Hari-hari Lian bisa dibilang berubah karna ada seseorang yang baru hadir di dalam hidupnya. Lian mulai beradaptasi. Memang tidak sepenuhnya ia bisa berubah total karna menyadari seseorang yang baru saja datang dan mencoba mendekati. Itu tidak bisa mengubah pikirannya menjadi seseorang yang bahagia karna sekarang status mereka berubah menjadi pasangan dan lagi keluarganya juga mengetahui bahwa ia mempunyai seorang laki-laki yang akan mempertaruhkan hidupnya untuk Lian. Tidak hanya sementara tapi selamanya. Karna Axel telah memberitahu bahwa dengan segenap hati berjanji untuk membina hubungan bersama dengan Lian.
Namun di sisi Lian sendiri, Lian belum mengenal betul tentang sosok Axel itu seperti apa. Pertemuan pertama mereka waktu di kampus itu hanya sebatas tahu saja, acuh dan mengerti akan karakter Axel yang ramah dan suka bercanda. Hanya itu. Selebihnya Lian tidak tahu apa-apa sama sekali tentang sosok Axel sendiri.
Lian kira Axel adalah orang yang tidak akan t
Lian mengangkat kepalanya ketika Axel datang dan membawakan dua botol minuman di tangannya. Ia tersenyum sebelum memberi botol minuman itu padanya dan Lian membalas dengan memberikan ucapan terima kasih.Lian saat ini sedang duduk di teras rumah orangtua Axel. Axel sendiri sudah punya tempat tinggal, Axel tidak tinggal bersama kedua orangtuanya, Axel memilih untuk tinggal sendiri di rumahnya di kawasan kelapa gading.Lian tidak menyangka kalau keinginan Axel untuk pergi pagi itu adalah pergi ke rumah kedua orangtuanya. Lian kira, Axel akan mengajaknya pergi ke suatu tempat atau ke cafenya. Tapi yang tidak di sangka malah Axel memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah kedua orangtuanya.Pertemuan itu terasa canggung bagi Lian. Bagaimana mungkin Axel begitu mendadak mengabarinya setelah sampai di depan rumah kedua orangtuanya. Begitu sampai Lian malah di sungguhi pemandangan horor, yang benar saja, bagaimana mungkin bisa Lian bertemu tanpa ada persi
Aku turun dari atas gedung kampus melalui tangga. Namun, saat aku berbelok mau ke ruang dosen. Seseorang mencegatku di lorong. Dengan tiba-tibanya dia berdiri di sana membuatku ingin menjerit. "Ada apa lagi? Aku sedang sibuk. Aku tidak bisa bertemu denganmu saat ini." Dia mengunyah permen karetnya dengan suara berisik. "Peduli amat kamu mau kemana. Sekarang temenin aku." Mahesa menarikku dari sana dan aku langsung menghempaskan tangannya. "Aku nggak bisa. Kamu tau kan kata-kata itu. Butuh di perjelas? Hah!" Mahesa memperlihatkan seringainya di sela-sela dia mengunyah permen itu. Sikapnya yang tidak sopan membuatku berang. Aku marah pada laki-laki ini. Dengan tak tau dirinya dia menarikku seakan aku dan dia masih mempunyai hubungan padahal tidak sama sekali. "kamu makin ketus makin cantik aja ya." "Nggak peduli kamu mau ngomong apa. Sekarang aku lagi sibuk. Aku nggak bisa lama-lama di sini
Aku berjalan keluar kelas setelah menyelesaikan kuliahku hari ini. Perutku berbunyi. Aku merasa lapar setelah seharian aku berpikir. Tapi aku merasa tidak mood untuk makan ke kantin. Semua itu karna ulah dari Mahesa.Aku keluar dari kelas baru berjalan sebentar namun terhenti karna Zia memegang tangan Lian. Ia terlihat cantik dengan menggunakan gaun selutut berwarna hitam dengan rambut berwarna coklat tergerai indah. Ia menampilkan senyumnya yang anggun mengarah padaku. "Wajah kamu kelihatan pucat dan kamu seperti ada sesuatu yang menganggu. Ayo ikut sama aku, kamu harus cerita, aku nggak mau kamu sembunyiin cerita mengerikan di belakang aku. Kamu tahu kan aku ini teman terbaik di dunia yang ngerti kamu, kamu teman baik aku. Jadi pas lihat kamu seperti mumi begitu, aku harus bertindak. Ayo kita ke kantin dan cerita apa yang terjadi."Lian mendecak. "Nggak ada apa-apa, kamu salah paham. Aku kelihatan pucat karna perutku seperti mau datang bulan."
Setibanya di rumah, Lian langsung melangkah masuk ke dalam rumah setelah berpamitan dengan Alex.Lian melihat saat di dalam mobil Alex tadi cuacanya begitu mendung dan rintik-rintik hujan masih saja mengguyur daerah itu. Pemandangan berkabut disertai dengan angin yang berhembus kencang mewarnai hujan di sekitarnya dan Lian tidak yakin Lian bisa melewati masalah ini.Lian menghela nafas ketika mengingat bagaimana keadaan yang terjadi saat ini, apakah Lian masih mau mendatangi Mahesa atau malah sebaliknya. Cuacanya tidak begitu mendukung. Apalagi mengingat perjalanan yang akan Lian tempuh menuju tempat untuk bertemu dengan laki-laki itu adalah suatu tempat yang bisa dikatakan teramat panjang. Resto itu berjarak berkilo-kilo meter dari rumahnya dan Lian tidak mungkin pergi ke sana hanya dengan berjalan kaki. Lian tak akan kuat jika menempuh jarak sepanjang itu. Mau tidak mau Lian harus memakai taksi menuju tempat yang diinginkan Mahesa. Dan masalah berikutnya adalah
Tak Lian sangka, begitu mereka masuk ke dalam mobil, Mahesa mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata di kegelapan malam. Mahesa mengendarai mobil dengan ugal-ugalan seperti orang yang sedang mabuk. Lihat saja bagaimana sebagian pengendara mobil yang berada di sekitar kami saat itu. Mereka tidak bisa mengabaikan begitu saja tindakan berbahaya yang Mahesa lakukan. Mereka memilih untuk membunyikan klakson demi keselamatan hidup mereka. Namun Mahesa tidak peduli dengan suara klakson yang terdengar di sekitarnya itu. Yang ia pedulikan hanyalah ego yang membuatnya berkuasa dan itu membuat Lian bergidik ngeri. Ada apa pada laki-laki ini?"Kamu mau aku mati, Hah! Kamu itu menyetir seakan nggak ada aku di sini. Tega ya kamu bikin aku serangan jantung. Pelankan kendaraanmu atau aku akan berteriak saat ini juga."Lian memegang semua benda yang bisa Lian pegang untuk keselamatan dirinya. Meskipun rasanya gagal. Jantungnya berdebar sangat kencang begitu juga dengan jari
Semakin lama Lian berhadapan sama Mahesa. Semakin membuat Lian terpancing ingin menghajarnya. Tangannya ingin memukul tapi ia tidak bisa. Dia kelihatannya senang banget kalau Lian kesal."Sulit dipercaya kenapa aku bisa bertemu sama laki-laki egois macam kamu."Lian berusaha mendorongnya ke samping supaya Mahesa terjatuh lalu pergi dari sana secepatnya. Lebih baik begitu. Bertahan lama-lama bersamanya bikin Lian emosi. Tapi, kelihatannya percuma saja. Ia tidak terjatuh malah ia memegang tangan Lian dan menggenggamnya. Lian benci ini. Ya sangat membenci laki-laki yang egois untuknya. Apalagi ia yang tidak bisa memahaminya sama sekali. Sudah Lian duga, usia mudanya memang begitu labil. Membuat Lian terseret dalam suatu masalah besar."Lepaskan tanganmu! Lepaskan."Lian mendesis dengan nada ketus. Kata-kata yang Lian lontarkan lebih penuh penekanan kepadanya daripada cuma percakapan biasa. Lian sudah bosan sebenarnya dengan situasi yang sama seti
Tok ... Tok ... Tok ..."Kakak ... Kak Lian ini aku Raisa, kok Kak Lian belum bangun juga sih. Udah siang nih bangun dong Kak."Raisa sudah mengetuk pintu kamarnya berkali-kali namun Lian tidak sedikit pun menjawab panggilannya. Raisa menjadi penasaran yang pada akhirnya ia membuka pintu kamar Lian dan masuk ke dalamnya. Ia melihat Lian masih saja bergelung di tempat tidur dengan deru nafas pelan. Tidak terganggu sama sekali dengan panggilan yang dikatakan Raisa.Raisa menarik hordeng yang masih tertutup itu yang membuat cahaya yang tadinya tidak begitu terang dalam kamar itu langsung menyeruak masuk dan membuat silau mata yang melihatnya.Lian yang masih ingin tidur mengeluh dalam hati karna merasa ada yang sudah mengganggu tidur nyenyaknya pagi ini.Ia tahu siapa lagi yang melakukannya kalau bukan adik tercintanya itu. Ia pasti akan memanggilnya untuk sarapan jika Lian tidak datang ke meja makan pagi itu.Sungguh, aku lel
Lian turun ke bawah setelah bergegas mandi dan memakai pakaian. Membuka lemari, tangannya mencari pakaian apa yang akan ia pakai hari ini. Memang seperti biasanya ia mengenakan kaos dan celana jeans namun keinginannya sedikit berubah. Ia ingin memakai jaket hodie yang kebesaran yang sebelumnya ia telah memakai tank top terlebih dahulu. Jadi ia memilih untuk memakai itu dan celana jeans berwarna hitam.Karna waktunya sudah terlewati banyak, ia tidak sempat untuk sarapan hanya meminum susunya yang ada di atas meja lalu berpamitan dengan kedua orangtuanya sebelum berangkat bekerja. Sampai detik ini ia belum mengatakan pada keluarganya bahwa ia bekerja di cafe Alex. Hanya Alex yang tahu akan keinginannya untuk bekerja di sana. Lagipula, meskipun ia sudah menjadi pacarnya, ia berharap masih bekerja di sana agar ia bisa menghindari Mahesa."Lian ... kenapa kamu tidak makan dahulu sebelum pergi? Axel juga tidak akan berkeberatan untuk menunggu sebentar," ujar Papa seperti kur
Pernikahan yang telah di tunggu-tunggu itu pun akhirnya terjadi dan terlaksana. Setelah sekian lama kami merajut suatu hubungan, kami memutuskan untuk melanjutkan kepada hubungan serius apalagi kalau bukan menikah.Tentu saja semua yang terjadi membuatku bahagia. Tidak ada rasa sedih sama sekali. Aku bahagia. Ku pikir yang tadinya aku merasa ragu dengan kenyataan. Nyatanya tidak begitu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam hati. Haruskah aku menikah dengan Alex. Apakah bisa aku menjalaninya bersama dia? Apakah hubungan kami akan baik-baik saja nantinya? Apakah kami akan bersama tanpa ada permasalahan yang timbul. Semua pertanyaan itu selalu saja ada selama waktu menunggu pernikahan itu terjadi.Tapi segera aku tepis ketika Alex dengan lantangnya mengucapkan janjinya pada penghulu. Memberikanku keyakinan kalau dia memang yang terbaik untukku.Dengan sorot mata tegas dia berikrar akan menjalani pernikahan bersamaku. Detik itu juga ada rasa lega da
Setelah taksi itu berhenti tepat di depan rumah Mahesa. Raisa dengan semangat turun dari taksi lalu melangkah masuk ke dalam rumah Mahesa. Pintu gerbang tak di kunci jadi dia langsung masuk dan mengentuk pintu depannya. Raisa menunggu dengan sabar sampai sepuluh menit kemudian Mahesa membuka pintu dengan penampilan yang sudah terlihat rapi. Pakaian yang biasa di pakai tidak seperti ini. Sekarang dia sudah menggunakan jaket yang menutupi tubuh atletisnya."Kak aku datang untuk menemuimu dan juga aku ingin kita pergi bersama. Aku sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Kita akan berpiknik dan mengunjungi satu tempat. Gimana? Kak Mahesa nggak sibuk kan? Ayolah kita pergi, lihat di luar sana. Hari ini terlihat begitu cerah jadi kita jangan membuang-buang waktu tanpa berpergian.""Hm ... aku tidak bisa. Aku harus melakukan sesuatu hari ini dan ... masuklah dulu, kita sebaiknya bicara di dalam. Aku akan memberitahu sesuatu untukmu."Raisa menelan salivanya karna uca
Raisa menatap penampilannya yang sudah rapi itu pada sebuah kaca yang di letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Dia mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari kamarnya.Sebelumnya dia merasa frustasi dengan gaun apa yang dirasa cocok untuk dia gunakan. Dia sudah berkali-kali memakai gaun yang dinilainya sempurna untuk bertemu seseorang tapi setelah dipakai kenyataannya tak terlihat cocok untuk dia pakai. Raisa menggerutu karna rasanya tak ada gaun yang menarik minatnya. Tapi saat melihat salah satu gaun tersisa yang belum dia coba, Raisa mencobanya dan sangat pas untuk tubuhnya. Akhirnya pilihan terakhir adalah gaun yang dia pakai ini. Bermotif bunga kecil berwarna kuning cerah.Merasa sudah baik semua, Raisa mengambil tas slempangnya dan keluar dari kamar. Langkahnya menuju ke dapur dimana dia sudah mempersiapkan sesuatu untuk Mahesa. Sesuatu yang akan membuatnya melupakan perasaannya pada Lian.Setelah Raisa tahu kalau Alex t
Lian membuka mata dan langsung menatap langit-langit kamar yang tak pernah berubah sedikit pun. Rasa pusing menyerang kepalanya. Namun dia abaikan. Semua itu penyebabnya adalah rasa lelah yang dia derita dan airmata yang ia tumpahkan sejak semalam. Pertemuannya dengan Mahesa menyisakan sebuah pertanyaan dan duka yang masih ada, dia tidak bisa menjawabnya tapi rasanya ia yakin kalau memang itu yang terbaik untuk mereka berdua.Tatapan terakhir dari sorot matanya itu mengisyaratkan betapa dia sangat mencintainya. Sungguh, hatiku berkata demikian. Tak mungkin kalau hanya sekedarnya saja dan bodohnya lagi, sentuhan yang diberi olehnya juga tak bisa membuat tubuhku menolak sedikit pun. Sangat memalukan. Jelas-jelas aku menerimanya dan tak berdusta ketika aku juga menginginkan hal yang sama.Tapi lagi-lagi aku berpikir, aku tak mau jatuh ke titik yang sama seperti dulu meskipun dengan satu alasan yang sama, Mahesa mencintaiku, aku tidak berbalik arah.Aku
Malam itu Raisa ingin memberi kejutan pada Mahesa. Dia sudah membuat sebuah coklat spesial untuknya. Mahesa pasti suka dengan coklat buatannya. Dulu dia bilang rasa coklat yang Raisa buat tergolong unik dan enak. Mahesa menyukainya dan sekarang Raisa akan memberinya lagi untuknya dengan tujuan supaya dia bisa lebih dekat dengan laki-laki itu.Raisa tak sabar ingin mengetahui bagaimana reaksinya saat Raisa membawakan coklat ini untuknya. Raisa tersenyum begitu mengingat wajah Mahesa yang tampak terkejut mengetahui Raisa yang begitu perhatian.Taksi pun berhenti di depan rumah Mahesa dan tanpa ragu kakinya melangkah mendekati rumah Mahesa membuka pintu gerbang yang tidak terkunci lalu mengetuk pelan pintu depan rumahnya.Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka dengan penampilan Mahesa yang sedikit berantakan. Raisa mengernyit memandang laki-laki itu yang tidak rapi seperti biasanya. Namun berbeda dengan Mahesa. Dia malah tampak terkejut mendapati Raisa berdiri di
Merasa istirahatku sudah cukup, aku pun membuka mata dan merenggangkan tanganku. Setelah tidur panjang dan meminum obat yang di beri Lian, pusingku sudah menghilang. Aku melihat ke sekeliling dan sempat merasa tak sadar aku dimana. Kini aku mendapati aku berada di dalam kosong dan tak berpenghuni.Aku beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukaku lalu keluar untuk mengganti pakaianku yang terasa lembab dan sudah berbau keringat. Pendingin ruangan yang menyala tidak membuat suhu tubuhku menjadi dingin malah membuatku berkeringat. Mungkin efek dari aku meminum obat itu yang membuat aku merasakan sedikit lebih berkeringat.Kakiku melangkah keluar dan mencari dimana keberadaan Lian. Dia berjanji menungguku dan ku pastikan dia masih berada di rumah ini.Ternyata Lian sedang memasak sesuatu di dapur. Baunya harum dan sepertinya dia lumayan jago memasak. Mahesa berdeham dan Lian pun menoleh untuk melihat. Mahesa berdiri di depan pintu su
"Aku tahu kamu semalam sama siapa Mahesa."Lian pagi itu datang ke rumah Mahesa dengan sengaja karna dia tahu harus melakukan sesuatu. Lian butuh penjelasan dan Mahesa harus memberitahunya kalau tidak dia harus melakukan sesuatu menekannya agar menjauh dari hidup mereka."Masuk!" Mahesa berucap tegas dan memerintah. Mahesa menyingkir memberi jalan untuk Lian masuk ke dalamnya."Aku tidak mau berlama-lama di sini Mahesa. Aku harus kerja dan aku butuh penjelasanmu sekarang. Aku tidak mau berbohong jawablah jujur dan aku segera pergi.""Aku salah apalagi?""Kamu yang mengantar Raisa tadi malam? Mama khawatir saat tahu Raisa tidak ada di rumah tadi malam. Dia meneleponku dan menanyakan apakah Raisa ada di tempatku atau tidak dan jawabannya siapa lagi kalau bukan ada di rumahmu. Kamu menyuruhnya untuk ke rumahmu? Malam-malam begitu?""Duduk lah aku sedang pusing terlalu banyak alkohol yang ku minum semalam."Lian tetap berdiri di san
Aku merasa sedang bermimpi saat ini. Sesuatu yang mustahil aku lakukan dan itu demi satu nama Mahesa. Ya karna dia aku berada di sini. Di suatu club yang tidak pernah aku injak dimana pun itu.Suara alunan musik terdengar begitu keras dari luar dan itu membuat telinga yang tidak terbiasa mendengar suara musik ini ingin menutup telinga namun rasanya sangat bodoh, orang lain terbiasa lalu mengapa aku harus menutup telinga demi semua itu. Aku biarkan semua itu dan bersikap sewajarnya.Seperti dugaanku tidak hanya musik yang mengalun begitu keras aroma pekat dari alkohol bercampur dengan nikotin tercium ke dalam indera penciumanku."Oh yang benar saja, aku tak menyukai bau ini, mengapa dia membiarkanku masuk dan mencium aroma ini," gerutuku dalam hati.Mahesa meneleponku dan aku terpaksa menemuinya karna ku tahu dari suaranya dia terdengar sangat membutuhkanku. Nekat aku pun datang ke sini untuk mencarinya.Begitu berada di dalam aku
Bugg ...Satu pukulan mengenai mata Mahesa, Alex ingin memukulnya kembali namun langsung di tangkis oleh Mahesa. Mahesa waspada dan tak lupa menahan diri agar tak tersulut emosi. Tadinya dia tidak tahu kalau Alex akan memukulnya. Setelah pukulan menyentuh wajahnya baru dia sadar kalau dia dalam bahaya.Mahesa menyeringai, memandang satu arah dimana lawannya saat ini sedang berdiri tegak memandang sengit ke arahnya.Mahesa memang tak belajar beladiri tapi dia tahu harus bertindak bagaimana saat ini. Mengalah tak akan pernah membuat lawannya tahu kalau yang sebenarnya dari satu pukulan itu tidak akan baik untuk ke depannya. Memukul memang tidak sulit tapi tak kan bisa menyelesaikan masalah. Itu yang sebenarnya dia inginkan untuk Alex sendiri. Kalau dia suka memukul pasti ke depannya juga sikapnya tak jauh berbeda. Bagaimana dengan Lian nantinya kalau mereka bersama?Mahesa mengusap hidungnya dengan cepat lalu memasang kuda-kuda dan segera