“Mau kemana?” tanya Hilda pada Aya siang ini, terlihat Aya sudah cantik dengan riasan make up tipisnya, di padukan dengan dress selutut yang bagian atasnya tertutup. Aya sengaja menggerai rambut panjangnya.“Hmm, Elvan bentar lagi jemput. Mau makan siang,” jawab Aya kemudian ikut duduk di sofa dengan ibunya di ruang keluarga.“Oh, gak makan di sini aja?” tanya Hilda.Aya menggeleng pelan, “Gimana Elvan aja.”“Mama ngerti, kencan gitu ya maksudnya?” Hilda tersenyum hangat.Wajah Aya sedikit merona, tapi kemudian mengangguk.“Kayanya Elvan tuh sayang banget ya sama kamu,” ujar Hilda kemudian.Wajah Aya sedikit mendongak, “Mama tau dari mana?” tanyanya.“Dari cara dia natap kamu, hangat, dalam meski ada rasa kekhwatiran di dalamnya,” ujar Hilda seraya menatap Aya lekat-lekat.“Elvan memang baik, Ma. Dan Aya merasa sangat nyaman saat di dekatnya, ia selalu melindungi Aya selama ini. Jika tidak bertemu dengan dokter Fera kemudian bertemu dengan Elvan dan Ryan, entahlah. Aya tidak tahu nasi
“Kamu udah pulang, Aya? Elvannya mana?” tanya Hilda yang berpapasan dengan putrinya yang baru saja masuk ke dalam rumah, tapi ia tak menemukan Elvan bersama putrinya.Aya yang merasa sangat panas di pipinya hingga menundukkan wajahnya sejak tadi terpaksa menengadahkan kembali wajahnya dan menatap ibunya, bisa di pastikan wajahnya sangat memerah.“Oh… Elvan langsung pergi lagi, Ma. Ada pertemuan dengan klien, dia hampir terlambat, tadi sudah minta maaf padaku untuk di sampaikan pada Mama, katanya tidak bisa mampir.” jelas Aya sedikit terbata-bata.“Ohh begitu rupanya, ya gak apa-apa, Mama tahu Elvan pasti sangat sibuk,” ujar Hilda.Aya mengangguk.Hilda sejak tadi mencermati wajah putrinya tersebut yang begitu merah, ”Kamu kenapa? Gak enak badan? Demam?” tanya Hilda pada Aya dan berusaha mendekat untuk memeriksa suhu tubuh Aya dengan menempelkan punggung telapak tangannya ke dahi Aya.Aya sempat membulatkan matanya sebentar dan perlahan menghindar dari sentuhan tangan ibunya, “Gak apa-
Aya mengikuti langkah Elvan yang kini menuju masuk ke dalam rumahnya, “Mamih masak sendiri loh, untuk makan malam kita,” ujar Elvan menjelas pada Aya.“Oh ya?”Elvan mengangguk, “Tadinya aku pengen kita semua makan malam di luar aja, tapi Mamih bilang di rumah aja, biar suasananya lebih hangat,” jelas Elvan.“Aku mengerti,” sahut Aya kemudian. Ia masih menelisik seluruh keadaan rumah kedua orang tua Elvan yang terlihat begitu luas dan nyaman.Kedatangan mereka di sambut oleh pelayan yang kemudian mengantar mereka masuk ke dalam.“Jangan ruang tamu ya, kita langsung ke ruang keluarga aja, kayanya Daddy ada di sana,” ujar Elvan.Aya hanya mengangguk mengikuti ucapan Elvan, meski hatinya masih merasa cemas.Elvan menarik pinggang Aya agar lebih mendekat padanya, kemudian merangkul bahunya. Saat sudah berada di ruang keluarga Elvan da
Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh semuanya, apalagi Aya dan Elvan. Sejak pagi rumah kediaman kedua orang tua Aya sudah terlihat begitu sibuk untuk mempersiapkan tempat dan jamuan menyambut kedatangan kedua orang tua Elvan dan Elvan sendiri yang akan melamar Aya.Meski acara berlangsung nanti malam, tapi Hilda selaku tuan rumah mencoba untuk menyambut calon besan mereka dengan baik dan sempurna. Bagaimanapun sebuah pernikahan bukanlah hubungan yang terikat secara resmi di antara kedua anak mereka saja, tapi menyatukan dua keluarga. Dan mereka sudah berpengalaman sebelumnya terhadap hal tersebut, atas kegagalan penikahan anak mereka, meski untuk Elvan, semua orang tahu jika ia dipisahkan oleh maut dengan istrinya terdahulu. Berita kecelakaan tragis itu masuk di televisi dan surat kabar.Acara lamaran akan berlangsung santai tapi tetap sakral. Hilda mengeluarkan baju terbaiknya yang di sesuaikan dengan seluruh anggota keluarganya. Ruang tamu di bersihk
Saat Aya masuk ke tempat acara, terlihat kedua orang tuanya dan orang tua Elvan sedang mengobrol santai. Sebagai sesama pengusaha, Aji dan Mahanta sudah sering bertemu di berbagai acara bisnis, meski jarang bercakap-cakap. Demikian pula Hilda dan Soraya. Di sana pula terlihat Elvan yang sudah duduk di antara kedua orang tuanya.Kedatangan Aya langsung di sambut dengan baik. Ia kemudian di bantu oleh Hilda untuk duduk di antara Hilda dan Aji.“Karena Aya sudah bergabung bersama kita, bagaimana kalau kita mulai saja, agar tidak terlalu malam,” ujar Mahanta.“Saya setuju dengan Anda,” sahut Aji.Mahanta mengangguk pelan, “Seperti yang kita ketahui jika, putra-putri kita sudah menjalin hubungan dan mereka memiliki niatan untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius. Untuk itu saya selaku ayah dari Elvan mewakili keluarga kami dan Elvan sendiri. Kami datang untuk melamar putri Anda yang bernama Dayana,” ujar Mahanta dengan tegas dan sangat berwibawa.Tentu saja seperti yang sudah
Elvan dan Andrew sedang makan siang bersama di cafe yang tak jauh dari kantor. “Abis ini gue balik ya, gak balik ke kantor!” ujar Elvan di sela makannya.“Mau ke mana Lu?” tanya Andrew setelah menelan makanannya.“Mau jemput Aya terus ke rumah sakit,” jawab Elvan dengan santai.Mata Andrew membelalak, “Pacar masa depan gue sakit? Kok Lu gak ngasih tau gue sih? Sakit apa? Parah gak? Dia suka apa? Entar gue bawain pas jenguk!” cerocos Andrew.Elvan memutar bola matanya. “Gak ada yang sakit, kita berdua emang mau Premarital check up, dan gue udah janjian sama dokternya jam 3 sore ini,” jelas Elvan.“Ohh… cuma Premarital check doang ternyata…” gumam Andrew pada akhirnya. Tapi sesaat kemudian ia kembali membelalakkan matanya kemudian setengah berteriak. “Apaaaa?? Premarital check up??” tanyanya tak percaya.Elvan mengangguk, “Jangan teriak Lu, malu-maluin aja, liat orang keganggu sama teriakan Lu!” tegur Elvan seraya melirik pada beberapa orang yang dekat dengan meja yang kini mereka temp
Saat Elvan keluar dari toilet ia melihat Aya yang sedang menatap ke arah koridor sebelah kanan. Ia mencoba mengikuti arah pandangan Aya, di sana ia bisa melihat seorang wanita berpakaian mini yang ditemani oleh seorang pengasuh. Awalnya Elvan berpikir, mungkin Aya sedih karena menginginkan kehidupan seperti wanita itu yang sudah memiliki anak."Ada apa?" tanya Elvan lembut berusaha untuk menghibur Aya.Aya tersentak kaget, dengan cepat ia menoleh pada Elvan."Ehh... Kamu bikin kaget aja!" seru Aya. Aya segera berdiri untuk mensejajarkan dirinya dengan Elvan."Apa yang kau lihat?" tanya Elvan kemudian.Aya menggeleng. Awalnya Aya tak ingin mengatakannya pada Elvan. Tapi kemudian ia berpikir ia tak mau menyembunyikan apapun ada Elvan, meskipun itu hal yang sangat kecil. "Tadi aku bertemu dengan Shella," cicit Aya pelan.Mata Elvan membulat, "Apa dia melihatmu? Menghinamu? Atau yang lainnya?" tanya Elvan khawatir. Karena ia tahu Shella adalah wanita jahat. Ia yakin Shella sanggup mela
“Mama gak ikut ya,” ujar Hilda pada Aya, “Mama ada perlu dengan teman Mama hari ini.”Aya mengangguk, “Gak apa-apa, Ma. Lagikan Aya pergi sama Mamih, jadi tenang aja,” balas Aya.“Soraya nanti jemput ke sini atau kalian ketemu di salon?” tanya Hilda.“Mamih bilang, Mamih mau jemput aja. Sekalian ketemu sama Mama kalau Mama belum sempet pergi,” jawab Aya.Hilda mengangguk, “Ya udah, Mama mending nunggu Soraya aja sampai ke sini, baru Mama pergi.”Hari ini Soraya mengajak aya untuk ke salon bersama. Sekitar 2 minggu lagi Aya dan Elvan akan menikah, maka dari itu Soraya mengajak Aya untuk melakukan perawatan di salon. Soraya mengambil perawatan khusus untuk pengantin bagi Aya.Soraya merasa senang, hasil pemeriksaan Aya dan Elvan minggu lalu sudah keluar beberapa hari yang lalu. Dan hasil pemeriksaan tersebut menyatakan, baik Elvan maupun Aya dalam keadaan yang sehat dan semuanya normal.Soraya berharap, Aya segera hamil tak lama setelah mereka menikah. Elvan sudah cukup umur untuk memil
Setelah Metta bisa meredam emosinya ia kembali berkata seraya menatap Andrew lagi. Jika tidak ingat siapa Andrew, dan sudah banyak pertolongannya padanya, sudah pasti Metta akan menghajar Andrew dengan tangannya saat ini juga. Tapi dia bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri, jadi Metta berusaha menahan dirinya dan tetap berpikir dingin."Karena aku bukan bocil yang biasa dicium cowok gitu aja, Kak. Apalagi setelah tau, cowok yang menciumku adalah seorang player. Aku gak biasa banget kaya gitu dan gak mau di biasakan untuk hal yang seperti itu. Mencium itu seharusnya pakai hati pake perasaan, demikian juga yang terima ciumann dari kakak. Bukan sekedar rasa kepo pengen tau rasanya dicium kaya apa. Aku gak kaya Kakak. Mungkin buat Kakak itu hal yang biasa, Kakak bebas mencium siapa aja, tapi gak denganku!”Andrew terdiam mendengar perkataan Metta yang terdengar sangat serius itu.“Asal Kakak tahu, aku emang menghindari Kakak! Dan minggu lalu aku bohong soalnya da
Sudah tiga hari ini Andrew mencoba menghubungi Metta dengan mengiriminya chat, tapi Metta tak pernah membalasnya, hanya membacanya saja. Bahkan Andrew juga sempat menghubunginya melalui panggilan suara bahkan panggilan video, tapi Metta tak mengangkatnya sama sekali.“Bocil ini aneh banget sihh… Apa datang bulannya belum selesai?” gumam Andrew di dalam ruangannya.Tadinya ia ada rencana untuk makan siang di luar, karena setelah makan siang ia ada janji dengan klien dan tempatnya berdekatan dengan kampus Metta. Jadi dia mau mengajak Metta makan siang bersama jika dia ada di kampus, tapi selama tiga hari ini dan yang barusan terakhir Metta tetap tak menggubrisnya.“Ini bener-bener aneh…” gumam Andrew lagi.Ia belum bisa menemui Metta kecuali siang ini, karena besok sampai akhir pekan ini Andrew sangat sibuk. Tapi ia penasaran pada Metta yang tiba-tiba saja berubah drastis padanya.“Kalau ada waktu nanti aku temui dia deh…” ujar Andrew lagi.Andrew masih sangat penasaran mengapa Metta ja
“Ck!” Andrew tampak kesal saat ia membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan itu, wanita yang tadi berbicara dengan Andrew pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.“Sorry, agak lama nunggunya,” ujar Andrew begitu ia sudah kembali masuk ke dalam mobil, dan langsung memasang sabuk pengaman ke tubuhnya. Andrew juga langsung menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi sekarang!”“Hmm…” sahut Metta. Masih ada perasaan tak percaya dalam dirinya atas apa yang sudah di lihatnya beberapa saat yang lalu dan pengakuan dari mulut Andrew sendiri bahwa ia memiliki banyak mantan kekasih bahkan kini tangannya terasa gemetar. Metta mencoba mengeratkan genggamannya agar Andrew tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya.Mobil yang Andrew kendarai mulai memasuki jalanan besar. “Kita pulang aja, Kak.” Metta tiba-tiba saja berkata.“Loh, kan kamu mau nemenin aku ke sana!” sahut Andrew.“Gak enak badan, Kak. Tiba-tiba lemes!” ujar Metta.Andrew menolehkan pandangannya pada Metta sejenak, “Mau ke rumah s
“Makanan di sini emang enak ternyata,” ujar Andrew setelah ia mencoba makanannya yang beberapa saat lalu sudah datang dan di sajikan di hadapan mereka.Metta yang duduk di hadapan Andrew mengangguk menyetujuinya. Memang makanan yang sedang di makannya pun juga terasa enak. Meski pun ia sebenarnya bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan.“Iya, Kak. Enak…” sahut Metta.Andrew tersenyum, “Eh masih sakit?” tanyanya.Metta menggeleng, “Gak kok, Kak. Udah mendingan,” bohong Metta. Karena sudah terlanjur berbohong jadi Metta harus terus melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia buat sendiri.Duduk di hadapan Andrew seperti ini sangatlah tersiksa, tapi Metta mencoba untuk mengontrol dirinya. Jadi saat menatap Andrew di usahakan dirinya tidak melihat bibir Andrew atau matanya tapi melihat ke arah keningnya saja untuk menghindari kontak mata.“Abis dari sini enaknya ke mana ya?” tanya Andrew.“Aku gak tau, Kak.”“Lumayan, tumben-tumenan aku pengen jalan-jalan kaya gini, udah lama juga ka
Andrew yang sudah membaringkan tubuhnya dan bersiap untuk tidur kembali mendudukkan tubuhnya lalu meraih ponselnya. Kemudian ia mengetikkan sesuatu di sana.Andrew : Bocil udah tidur belum?Metta yang hampir terlelap kembali terbangun karena ponselnya berbunyi, saat ia memeriksanya rupanya pesan dari Andrew. Seketika rasa kantuknya hilang begitu saja.Metta : Baru mau tidur, Kak. Kenapa?Andrew : Traktir akunya besok aja ya, kamu kan gak mungkin latihan dengan kondisi perut kamu yang masih sakit.Seketika mata Metta membulat, karena ia tahu persis kondisi tubuhnya. Semuanya baik-baik saja, dan datang bulan itu hanyalah kebohongan.Metta : Tapi Kak, besok pasti udah gak apa-apa kok.Andrew : Masa kamu lagi datang bulan mau olah raga berat sih? Ngaco deh…“Aduhhh alesan apa yaa buat nolaknya,” gumam Metta yang terus menatap layar ponselnya.Andrew : Pokoknya besok aku jemput ya, jadi gak usah pake motor ahh panas!Metta : Tapi Kak aku mau latihan aja.Andrew : Gak usah deh, kan lagi sak
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi