“Saya rasa, saya harus menolaknya!”
Bukan hanya Elvan tapi Aya juga tercengang dengan perkataan Aji tersebut, dan ini lah yang sangat Aya takutkan. Tapi Elvan bersikap tenang kemudian, ia paham dengan apa yang dimaksiud oleh Aji.“Maafkan saya jika menyinggung perasaan Anda, saya hanya tak ingin melakukan kesalahan yang sama seperti dulu yang saya lakukan pada putri saya,” ujar Aji kemudian.“Saya tahu maksud Anda, dan saya mengerti atas kekhawatiran yang Anda rasakan. Tapi saya mohon beri kami waktu untuk memperlihatnya pada Anda, bahwa kami serius. Dan Anda tidak bisa membandingkan saya dengan orang yang dulu menjadi pasangan Aya. Kami sudah mengenal lebih dulu sebelum akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan,” jelas Elvan.“Saya mengerti….”“Jika maksud Anda hubungan kami terlalu cepat dan khawatir orang lain akan berpikiran buruk, saya rasa, 2 bulan inHari ini Aya kembali pulang ke rumahnya dan akan tinggal kembali bersama kedua orang tuanya, dan juga kedua adiknya, Meta dan Esa.Tentu saja Elvan menyempatkan dirinya untuk mengantar Aya secara langsung. Barang yang Aya bawa dari apartement hanyalah pakaiannya saja. Karena Elvan melarang Aya untuk membawa semua barangnya, termasuk beberapa pakaian. Semalam tentu saja Elvan merengek ingin tidur di peluk oleh Aya, karena seminggu ke depan Elvan tidak akan tidur di temani oleh Aya lagi, mungkin sampai mereka menikah. Tapi, akal bulus Elvan sudah memikirkan beberapa cara agar membawa Aya untuk menginap di apartement.Elvan hanya sebentar berada di rumah Aya, dan kebetulan Aji sedang berada di kantor jadi hanya ada ibunya Aya saja. Dan Elvan sempat berbincang dengannya sejenak hingga ia berpamitan kembali untuk ke kantor.“Saya pamit dulu,” ujar Elvan pada Hilda.Hilda tersenyum dan mengangguk, “Hati-hati di jalan ya, Elvan.”Elvan mengangguk, kemudian menatap Aya. Rasanya sungguh berat
“Mau kemana?” tanya Hilda pada Aya siang ini, terlihat Aya sudah cantik dengan riasan make up tipisnya, di padukan dengan dress selutut yang bagian atasnya tertutup. Aya sengaja menggerai rambut panjangnya.“Hmm, Elvan bentar lagi jemput. Mau makan siang,” jawab Aya kemudian ikut duduk di sofa dengan ibunya di ruang keluarga.“Oh, gak makan di sini aja?” tanya Hilda.Aya menggeleng pelan, “Gimana Elvan aja.”“Mama ngerti, kencan gitu ya maksudnya?” Hilda tersenyum hangat.Wajah Aya sedikit merona, tapi kemudian mengangguk.“Kayanya Elvan tuh sayang banget ya sama kamu,” ujar Hilda kemudian.Wajah Aya sedikit mendongak, “Mama tau dari mana?” tanyanya.“Dari cara dia natap kamu, hangat, dalam meski ada rasa kekhwatiran di dalamnya,” ujar Hilda seraya menatap Aya lekat-lekat.“Elvan memang baik, Ma. Dan Aya merasa sangat nyaman saat di dekatnya, ia selalu melindungi Aya selama ini. Jika tidak bertemu dengan dokter Fera kemudian bertemu dengan Elvan dan Ryan, entahlah. Aya tidak tahu nasi
“Kamu udah pulang, Aya? Elvannya mana?” tanya Hilda yang berpapasan dengan putrinya yang baru saja masuk ke dalam rumah, tapi ia tak menemukan Elvan bersama putrinya.Aya yang merasa sangat panas di pipinya hingga menundukkan wajahnya sejak tadi terpaksa menengadahkan kembali wajahnya dan menatap ibunya, bisa di pastikan wajahnya sangat memerah.“Oh… Elvan langsung pergi lagi, Ma. Ada pertemuan dengan klien, dia hampir terlambat, tadi sudah minta maaf padaku untuk di sampaikan pada Mama, katanya tidak bisa mampir.” jelas Aya sedikit terbata-bata.“Ohh begitu rupanya, ya gak apa-apa, Mama tahu Elvan pasti sangat sibuk,” ujar Hilda.Aya mengangguk.Hilda sejak tadi mencermati wajah putrinya tersebut yang begitu merah, ”Kamu kenapa? Gak enak badan? Demam?” tanya Hilda pada Aya dan berusaha mendekat untuk memeriksa suhu tubuh Aya dengan menempelkan punggung telapak tangannya ke dahi Aya.Aya sempat membulatkan matanya sebentar dan perlahan menghindar dari sentuhan tangan ibunya, “Gak apa-
Aya mengikuti langkah Elvan yang kini menuju masuk ke dalam rumahnya, “Mamih masak sendiri loh, untuk makan malam kita,” ujar Elvan menjelas pada Aya.“Oh ya?”Elvan mengangguk, “Tadinya aku pengen kita semua makan malam di luar aja, tapi Mamih bilang di rumah aja, biar suasananya lebih hangat,” jelas Elvan.“Aku mengerti,” sahut Aya kemudian. Ia masih menelisik seluruh keadaan rumah kedua orang tua Elvan yang terlihat begitu luas dan nyaman.Kedatangan mereka di sambut oleh pelayan yang kemudian mengantar mereka masuk ke dalam.“Jangan ruang tamu ya, kita langsung ke ruang keluarga aja, kayanya Daddy ada di sana,” ujar Elvan.Aya hanya mengangguk mengikuti ucapan Elvan, meski hatinya masih merasa cemas.Elvan menarik pinggang Aya agar lebih mendekat padanya, kemudian merangkul bahunya. Saat sudah berada di ruang keluarga Elvan da
Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh semuanya, apalagi Aya dan Elvan. Sejak pagi rumah kediaman kedua orang tua Aya sudah terlihat begitu sibuk untuk mempersiapkan tempat dan jamuan menyambut kedatangan kedua orang tua Elvan dan Elvan sendiri yang akan melamar Aya.Meski acara berlangsung nanti malam, tapi Hilda selaku tuan rumah mencoba untuk menyambut calon besan mereka dengan baik dan sempurna. Bagaimanapun sebuah pernikahan bukanlah hubungan yang terikat secara resmi di antara kedua anak mereka saja, tapi menyatukan dua keluarga. Dan mereka sudah berpengalaman sebelumnya terhadap hal tersebut, atas kegagalan penikahan anak mereka, meski untuk Elvan, semua orang tahu jika ia dipisahkan oleh maut dengan istrinya terdahulu. Berita kecelakaan tragis itu masuk di televisi dan surat kabar.Acara lamaran akan berlangsung santai tapi tetap sakral. Hilda mengeluarkan baju terbaiknya yang di sesuaikan dengan seluruh anggota keluarganya. Ruang tamu di bersihk
Saat Aya masuk ke tempat acara, terlihat kedua orang tuanya dan orang tua Elvan sedang mengobrol santai. Sebagai sesama pengusaha, Aji dan Mahanta sudah sering bertemu di berbagai acara bisnis, meski jarang bercakap-cakap. Demikian pula Hilda dan Soraya. Di sana pula terlihat Elvan yang sudah duduk di antara kedua orang tuanya.Kedatangan Aya langsung di sambut dengan baik. Ia kemudian di bantu oleh Hilda untuk duduk di antara Hilda dan Aji.“Karena Aya sudah bergabung bersama kita, bagaimana kalau kita mulai saja, agar tidak terlalu malam,” ujar Mahanta.“Saya setuju dengan Anda,” sahut Aji.Mahanta mengangguk pelan, “Seperti yang kita ketahui jika, putra-putri kita sudah menjalin hubungan dan mereka memiliki niatan untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius. Untuk itu saya selaku ayah dari Elvan mewakili keluarga kami dan Elvan sendiri. Kami datang untuk melamar putri Anda yang bernama Dayana,” ujar Mahanta dengan tegas dan sangat berwibawa.Tentu saja seperti yang sudah
Elvan dan Andrew sedang makan siang bersama di cafe yang tak jauh dari kantor. “Abis ini gue balik ya, gak balik ke kantor!” ujar Elvan di sela makannya.“Mau ke mana Lu?” tanya Andrew setelah menelan makanannya.“Mau jemput Aya terus ke rumah sakit,” jawab Elvan dengan santai.Mata Andrew membelalak, “Pacar masa depan gue sakit? Kok Lu gak ngasih tau gue sih? Sakit apa? Parah gak? Dia suka apa? Entar gue bawain pas jenguk!” cerocos Andrew.Elvan memutar bola matanya. “Gak ada yang sakit, kita berdua emang mau Premarital check up, dan gue udah janjian sama dokternya jam 3 sore ini,” jelas Elvan.“Ohh… cuma Premarital check doang ternyata…” gumam Andrew pada akhirnya. Tapi sesaat kemudian ia kembali membelalakkan matanya kemudian setengah berteriak. “Apaaaa?? Premarital check up??” tanyanya tak percaya.Elvan mengangguk, “Jangan teriak Lu, malu-maluin aja, liat orang keganggu sama teriakan Lu!” tegur Elvan seraya melirik pada beberapa orang yang dekat dengan meja yang kini mereka temp
Saat Elvan keluar dari toilet ia melihat Aya yang sedang menatap ke arah koridor sebelah kanan. Ia mencoba mengikuti arah pandangan Aya, di sana ia bisa melihat seorang wanita berpakaian mini yang ditemani oleh seorang pengasuh. Awalnya Elvan berpikir, mungkin Aya sedih karena menginginkan kehidupan seperti wanita itu yang sudah memiliki anak."Ada apa?" tanya Elvan lembut berusaha untuk menghibur Aya.Aya tersentak kaget, dengan cepat ia menoleh pada Elvan."Ehh... Kamu bikin kaget aja!" seru Aya. Aya segera berdiri untuk mensejajarkan dirinya dengan Elvan."Apa yang kau lihat?" tanya Elvan kemudian.Aya menggeleng. Awalnya Aya tak ingin mengatakannya pada Elvan. Tapi kemudian ia berpikir ia tak mau menyembunyikan apapun ada Elvan, meskipun itu hal yang sangat kecil. "Tadi aku bertemu dengan Shella," cicit Aya pelan.Mata Elvan membulat, "Apa dia melihatmu? Menghinamu? Atau yang lainnya?" tanya Elvan khawatir. Karena ia tahu Shella adalah wanita jahat. Ia yakin Shella sanggup mela
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang