Sudah tiga hari ini koki pilihan Elvan bekerja dengan baik dan membantunya di dapur. Aya sangat terbantu oleh koki tersebut, koki tersebut sangat baik dan bisa diajak kerja sama. Bahkan Aya sering bertukar pikiran dengannya untuk membuat ide-ide resep terbaru.
Sore ini Aya sedang berkutat di dalam dapur, tiba-tiba seorang pegawai menghampirinya.“Bu, maafkan saya menganggu, di luar ada seseorang yang ingin menemui Anda,” ujar pegawai yang bertugas sebagai seorang waiters. Kening Aya berkerut, ia bertanya-tanya dalam dirinya mengenai siapa yang datang untuk mencarinya.“Siapa? Perempuan atau laki-laki?” tanya Aya.“Perempuan, Bu. Nyonya Soraya,” sahut pegawai tersebut.Mata Aya membulat seketika dan langsung tersenyum lebar. “Mamihhh…” gumaman Aya kemudian. Aya langsung mencuci tangannya dan mengerigkannya, “Bilang pada Mamih, tunggu sebentar,Alangkah terkejutnya Elvan begitu masuk ke dalam cafe untuk menjemput Aya, di mana ia bisa melihat ibunya ada bersama Aya dan mereka tampak sedang berbincang.“Mamihh!! Kok Mamih bisa ada di sini? Sendirian ya?” tanya Elvan begitu ia berdiri di dekat Aya dan ibunya. Elvan celingukan mencari ayah atau teman ibunya yang mungkin ikut berkunjung ke cafe. Saat ini cafe sudah hampir tutup dan para pegawai sedang merapikan cafe.Soraya hanya menatap Elvan dan mendelik padanya. “Tadi sama temen tapi temen Mamih sudah pulang dari tadi. Napa? Emang Mamih gak boleh datang ke sini? Apa hak kamu melarang Mamih datang, hah?”“Bukan gitu Mih, kok Mamih gak kasih tau Elvan dulu gitu…”“Ck! Kalau Mamih mau datang ya datang aja, kenapa harus minta ijin sama kamu segala, kamu kan bukan Daddy!” dengus Soraya.“Ihh… bukan gitu Mih…” seru Elvan.Soraya menatap tajam Elvan. “Kenapa? Kaget kamu Mamih datang? Takut ketahuan karena kamu sering nginep di sini, hah? Bobo bareng gitu? Maen vampire-vampire-an?” d
Pagi ini mereka bertiga sedang duduk di meja makan, menikmati sarapan mereka yang dibuat oleh Aya. Awalnya mereka menikmati sarapannya tanpa kata. Karena Elvan hanya diam saja dengan wajah yang merengut.Tentu saja ia masih kesal karena semalam ibunya menjewernya dan memarahinya, karena ia meminta Aya untuk pindah ke kamar sebelah yang di tempati olehnya. Karena tidak ditemani Aya seperti biasa, kira-kira jam 1 malam Elvan baru bisa tidur.“Ini enak…” ujar ibunya memuji makanan buatan Aya.Aya tersenyum, “Terima kasih, Mamih.”Soraya kemudian melirik pada Elvan, “Kenapa dari tadu kamu nekuk wajah kamu terus, hah? Marah sama Mamih?” tanya Soraya.“Gak kok, Mih. Elvan baik-baik aja,” sahut Elvan.Soraya memutar bola matanya jengah, “Ngomong aja kalau masih kesel karena semalam!”Elvan memilih diam. Ia tak mau lagi berdebat dengan ibunya untuk hal ini. Jadi ia akan menoba mengalihkannya pada pembicaraan lainnya.“Mih, Elvan dan Aya udah berencana untuk kembali ke Jakarta, dan sesekali aj
Rabu pagi, keduanya sudah bersiap untuk kembali ke Jakarta.Dengan hati yang sedikit berat Aya meninggalkan apartement yang sudah di tinggalinya selama 1 bulan lebih ini. Tapi yang paling berat adalah Aya harus meninggalkan cafenya, mempercayakan pengelolaannya pada satu orang kepercayaan Elvan dan pada koki yang sudah di trainingnya selama seminggu.Aya sudah mengambil keputusan tersebut, ia memang harus kembali ke Jakarta. Masa depan hubungannya dengan Elvan harus lebih jelas agar ia bisa leluasa mendampingi Elvan di depan publik.Aya sudah memantapkan hatinya, karena ia kembali ke Jakarta akan menemui orang tuanya bersama Elvan.Mengenalkan Elvan pada mereka sebagai pasangannya.Bahkan Aya sudah tidak sabar untuk segera mengenalkan Elvan pada kedua orang tuanya.Saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil, mobil melaju meninggalkan pelataran gedung apartemen dan melaju ke arah jalantol berada.Se
Pagi sekali mereka berdua sudah siap. Tentu saja Aya tidak mau mandi bersama Elvan karena ia menolaknya dengan sangat keras. Dan Elvan tidak memaksanya, karena memang sebenarnya ia hanya ingin menggoda Aya saja. Hatinya sangat senang melihat wajah Aya memerah dan cemberut.Saat ini mereka berdua sedang menikmati sarapan seperti biasanya, tapi Elvan bisa menilai raut wajah Aya yang tampak tegang. Sejak tadi ia perhatikan jika Aya sedikit melamun. Elvan tidak ingin mengganggunya, mungkin memang Aya tegang karena sebentar lagi mereka akan pergi menuju rumah Aya.Sikap Aya ini tidak berlebihan mengingat selama ini ayahnya selalu mendikte dan memaksakan kehendaknya. Aji--ayahnya mengatur Aya dimana ia harus melanjutkan kuliah yang jurusannya kurang dikuasainya. Ayahnya tidak memperdulikan itu. Ia mengatur Aya ikut kursus supaya bisa mendapat nilai bagus.Kini sesekali Aya berkutat dengan ponselnya dan tampak mengetikkan sesuatu di sana.
“Aya….” seru Hilda senang, tapi sedetik kemudian Hildla mengerutkan keningnya saat menatap seorang pria yang duduk di samping putrinya tersebut.Aya yang sudah berdiri diikuti oleh Elvan, menghampiri ibunya kemudian memeluknya.“Ma, Aya kangen…” Untuk sesaat Hilda melupakan pria tersebut.“Mama juga…” Hilda kemudian melerai pelukannya dan kembali fokus menatap pria itu, ”Ini siapa? Teman yang kamu bilang itu?” tanya Hilda penasaran kemudian mengulurkan tangannya pada Elvan untuk berkenalan. Aya mengangguk.“Iya, Mama ini Elvan, Elvan ini Mama…” ucap Aya memperkenalkan mereka masing-masing.Terlihat Elvan dan Hilda bersalaman, “Perkenalkan, Saya Elvan, Nyonya.” Elvan memperkenalkan dirinya dengan sopan tanpa menyebutkan nama panjangnya.Hilda tersenyum, “Hilda, Mamanya Aya. Ayo silahkan duduk…&rd
“Saya rasa, saya harus menolaknya!”Bukan hanya Elvan tapi Aya juga tercengang dengan perkataan Aji tersebut, dan ini lah yang sangat Aya takutkan. Tapi Elvan bersikap tenang kemudian, ia paham dengan apa yang dimaksiud oleh Aji.“Maafkan saya jika menyinggung perasaan Anda, saya hanya tak ingin melakukan kesalahan yang sama seperti dulu yang saya lakukan pada putri saya,” ujar Aji kemudian.“Saya tahu maksud Anda, dan saya mengerti atas kekhawatiran yang Anda rasakan. Tapi saya mohon beri kami waktu untuk memperlihatnya pada Anda, bahwa kami serius. Dan Anda tidak bisa membandingkan saya dengan orang yang dulu menjadi pasangan Aya. Kami sudah mengenal lebih dulu sebelum akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan,” jelas Elvan.“Saya mengerti….”“Jika maksud Anda hubungan kami terlalu cepat dan khawatir orang lain akan berpikiran buruk, saya rasa, 2 bulan in
Hari ini Aya kembali pulang ke rumahnya dan akan tinggal kembali bersama kedua orang tuanya, dan juga kedua adiknya, Meta dan Esa.Tentu saja Elvan menyempatkan dirinya untuk mengantar Aya secara langsung. Barang yang Aya bawa dari apartement hanyalah pakaiannya saja. Karena Elvan melarang Aya untuk membawa semua barangnya, termasuk beberapa pakaian. Semalam tentu saja Elvan merengek ingin tidur di peluk oleh Aya, karena seminggu ke depan Elvan tidak akan tidur di temani oleh Aya lagi, mungkin sampai mereka menikah. Tapi, akal bulus Elvan sudah memikirkan beberapa cara agar membawa Aya untuk menginap di apartement.Elvan hanya sebentar berada di rumah Aya, dan kebetulan Aji sedang berada di kantor jadi hanya ada ibunya Aya saja. Dan Elvan sempat berbincang dengannya sejenak hingga ia berpamitan kembali untuk ke kantor.“Saya pamit dulu,” ujar Elvan pada Hilda.Hilda tersenyum dan mengangguk, “Hati-hati di jalan ya, Elvan.”Elvan mengangguk, kemudian menatap Aya. Rasanya sungguh berat
“Mau kemana?” tanya Hilda pada Aya siang ini, terlihat Aya sudah cantik dengan riasan make up tipisnya, di padukan dengan dress selutut yang bagian atasnya tertutup. Aya sengaja menggerai rambut panjangnya.“Hmm, Elvan bentar lagi jemput. Mau makan siang,” jawab Aya kemudian ikut duduk di sofa dengan ibunya di ruang keluarga.“Oh, gak makan di sini aja?” tanya Hilda.Aya menggeleng pelan, “Gimana Elvan aja.”“Mama ngerti, kencan gitu ya maksudnya?” Hilda tersenyum hangat.Wajah Aya sedikit merona, tapi kemudian mengangguk.“Kayanya Elvan tuh sayang banget ya sama kamu,” ujar Hilda kemudian.Wajah Aya sedikit mendongak, “Mama tau dari mana?” tanyanya.“Dari cara dia natap kamu, hangat, dalam meski ada rasa kekhwatiran di dalamnya,” ujar Hilda seraya menatap Aya lekat-lekat.“Elvan memang baik, Ma. Dan Aya merasa sangat nyaman saat di dekatnya, ia selalu melindungi Aya selama ini. Jika tidak bertemu dengan dokter Fera kemudian bertemu dengan Elvan dan Ryan, entahlah. Aya tidak tahu nasi
Setelah Metta bisa meredam emosinya ia kembali berkata seraya menatap Andrew lagi. Jika tidak ingat siapa Andrew, dan sudah banyak pertolongannya padanya, sudah pasti Metta akan menghajar Andrew dengan tangannya saat ini juga. Tapi dia bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri, jadi Metta berusaha menahan dirinya dan tetap berpikir dingin."Karena aku bukan bocil yang biasa dicium cowok gitu aja, Kak. Apalagi setelah tau, cowok yang menciumku adalah seorang player. Aku gak biasa banget kaya gitu dan gak mau di biasakan untuk hal yang seperti itu. Mencium itu seharusnya pakai hati pake perasaan, demikian juga yang terima ciumann dari kakak. Bukan sekedar rasa kepo pengen tau rasanya dicium kaya apa. Aku gak kaya Kakak. Mungkin buat Kakak itu hal yang biasa, Kakak bebas mencium siapa aja, tapi gak denganku!”Andrew terdiam mendengar perkataan Metta yang terdengar sangat serius itu.“Asal Kakak tahu, aku emang menghindari Kakak! Dan minggu lalu aku bohong soalnya da
Sudah tiga hari ini Andrew mencoba menghubungi Metta dengan mengiriminya chat, tapi Metta tak pernah membalasnya, hanya membacanya saja. Bahkan Andrew juga sempat menghubunginya melalui panggilan suara bahkan panggilan video, tapi Metta tak mengangkatnya sama sekali.“Bocil ini aneh banget sihh… Apa datang bulannya belum selesai?” gumam Andrew di dalam ruangannya.Tadinya ia ada rencana untuk makan siang di luar, karena setelah makan siang ia ada janji dengan klien dan tempatnya berdekatan dengan kampus Metta. Jadi dia mau mengajak Metta makan siang bersama jika dia ada di kampus, tapi selama tiga hari ini dan yang barusan terakhir Metta tetap tak menggubrisnya.“Ini bener-bener aneh…” gumam Andrew lagi.Ia belum bisa menemui Metta kecuali siang ini, karena besok sampai akhir pekan ini Andrew sangat sibuk. Tapi ia penasaran pada Metta yang tiba-tiba saja berubah drastis padanya.“Kalau ada waktu nanti aku temui dia deh…” ujar Andrew lagi.Andrew masih sangat penasaran mengapa Metta ja
“Ck!” Andrew tampak kesal saat ia membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan itu, wanita yang tadi berbicara dengan Andrew pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.“Sorry, agak lama nunggunya,” ujar Andrew begitu ia sudah kembali masuk ke dalam mobil, dan langsung memasang sabuk pengaman ke tubuhnya. Andrew juga langsung menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi sekarang!”“Hmm…” sahut Metta. Masih ada perasaan tak percaya dalam dirinya atas apa yang sudah di lihatnya beberapa saat yang lalu dan pengakuan dari mulut Andrew sendiri bahwa ia memiliki banyak mantan kekasih bahkan kini tangannya terasa gemetar. Metta mencoba mengeratkan genggamannya agar Andrew tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya.Mobil yang Andrew kendarai mulai memasuki jalanan besar. “Kita pulang aja, Kak.” Metta tiba-tiba saja berkata.“Loh, kan kamu mau nemenin aku ke sana!” sahut Andrew.“Gak enak badan, Kak. Tiba-tiba lemes!” ujar Metta.Andrew menolehkan pandangannya pada Metta sejenak, “Mau ke rumah s
“Makanan di sini emang enak ternyata,” ujar Andrew setelah ia mencoba makanannya yang beberapa saat lalu sudah datang dan di sajikan di hadapan mereka.Metta yang duduk di hadapan Andrew mengangguk menyetujuinya. Memang makanan yang sedang di makannya pun juga terasa enak. Meski pun ia sebenarnya bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan.“Iya, Kak. Enak…” sahut Metta.Andrew tersenyum, “Eh masih sakit?” tanyanya.Metta menggeleng, “Gak kok, Kak. Udah mendingan,” bohong Metta. Karena sudah terlanjur berbohong jadi Metta harus terus melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia buat sendiri.Duduk di hadapan Andrew seperti ini sangatlah tersiksa, tapi Metta mencoba untuk mengontrol dirinya. Jadi saat menatap Andrew di usahakan dirinya tidak melihat bibir Andrew atau matanya tapi melihat ke arah keningnya saja untuk menghindari kontak mata.“Abis dari sini enaknya ke mana ya?” tanya Andrew.“Aku gak tau, Kak.”“Lumayan, tumben-tumenan aku pengen jalan-jalan kaya gini, udah lama juga ka
Andrew yang sudah membaringkan tubuhnya dan bersiap untuk tidur kembali mendudukkan tubuhnya lalu meraih ponselnya. Kemudian ia mengetikkan sesuatu di sana.Andrew : Bocil udah tidur belum?Metta yang hampir terlelap kembali terbangun karena ponselnya berbunyi, saat ia memeriksanya rupanya pesan dari Andrew. Seketika rasa kantuknya hilang begitu saja.Metta : Baru mau tidur, Kak. Kenapa?Andrew : Traktir akunya besok aja ya, kamu kan gak mungkin latihan dengan kondisi perut kamu yang masih sakit.Seketika mata Metta membulat, karena ia tahu persis kondisi tubuhnya. Semuanya baik-baik saja, dan datang bulan itu hanyalah kebohongan.Metta : Tapi Kak, besok pasti udah gak apa-apa kok.Andrew : Masa kamu lagi datang bulan mau olah raga berat sih? Ngaco deh…“Aduhhh alesan apa yaa buat nolaknya,” gumam Metta yang terus menatap layar ponselnya.Andrew : Pokoknya besok aku jemput ya, jadi gak usah pake motor ahh panas!Metta : Tapi Kak aku mau latihan aja.Andrew : Gak usah deh, kan lagi sak
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi