Bruk ...
"Kak ... Kak Lian, Kak Lian ini aku Raisa. Buka dong pintunya."
Baru saja Lian mau merebahkan tubuhnya di tempat tidur, Raisa berteriak-teriak ingin dibukakan pintu kamarnya.
"Ada apa sih. Kakak mau tidur nih."
"Kak aku dapat telepon katanya Kak Mahesa sama Kak Axel berkelahi Kak. Ayo Kak kita temui mereka. Aku takut mereka terluka parah. Aku nggak mau hal itu terjadi."
"Kamu dapat telepon dari siapa. Bisa jadi itu orang iseng yang telepon kamu. Jangan percaya. Lagian ini udah malam mana mungkin Mama mau kasih izin keluar. Tuh lihat jam berapa sekarang? Jam 10 malam. Nggak mau. Kakak nggak mau ikut campur. Kalau mereka berantem. Kakak nggak mau terlibat. Bodo amat."
"Kakak kok begitu. Ini yang berantem nggak cuma Kak Mahesa tapi Kak Axel juga berantem. Kakak jangan egois begitu. Kita harus melerai mereka. Raisa takut terjadi apa-apa."
"Mereka udah dewasa Raisa. Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Kamu jangan terlalu k
Dengan bercucuran airmata Lian mengatakan semua yang pernah terjadi antara Lian dan Mahesa biar Raisa tahu dan ia bisa berpikir harus bagaimana setelah semuanya terjawab. "Dulu memang aku dan Mahesa punya hubungan. Kami berpacaran. Hubungan kami bisa dibilang serius. Kami mempunyai keinginan untuk menikah nantinya. Namun kenyataannya semua itu tidak bisa terjadi karna keinginan keluarga yang ingin menjodohkan kamu dan Mahesa. Setelah mengetahui Mahesa di jodohkan, aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami." "Jadi, demi Raisa Kakak mengakhiri hubungan Kakak sama Kak Mahesa? Kenapa? Kenapa Kakak memilih untuk mengorbankan cinta Kakak?" "Aku sudah berniat untuk tidak menjalin hubungan Raisa. Kamu tidak usah merasa bersalah. Kamu akan tetap menjalani hubungan kamu sama Mahesa sampai kalian menikah nanti. Aku sudah mengikhlaskan." "Tidak mungkin. Raisa nggak percaya. Aku yak
Pukul 6 pagi Lian terbangun. Lian kesiangan, tadi setelah beribadah Lian ketiduran dan menjadikan Lian kesiangan bangun pagi ini. Kemarin malam Lian merasakan lelahnya tubuh ini dan juga pikiran yang menghantuinya banyak sekali sampai-sampai Lian kesulitan untuk tidur. Baru bisa tidur nyenyak itu mungkin sekitar jam 1 pagi sampai waktu shubuh. Lian menggerakkan badan ke kanan dan ke kiri sebentar lalu beranjak dari tempat tidur. Hufh ... Lian pejamkan matanya untuk sejenak lalu membukanya, menghirup udara pagi itu lalu membuangnya dengan kasar. Setelahnya Lian kembali masuk ke kamar mandi dan bergegas untuk mandi lalu pergi ke kampus. Meskipun Lian tidak ingin bertemu dengan Mahesa tapi Lian tidak boleh egois. Lian harus kuliah dan menyelesaikan secepatnya. Setelah selesai semua persiapan untuk pergi ke kampus. Lian keluar dari kamar dan sempat melir
Selesai kuliah Lian langsung pergi ke cafe Axel untuk menemui laki-laki itu. Bagaimana pun ia butuh pendapat dari laki-laki itu tentang masalah Mahesa. Namun setelah berada di cafe ternyata Axel tidak datang dan tidak ada di sana. Lian meneleponnya untuk menemukan dimana ia ada dimana sekarang. Namun teleponnya tidak terhubung. Lian menjadi cemas sendiri. Apalagi mengingat kemarin ia berkelahi sama Mahesa. Menjadi tak bisa tenang sendiri. "Aku rasa bos ada di rumahnya deh. Biasanya begitu atau kalau nggak dia pergi buat meninjau cafe yang lain. Itu sih yang biasanya ia lakukan kalau ada waktu senggang." Abel mendekati Lian yang daritadi terlihat gelisah tidak bisa tenang itu. Tanganya menggenggam ponsel tapi pikirannya entah kemana. "Oh gitu ya. Kalau gitu aku pergi ke rumahnya aja deh. Mungkin nanti aku ketemu dia di sana. Makasih ya Abel udah kasih tahu." Abel tersenyum. "Sama-sama semoga cepat ketemu bos ya. Lian keluar dari caf
Tok ... Tok ... Tok ...Lian membuka pintu kamar Raisa dan melihat ke dalamnya. Raisa terlihat tiduran di tempat tidurnya dengan mata terpejam. Ia sedang mendengarkan headset yang dipasang di telinganya.Lian bergerak maju dan mendekati tempat tidur Raisa lalu duduk di sisi tempat tidurnya."Raisa ... Kakak bawakan sesuatu buat kamu. Kamu pasti suka. Bunga Lily dan donut kesukaan kamu.""Kak ... kenapa hati Raisa masih terasa sakit ya?""Jangan bilang kamu masih marah sama Kakak?""Aku udah nggak marah cuma aku merasa udah bikin hubungan Kakak sama Kak Mahesa putus gara-gara aku. Tadi aku kembali menemui Kak Mahesa Kak dan dia bilang sama aku kalau dia nggak cinta sama aku. Soal perjodohan itu ia terpaksa melakukannya karna demi keluarga, ia rela melakukannya. Kak apa sebaiknya perjodohan ini dibatalkan saja ya?"Aku rasa itu nggak akan mungkin, keluarga kita dan dia udah sepakat. Mama dan Papa pasti nggak akan setuju. Raisa sejujurny
Lian berlari bersama Raisa yang ada di sampingnya. Mereka saling menggenggam dan mereka saling menguatkan.Setelah mendengar kabar bahwa kedua laki-laki yang mereka ketahui masuk ke dalam rumah sakit. Tanpa pikir panjang, mereka langsung memasuki rumah sakit itu dengan terburu-buru. Rasa khawatir dan takut bercampur menjadi satu menyerbu perasaan dan pikiran mereka. Mereka takut kedua laki-laki itu mendapatkan hal yang buruk. Kenyataannya mereka terbaring di rumah sakit bukan. Berarti mereka memang mendapatkan luka yang banyak.Jika ini bukan karna ingin mengetahui bagaimana kondisi mereka, Lian tak akan mau seperti ini. Rela berlarian demi mengetahui bagaimana kondisi mereka saat ini. Masalahnya waktu juga menunjukkan pukul 12 malam. Waktu dimana seharusnya orang masih beristirahat malah mendengar dua laki-laki itu terluka.Rumah sakit itu t
Lian membawa satu kantong belanjaan di tangannya. Kantong itu berisi berbagai sarapan pagi. Dari roti sampai nasi untuk dimakan pagi ini.Dia sudah menanyakan tadi sama Alex apa yang biasanya dia makan.Sebelum masuk ke ruang perawatan Alex, Lian ingin mengetahui bagaimana kondisi Mahesa. Ia tidak berlebih banyak, hanya ingin tahu bagaimana kondisi terakhirnya. Melihat bagaimana kondisi Alex, Lian yakin kalau Mahesa juga pasti mendapatkan luka yang sama.Lian berjalan perlahan demi perlahan sampai ia melihat Raisa berdiri di depan pintu memegang ponselnya. Ia tidak sendiri, pagi ini ada Mama dan Papa yang menemani Raisa. Mereka bertiga ada di depan ruang rawat Mahesa. Terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.Lian berusaha untuk tenang meskipun hatinya sudah gundah gulana sejak tadi. Dia cemas tentu saja, apa yang akan ia katakan kalau mereka berusaha ingin tahu bagaimana kronologisnya. Bagaimana bisa Mahesa dan Alex bisa berkelahi dan
Beberapa bulan kemudian ...Tok ... Tok ... Tok ..."Eh Raisa Kakak minjem charge dong kayaknya charge Kakak rusak nih.""Tuh ada di meja rias. Kakak ambil aja."Baru melangkah beberapa kali, Lian melirik foto Mahesa yang berada di keranjang sampah bersama barang-barang lainnya."Eh ... itu ..."Raisa melihat jari telunjuk Lian ke arah keranjang sampah yang berisi foto beserta barang-barang lainnya."Oh ini udah nggak aku pakai lagi. Aku mau buang semuanya.""Bener kamu udah yakin mau buang semuanya?"Raisa tidak menjawab, ia hanya menggangguk cepat memberikan kode agar Lian mengerti akan isi hatinya.Bukannya apa, dari semenjak putusan kalau Mahesa pindah ke Singapura, sesekali Lian mendapati Raisa melamun dan Lian yakin sampai saat itu Raisa pasti masih memikirkan tentang Mahesa. Dia pasti belum bisa menerima sepenuhnya kalau ia masih ada cinta di dalam hatinya untuk Mahesa."Aku rasa kalau ka
Ketika Lian sedang membalas pesan dari Alex. Raisa masuk ke dalam kamarnya dan langsung tengkurap di tempat tidur. "Kak hari ini aku ada prom party tapi aku binggung mau ikut apa nggak. Aku malas datang soalnya nggak punya teman buat berangkat." "Bukannya kamu punya teman ya. Loly sama Mita nggak ikut prom juga? Apa mereka udah punya gandengan?" "Mereka udah punya pasangan masing-masing." "Bener kamu nggak mau datang?" "Aku rada males aja sendirian." Baru saja Lian ingin mengusulkan apa lebih baik Lian menemaninya pergi ke prom namun kedatangan Mama membuatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Raisa ada teman kamu tuh dibawah. Dia kelihatan rapi banget, tampan lagi. Kayak mau pergi ke pesta. Emang kamu ada acara pesta malam ini?" "Pasti Rasya." "Oh namanya Rasya toh. Dia kelihatan senang banget ya deket sama kamu." "Ish laki-laki itu. Dia ngeselin parah. Aku suka kesel sama dia." "Eh jangan