Shella bisa merasakan Martina yang menatapnya dengan penuh kebencian. Tapi Martina tidak bisa melakukan apapun, dan itu membuat Shella sangat senang.Saat Perawat pamit sebentar pada Shella untuk pergi ke toilet dan mengambilkan Martina obat, ini lah kesempatan yang sudah ditunggu-tunggu olehnya.Shella berdiri di hadapan Martina sambil tersenyum jahat seakan meledeknya dan merasa sangat puas. Beberapa detik kemudian ia mencondongkan tubuhnya agar bisa bicara dengan jelas pada Martina.“Ohh… Nenek Tua yang cerewet dan sangat kejam ini sekarang sudah tidak berdaya… duhh kasihan sekali hingga ingin membuat aku tertawa puas!’ ujar Shella sedikit pelan tapi bisa didengar dengan jelas oleh Martina.Wajah Martina tampak memerah karena emosi. Matanya mendelik seakan ingin keluar dari kelopaknya.Martina berusaha sekuat tenaga untuk bicara supaya bisa mendamprat menantu kurang ajarnya ini namun tidak bisa. Bibirnya hanya bergetar
Hari ini adalah hari yang di tunggu, karena pada hari ini mereka berencana untuk pergi ke Bandung bersama-sama. Mereka pada akhirnya menggunakan 1 mobil dengan ukuran yang lebih besar. Bukan hanya itu, mereka juga memutuskan untuk tidak menggunakan supir, dan Elvan yang akan mengendarai. Agar semuanya terasa lebih privacy saja.Mahanta duduk di samping Elvan, tepat di kursi samping pengemudi. Sedangkan Soraya dan Aya berada di bagian belakang agar lebih luas dan leluasa.Sepanjang perjalanan Mahanta dan Elvan berbincang santai, kebanyakan membahas bisnis mereka. Sedangkan Soraya dan Aya membicarakan banyak hal. Mereka sengaja tidak sarapan supaya bisa berangkat pagi dari Jakarta, kecuali Aya, yang makan beberapa potong biskuit dan minum susu hamil. Mereka berharap tidak terjebak macet, dan bisa sampai Bandung sebelum pukul 10 pagi.Mereka hanya sekali beristirahat di rest area yang ada di jalan tol yang menghubungkan Kota Jakarta dan Kota Bandung, itupun atas permintaan Soraya. Tak l
Aya merasa berbeda saat ia kembali menginjakkan villa yang akhirnya mengubah hidupnya selama-lamanya. Di tempat ini lah ia jatuh dan pingsan yang kemudian menemukan Elvan. Hubungan mereka yang kaku lambat laun memudar hingga akhirnya mereka bisa akrab dan menjadi sepasang kekasih bahkan kini sepasang suami istri.Tidak lama ia tinggal di sini, tapi tempat ini memiliki sejuta kenangan baginya.“Ayo turun!” ajak Elvan setelah membukakan pintu di samping Aya dan mengulurkan tangannya untuk membantu Aya turun dari mobil.“Hmm…” Aya mengangguk pelan kemudian mengulurkan tangannya untuk menggapai uluran tangan Elvan, lalu ia turun dengan sangat hati-hati.Tak lama kemudian tampak seseorang yang ia rindukan keluar dari dalam villa. Tampak wanita paruh baya itu masih bugar seperti biasanya. Ia menyambut kedatangan keduanya dengan suka cita. Sudah setengah tahun berlalu mereka tidak berjumpa.“Den… Non… bagaimana kabarnya?” tanya dengan sangat ramah.“Baik, Bi…” sahut Elvan seraya mulai menga
Di rumahnya Andre merasa semakin frustasi, kini ia sedang duduk di taman belakang rumahnya padahal sudah larut malam. Perusahaan mereka sudah kian membaik, tapi keadaan ibunya yang kini jadi beban pikirannya. Beberapa hari ini dirinya baik ayahnya fokus untuk merawat ibunya yang sakit, meski ada perawat tapi ibunya belum kian membaik. Terkadang ibunya marah dengan membuang peralatan makannya, berteriak dengan suara tidak jelas seakan ingin mengatakan sesuatu yang semua orang tidak bisa memahaminya. Dan jujur saja ini menjadi beban pikirannya yang sangat beraKarena ibunya sakit, membuat Andre melupakan hasil pemeriksaan dirinya tempo hari, bahkan ia lupa dengan rencananya untuk melakukan test DNA.Andre cukup senang, karena saat kondisi ibunya sedang sakit seperti ini, Shella dengan suka rela ikut membantu merawat ibunya dengan baik.‘Apa ini semua karena perbuatanku pada Aya? Dan apakah ini karma atau pembalasan yang harus aku terima?’ lirih Andre dalam hati.‘Andai aku bisa menemui
Begitu Soraya melihat Aya dan Elvan yang baru saja turun dari mobil, ia segera menghampiri mereka. Soraya langsung memicingkan matanya menatap Elvan dengan tajam.“Apa sih, Mih. Kok liat akunya kaya gitu banget?” tanya Elvan yang merasa sedikit risih mendapat tatapan aneh dari ibunya. Aya yng berada di samping Elvan langsung meraih tangan Soraya dan mengecup punggung tangannya, kemudian beralih pada Mahanta.Kini mereka berempat sudah berada di cafe, sebentar lagi mereka akan kembali ke Jakarta. Dua malam sudah cukup bagi mereka untuk bermalam di Bandung meski sempat terpisah karena melewati acara yang berbeda.“Kok kamu keliatan seger banget?! Curiga Mamih kalau kamu udah seneng-seneng dua hari ini!” dengus Soraya seraya menatap tajam Elvan.“Apa sih Mih, ah aneh-aneh aja sih,” desis Elvan.‘Emang keliatan banget ya?’ tanya Elvan pada dirinya sendiri.Sedangkan Aya hanya diam dan sedikit menunduk, ia mengerti dengan arah pembicaraan ini. Tapi ia terlalu malu untuk mengangkat wajahny
Meski sudah mencobanya tapi Andre tak memiliki kesempatan untuk mencoba mendekati Aya dan berbicara dengannya. Tapi ia terus memperhatikan Aya dari kejauhan. Bagaimana gerak-geriknya, mimik wajahnya dan lainnya.Hingga tak berapa lama kemudian Shella kembali datang dan sudah berdiri di sampingnya. Hingga mau tak mau Andre harus mengalihkan perhatiannya pada hal yang lain untuk menghormati perasaan istrinya.Sementara itu Aya dan Elvan terus bersama dan berbincang dengan rekan-rekan Elvan, obrolan mereka sangat ringan dan juga sekitaran bisnis saja.Hingga Aya merasa ingin ke kamar kecil.“Aku ingin ke toilet,” bisik Aya pada Elvan.Elvan mengangguk, “Aku akan menemanimu,” balas Elvan.Lalu Elvan berpamitan pada kenalannya untuk mengantar Aya, yang tentu saja gerakan mereka di ketahui oleh Andre yang sesekali masih memantau Elvan dan Aya dengan sudut matanya.Rupanya Shella kini sedang berbincang dengan kenalannya yang ia temui beberapa menit yang lalu. Entah mendapat keberanian dari m
Aya merasa kaget saat ia keluar dari bilik toilet, ia menemukan Shella yang sedang membetulkan riasan bibinya di depan wastafel dengan cermin besar.“Ck! Gue kira siapa, ehh rupanya Elu! Wanita mandul!” ujar Shella seraya menatap Aya melalui pantulan cermin.Awalnya Aya tidak ingin menggubris hinaan yang dilontarkan oleh Shella tersebut, karena baginya akan buang waktu dan tidak ada gunanya. Sudah jelas kini ia sudah hamil besar, tapi Shella tetap saja menghinanya dengan sebutan ‘wanita mandul’.Aya dengan santainya berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangannya.Shella melirik ke arahnya kemudian menatap perut Aya yang membesar.“Berapa banyak bantal yang Lu masukin di perut, hah?” desis Shella dengan senyuman meremehkan Aya.“Gak ada, ini asli,” sahut Aya singkat.Shella tertawa sinis. “Mana bisa wanita mandul kaya Lu hamil beneran, hah?”Aya hanya menggeleng pelan, 'Dasar orang sirik. Sejak dulu tetep aja gak berubah!' Aya memilih untuk menulikan telinganya dan tak mau lagi mengg
Sementara itu di luar toilet, Elvan dan Andre mendengar semua pembicaraan keduanya. Saat ada orang yang ingin masuk ke dalam toilet, Elvan memintanya untuk menggunakan toilet lain. Elvan bisa melihat raut wajah Andre yang berubah drastis. Elvan tidak kaget karena ia sudah mengetahui semuanya, tapi tidak dengan Andre.“Jadi benar Meisya bukan anakku…” lirih Andre sangat pelan namun Elvan bisa mendengarnya dengan sangat jelas.Ada rasa iba dalam diri Elvan pada Andre saat ini. “Bisa saja dia anakmu, kau hanya harus membuktikannya,” ujar Elvan pelan.Wajah Andre memerah. Kini ia yakin Meisya memang bukan anak kandungnya tanpa harus melakukan test DNA. Rahangnya seketika mengeras dan ia mengepalkan tangannya.Baik Elvan dan Andre mendengar suara Shella yang kian meninggi, kali ini Elvan sudah tidk bisa tinggal diam lagi. Ia takut sesuatu terjadi dengan Aya. Dan sudah cukup bagi Andre untuk mendengar semuanya langsung daru mulut Shella.Dengan cepat Elvan membuka pintu kamar mandi terseb
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang