Lian membawa segerombolan orang untuk melerai kedua laki-laki yang masih saja adu jotos dan tidak mau terpisahkan di sana. Untung saja pertolongan itu bisa melerai keduanya dan membuat mereka berhenti.
Dari kedua laki-laki yang ada di depan Lian sekarang ini, Lian bingung siapa yang harus dipilih dari keduanya itu karna kedua-duanya terluka dan kedua-duanya terlihat babak belur satu sama lainya. Mereka sama-sama orang yang berarti untuk Lian.
Hatinya merasa ragu akan apa yang harus Lian pilih. Namun Lian harus memberi penegasan dalam hati dan ia memilih satu dari kedua laki-laki itu, Lian memilih untuk menolong Axel. Lian menghampiri Axel dan Lian merangkul Axel untuk menjauh dari sana untuk diobati.
Mahesa yang melihat Lian malah menghampiri Axel ketimbang dirinya merasa tidak terima, Mahesa berteriak pada Lian dan Axel.
"Kenapa kamu malah memilih dia dibanding aku, aku juga terluka Lian," teriak Mahesa dengan kencang yang membuat Lian mengabaikann
Hari itu Lian ingat betul, itu adalah hari sabtu, hari libur yang selalu Lian tunggu-tunggu setiap harinya dimana Lian bisa bersantai dan tidak ada lagi yang menganggu kegiatannya.Dan pagi itu juga adalah pagi yang bersinar cerah dimana Lian dan keluarga sedang makan bersama dalam diam sampai sebuah ketukan pintu terdengar di luar rumah.Mendadak Lian berhenti makan karna ingin mendengar dengan seksama apa benar ada yang mengetuk pintu rumah mereka pagi ini. Ternyata pendengarannya tidak salah, memang benar kalau ada tamu yang datang pagi-pagi begini. Lian menduga tamu yang mengetuk itu siapa lagi kalau bukan Mahesa karna kemarin ia tahu kalau Mahesa kesal Lian memilih Axel ketimbang dirinya"Lian tolong kamu bukakan pintunya," perintah Mama pada Lian.Lian langsung berhenti makan dan berdiri melangkah ke pintu untuk melihat siapakah yang datang mengetuk pintu. Biasanya Mahesa akan bicara setelah beberapa kali ketukan kenapa ia tidak mengatakan apa
Suasana ruang tamu itu terlihat begitu mencekam karna sekarang semua anggota keluarga sudah duduk di sova dan kami sedang membicarakan hal serius. Apalagi kalau bukan keingianan Alex yang tiba-tiba saja ingin menikah sama Lian. Jelas saja itu merupakan suatu kejutan di hari sabtu pagi yang membuat terkejut bagi semua orang. Sepengetahuan semua keluarga, Alex baru mendatangi rumah Lian sekali tapi kenapa ia langsung memutuskan untuk menikah sama Lian. Apa yang mendasari keinginannya itu dan itu menjadi tanda tanya besar bagi kedua orangtua Lian. Mereka tidak akan setuju kalau Alex hanya main-main saja. Mereka tidak akan memberi restu apalagi mereka tahu bahwa anak pertama mereka ini masih kuliah dan belum selesai."Jadi kamu itu mau menikahi anak saya?" tanya Papa begitu kami sudah menyelesaikan sarapan kami pagi itu dan Alex meminta untuk berbicara pada semua anggota keluarga."Benar itu Om, saya akan menikahi Lian karna saya mencintai anak Om ini sejak pertama kali sa
Hari-hari Lian bisa dibilang berubah karna ada seseorang yang baru hadir di dalam hidupnya. Lian mulai beradaptasi. Memang tidak sepenuhnya ia bisa berubah total karna menyadari seseorang yang baru saja datang dan mencoba mendekati. Itu tidak bisa mengubah pikirannya menjadi seseorang yang bahagia karna sekarang status mereka berubah menjadi pasangan dan lagi keluarganya juga mengetahui bahwa ia mempunyai seorang laki-laki yang akan mempertaruhkan hidupnya untuk Lian. Tidak hanya sementara tapi selamanya. Karna Axel telah memberitahu bahwa dengan segenap hati berjanji untuk membina hubungan bersama dengan Lian.Namun di sisi Lian sendiri, Lian belum mengenal betul tentang sosok Axel itu seperti apa. Pertemuan pertama mereka waktu di kampus itu hanya sebatas tahu saja, acuh dan mengerti akan karakter Axel yang ramah dan suka bercanda. Hanya itu. Selebihnya Lian tidak tahu apa-apa sama sekali tentang sosok Axel sendiri.Lian kira Axel adalah orang yang tidak akan t
Lian mengangkat kepalanya ketika Axel datang dan membawakan dua botol minuman di tangannya. Ia tersenyum sebelum memberi botol minuman itu padanya dan Lian membalas dengan memberikan ucapan terima kasih.Lian saat ini sedang duduk di teras rumah orangtua Axel. Axel sendiri sudah punya tempat tinggal, Axel tidak tinggal bersama kedua orangtuanya, Axel memilih untuk tinggal sendiri di rumahnya di kawasan kelapa gading.Lian tidak menyangka kalau keinginan Axel untuk pergi pagi itu adalah pergi ke rumah kedua orangtuanya. Lian kira, Axel akan mengajaknya pergi ke suatu tempat atau ke cafenya. Tapi yang tidak di sangka malah Axel memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah kedua orangtuanya.Pertemuan itu terasa canggung bagi Lian. Bagaimana mungkin Axel begitu mendadak mengabarinya setelah sampai di depan rumah kedua orangtuanya. Begitu sampai Lian malah di sungguhi pemandangan horor, yang benar saja, bagaimana mungkin bisa Lian bertemu tanpa ada persi
Aku turun dari atas gedung kampus melalui tangga. Namun, saat aku berbelok mau ke ruang dosen. Seseorang mencegatku di lorong. Dengan tiba-tibanya dia berdiri di sana membuatku ingin menjerit. "Ada apa lagi? Aku sedang sibuk. Aku tidak bisa bertemu denganmu saat ini." Dia mengunyah permen karetnya dengan suara berisik. "Peduli amat kamu mau kemana. Sekarang temenin aku." Mahesa menarikku dari sana dan aku langsung menghempaskan tangannya. "Aku nggak bisa. Kamu tau kan kata-kata itu. Butuh di perjelas? Hah!" Mahesa memperlihatkan seringainya di sela-sela dia mengunyah permen itu. Sikapnya yang tidak sopan membuatku berang. Aku marah pada laki-laki ini. Dengan tak tau dirinya dia menarikku seakan aku dan dia masih mempunyai hubungan padahal tidak sama sekali. "kamu makin ketus makin cantik aja ya." "Nggak peduli kamu mau ngomong apa. Sekarang aku lagi sibuk. Aku nggak bisa lama-lama di sini
Aku berjalan keluar kelas setelah menyelesaikan kuliahku hari ini. Perutku berbunyi. Aku merasa lapar setelah seharian aku berpikir. Tapi aku merasa tidak mood untuk makan ke kantin. Semua itu karna ulah dari Mahesa.Aku keluar dari kelas baru berjalan sebentar namun terhenti karna Zia memegang tangan Lian. Ia terlihat cantik dengan menggunakan gaun selutut berwarna hitam dengan rambut berwarna coklat tergerai indah. Ia menampilkan senyumnya yang anggun mengarah padaku. "Wajah kamu kelihatan pucat dan kamu seperti ada sesuatu yang menganggu. Ayo ikut sama aku, kamu harus cerita, aku nggak mau kamu sembunyiin cerita mengerikan di belakang aku. Kamu tahu kan aku ini teman terbaik di dunia yang ngerti kamu, kamu teman baik aku. Jadi pas lihat kamu seperti mumi begitu, aku harus bertindak. Ayo kita ke kantin dan cerita apa yang terjadi."Lian mendecak. "Nggak ada apa-apa, kamu salah paham. Aku kelihatan pucat karna perutku seperti mau datang bulan."
Setibanya di rumah, Lian langsung melangkah masuk ke dalam rumah setelah berpamitan dengan Alex.Lian melihat saat di dalam mobil Alex tadi cuacanya begitu mendung dan rintik-rintik hujan masih saja mengguyur daerah itu. Pemandangan berkabut disertai dengan angin yang berhembus kencang mewarnai hujan di sekitarnya dan Lian tidak yakin Lian bisa melewati masalah ini.Lian menghela nafas ketika mengingat bagaimana keadaan yang terjadi saat ini, apakah Lian masih mau mendatangi Mahesa atau malah sebaliknya. Cuacanya tidak begitu mendukung. Apalagi mengingat perjalanan yang akan Lian tempuh menuju tempat untuk bertemu dengan laki-laki itu adalah suatu tempat yang bisa dikatakan teramat panjang. Resto itu berjarak berkilo-kilo meter dari rumahnya dan Lian tidak mungkin pergi ke sana hanya dengan berjalan kaki. Lian tak akan kuat jika menempuh jarak sepanjang itu. Mau tidak mau Lian harus memakai taksi menuju tempat yang diinginkan Mahesa. Dan masalah berikutnya adalah
Tak Lian sangka, begitu mereka masuk ke dalam mobil, Mahesa mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata di kegelapan malam. Mahesa mengendarai mobil dengan ugal-ugalan seperti orang yang sedang mabuk. Lihat saja bagaimana sebagian pengendara mobil yang berada di sekitar kami saat itu. Mereka tidak bisa mengabaikan begitu saja tindakan berbahaya yang Mahesa lakukan. Mereka memilih untuk membunyikan klakson demi keselamatan hidup mereka. Namun Mahesa tidak peduli dengan suara klakson yang terdengar di sekitarnya itu. Yang ia pedulikan hanyalah ego yang membuatnya berkuasa dan itu membuat Lian bergidik ngeri. Ada apa pada laki-laki ini?"Kamu mau aku mati, Hah! Kamu itu menyetir seakan nggak ada aku di sini. Tega ya kamu bikin aku serangan jantung. Pelankan kendaraanmu atau aku akan berteriak saat ini juga."Lian memegang semua benda yang bisa Lian pegang untuk keselamatan dirinya. Meskipun rasanya gagal. Jantungnya berdebar sangat kencang begitu juga dengan jari