sekarang sudah tidak berdaya… duhh kasihan sekali hingga ingin membuat aku tertawa puas!’ ujar Shella sedikit pelan tapi bisa didengar dengan jelas oleh Martina.Wajah Martina tampak memerah karena emosi. Matanya mendelik seakan ingin keluar dari kelopaknya.Martina berusaha sekuat tenaga untuk bicara supaya bisa mendamprat menantu kurang ajarnya ini namun tidak bisa. Bibirnya hanya bergetar
Hari ini adalah hari yang di tunggu, karena pada hari ini mereka berencana untuk pergi ke Bandung bersama-sama. Mereka pada akhirnya menggunakan 1 mobil dengan ukuran yang lebih besar. Bukan hanya itu, mereka juga memutuskan untuk tidak menggunakan supir, dan Elvan yang akan mengendarai. Agar semuanya terasa lebih privacy saja.Mahanta duduk di samping Elvan, tepat di kursi samping pengemudi. Sedangkan Soraya dan Aya berada di bagian belakang agar lebih luas dan leluasa.Sepanjang perjalanan Mahanta dan Elvan berbincang santai, kebanyakan membahas bisnis mereka. Sedangkan Soraya dan Aya membicarakan banyak hal. Mereka sengaja tidak sarapan supaya bisa berangkat pagi dari Jakarta, kecuali Aya, yang makan beberapa potong biskuit dan minum susu hamil. Mereka berharap tidak terjebak macet, dan bisa sampai Bandung sebelum pukul 10 pagi.Mereka hanya sekali beristirahat di rest area yang ada di jalan tol yang menghubungkan Kota Jakarta dan Kota Bandung, itupun atas permintaan Soraya. Tak l
Aya merasa berbeda saat ia kembali menginjakkan villa yang akhirnya mengubah hidupnya selama-lamanya. Di tempat ini lah ia jatuh dan pingsan yang kemudian menemukan Elvan. Hubungan mereka yang kaku lambat laun memudar hingga akhirnya mereka bisa akrab dan menjadi sepasang kekasih bahkan kini sepasang suami istri.Tidak lama ia tinggal di sini, tapi tempat ini memiliki sejuta kenangan baginya.“Ayo turun!” ajak Elvan setelah membukakan pintu di samping Aya dan mengulurkan tangannya untuk membantu Aya turun dari mobil.“Hmm…” Aya mengangguk pelan kemudian mengulurkan tangannya untuk menggapai uluran tangan Elvan, lalu ia turun dengan sangat hati-hati.Tak lama kemudian tampak seseorang yang ia rindukan keluar dari dalam villa. Tampak wanita paruh baya itu masih bugar seperti biasanya. Ia menyambut kedatangan keduanya dengan suka cita. Sudah setengah tahun berlalu mereka tidak berjumpa.“Den… Non… bagaimana kabarnya?” tanya dengan sangat ramah.“Baik, Bi…” sahut Elvan seraya mulai menga
Di rumahnya Andre merasa semakin frustasi, kini ia sedang duduk di taman belakang rumahnya padahal sudah larut malam. Perusahaan mereka sudah kian membaik, tapi keadaan ibunya yang kini jadi beban pikirannya. Beberapa hari ini dirinya baik ayahnya fokus untuk merawat ibunya yang sakit, meski ada perawat tapi ibunya belum kian membaik. Terkadang ibunya marah dengan membuang peralatan makannya, berteriak dengan suara tidak jelas seakan ingin mengatakan sesuatu yang semua orang tidak bisa memahaminya. Dan jujur saja ini menjadi beban pikirannya yang sangat beraKarena ibunya sakit, membuat Andre melupakan hasil pemeriksaan dirinya tempo hari, bahkan ia lupa dengan rencananya untuk melakukan test DNA.Andre cukup senang, karena saat kondisi ibunya sedang sakit seperti ini, Shella dengan suka rela ikut membantu merawat ibunya dengan baik.‘Apa ini semua karena perbuatanku pada Aya? Dan apakah ini karma atau pembalasan yang harus aku terima?’ lirih Andre dalam hati.‘Andai aku bisa menemui
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang