Selesai kuliah Lian langsung pergi ke cafe Axel untuk menemui laki-laki itu. Bagaimana pun ia butuh pendapat dari laki-laki itu tentang masalah Mahesa. Namun setelah berada di cafe ternyata Axel tidak datang dan tidak ada di sana.
Lian meneleponnya untuk menemukan dimana ia ada dimana sekarang. Namun teleponnya tidak terhubung. Lian menjadi cemas sendiri. Apalagi mengingat kemarin ia berkelahi sama Mahesa. Menjadi tak bisa tenang sendiri.
"Aku rasa bos ada di rumahnya deh. Biasanya begitu atau kalau nggak dia pergi buat meninjau cafe yang lain. Itu sih yang biasanya ia lakukan kalau ada waktu senggang." Abel mendekati Lian yang daritadi terlihat gelisah tidak bisa tenang itu. Tanganya menggenggam ponsel tapi pikirannya entah kemana.
"Oh gitu ya. Kalau gitu aku pergi ke rumahnya aja deh. Mungkin nanti aku ketemu dia di sana. Makasih ya Abel udah kasih tahu."
Abel tersenyum. "Sama-sama semoga cepat ketemu bos ya.
Lian keluar dari caf
Tok ... Tok ... Tok ...Lian membuka pintu kamar Raisa dan melihat ke dalamnya. Raisa terlihat tiduran di tempat tidurnya dengan mata terpejam. Ia sedang mendengarkan headset yang dipasang di telinganya.Lian bergerak maju dan mendekati tempat tidur Raisa lalu duduk di sisi tempat tidurnya."Raisa ... Kakak bawakan sesuatu buat kamu. Kamu pasti suka. Bunga Lily dan donut kesukaan kamu.""Kak ... kenapa hati Raisa masih terasa sakit ya?""Jangan bilang kamu masih marah sama Kakak?""Aku udah nggak marah cuma aku merasa udah bikin hubungan Kakak sama Kak Mahesa putus gara-gara aku. Tadi aku kembali menemui Kak Mahesa Kak dan dia bilang sama aku kalau dia nggak cinta sama aku. Soal perjodohan itu ia terpaksa melakukannya karna demi keluarga, ia rela melakukannya. Kak apa sebaiknya perjodohan ini dibatalkan saja ya?"Aku rasa itu nggak akan mungkin, keluarga kita dan dia udah sepakat. Mama dan Papa pasti nggak akan setuju. Raisa sejujurny
Lian berlari bersama Raisa yang ada di sampingnya. Mereka saling menggenggam dan mereka saling menguatkan.Setelah mendengar kabar bahwa kedua laki-laki yang mereka ketahui masuk ke dalam rumah sakit. Tanpa pikir panjang, mereka langsung memasuki rumah sakit itu dengan terburu-buru. Rasa khawatir dan takut bercampur menjadi satu menyerbu perasaan dan pikiran mereka. Mereka takut kedua laki-laki itu mendapatkan hal yang buruk. Kenyataannya mereka terbaring di rumah sakit bukan. Berarti mereka memang mendapatkan luka yang banyak.Jika ini bukan karna ingin mengetahui bagaimana kondisi mereka, Lian tak akan mau seperti ini. Rela berlarian demi mengetahui bagaimana kondisi mereka saat ini. Masalahnya waktu juga menunjukkan pukul 12 malam. Waktu dimana seharusnya orang masih beristirahat malah mendengar dua laki-laki itu terluka.Rumah sakit itu t
Lian membawa satu kantong belanjaan di tangannya. Kantong itu berisi berbagai sarapan pagi. Dari roti sampai nasi untuk dimakan pagi ini.Dia sudah menanyakan tadi sama Alex apa yang biasanya dia makan.Sebelum masuk ke ruang perawatan Alex, Lian ingin mengetahui bagaimana kondisi Mahesa. Ia tidak berlebih banyak, hanya ingin tahu bagaimana kondisi terakhirnya. Melihat bagaimana kondisi Alex, Lian yakin kalau Mahesa juga pasti mendapatkan luka yang sama.Lian berjalan perlahan demi perlahan sampai ia melihat Raisa berdiri di depan pintu memegang ponselnya. Ia tidak sendiri, pagi ini ada Mama dan Papa yang menemani Raisa. Mereka bertiga ada di depan ruang rawat Mahesa. Terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.Lian berusaha untuk tenang meskipun hatinya sudah gundah gulana sejak tadi. Dia cemas tentu saja, apa yang akan ia katakan kalau mereka berusaha ingin tahu bagaimana kronologisnya. Bagaimana bisa Mahesa dan Alex bisa berkelahi dan
Beberapa bulan kemudian ...Tok ... Tok ... Tok ..."Eh Raisa Kakak minjem charge dong kayaknya charge Kakak rusak nih.""Tuh ada di meja rias. Kakak ambil aja."Baru melangkah beberapa kali, Lian melirik foto Mahesa yang berada di keranjang sampah bersama barang-barang lainnya."Eh ... itu ..."Raisa melihat jari telunjuk Lian ke arah keranjang sampah yang berisi foto beserta barang-barang lainnya."Oh ini udah nggak aku pakai lagi. Aku mau buang semuanya.""Bener kamu udah yakin mau buang semuanya?"Raisa tidak menjawab, ia hanya menggangguk cepat memberikan kode agar Lian mengerti akan isi hatinya.Bukannya apa, dari semenjak putusan kalau Mahesa pindah ke Singapura, sesekali Lian mendapati Raisa melamun dan Lian yakin sampai saat itu Raisa pasti masih memikirkan tentang Mahesa. Dia pasti belum bisa menerima sepenuhnya kalau ia masih ada cinta di dalam hatinya untuk Mahesa."Aku rasa kalau ka
Ketika Lian sedang membalas pesan dari Alex. Raisa masuk ke dalam kamarnya dan langsung tengkurap di tempat tidur. "Kak hari ini aku ada prom party tapi aku binggung mau ikut apa nggak. Aku malas datang soalnya nggak punya teman buat berangkat." "Bukannya kamu punya teman ya. Loly sama Mita nggak ikut prom juga? Apa mereka udah punya gandengan?" "Mereka udah punya pasangan masing-masing." "Bener kamu nggak mau datang?" "Aku rada males aja sendirian." Baru saja Lian ingin mengusulkan apa lebih baik Lian menemaninya pergi ke prom namun kedatangan Mama membuatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Raisa ada teman kamu tuh dibawah. Dia kelihatan rapi banget, tampan lagi. Kayak mau pergi ke pesta. Emang kamu ada acara pesta malam ini?" "Pasti Rasya." "Oh namanya Rasya toh. Dia kelihatan senang banget ya deket sama kamu." "Ish laki-laki itu. Dia ngeselin parah. Aku suka kesel sama dia." "Eh jangan
Tok ... tok ... tokKetukan pintu berirama terdengar, Lian tahu siapa yang mengetuknya pasti itu Alex. Siapa lagi yang bisa bercanda seperti itu selain dia."Masuk." Lian masih berdiri di depan kaca riasnya begitu Alex mengetuk pintu dan masuk ke dalam kamarnya. Alex ingin memastikan apakah Lian sudah selesai berdandan atau belum. Kenapa Lian lama sekali tidak turun-turun. Apa yang sedang Lian lakukan di kamarnya padahal sebentar lagi pesta pertunangannya akan segera di mulai.Alex mendekati lalu mencermati wajah Lian yang sudah dirias begitu cantik."Aku nggak bisa tenang kalau kamu tidak kunjung turun. Apa yang kamu lakukan di sini? Hm? Sedang merenung ya?"Lian kira Alex tidak sejahil itu ternyata laki-laki itu bisa jahil juga. Masa ia menarik Lian ke dalam pelukannya lalu mengecup lembut puncuk kepalanya. Lian merasa hanyut dalam kemesraan yang Alex inginkan lalu membiarkan saja Alex memeluknya. Pelukan hangat ini membuatnya nyaman dan in
Kakinya melangkah keluar dari pesawat yang membawanya ke kota asal dimana ia dilahirkan. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya sambil memejamkan matanya lalu mengembuskannya.Ia memandang dulu sebentar pemandangan yang ada di depan matanya lalu tangannya menggeret koper yang ia bawa sampai keluar bandara.Matanya masih setajam biasanya dan ia tidak akan pernah mau mengubah kebiasaannya.Kakinya berhenti pada sebuah mobil yang mendekat saat ia berada di tepi akhir jalannya."Selamat datang kembali kawan." Rio menyambut dengan melangkah keluar dari mobil dan memeluk sebagai rasa persahabatan. Rio menepuk pelan lengannya karna ia merasa gemas saja sudah lama mereka tidak berjumpa."Akhirnya gue balik lagi ke sini ya.""Itu impian lo bukan setelah sekian lama nggak bisa kembali ke sini. Lo mutusin buat pergi ke Singapura buat kuliah dan buat pengobatan lo itu. Benar?" Rio dengan seringainya. Ekspresi yang sengaja ia
Sebuah buku di letakkan di meja tempat peminjaman buku oleh seseorang. Lian yang saat itu masih mengetikkan sesuatu dalam komputernya tidak menyadari kalau seseorang sedang memperhatikannya dalam diam.Selesai mengetik, kepalanya mendongak melihat siapa yang akan meminjam buku itu. Sebuah mata elang menatapnya sinis, masih sama seperti sebelumnya, semua bagian wajahnya masih sama dan aura yang terpancar pun juga masih sama seperti yang Lian ketahui terakhir kalinya.Lian merinding, bulu kuduknya berdiri menanggapi aura yang begitu mencekam yang mengelilingi mereka saat itu.Untuk beberapa saat Lian merasa udara yang seharusnya ia hirup berusaha menghilang, ia lupa untuk bernapas normal. Ia menekan napasnya karna ia merasakan sebuah ketakutan yang terjadi. Ia kembali. Ia kembali ke sini. Ia berdiri di hadapannya dan sekarang Lian tidak tahu apa yang sedang ia lakukan di sini dan juga apa yang ia rencanakan. Tidak mungkin kan ia hanya kebetulan s