Sean masuk ke apartemen dengan santai, bayangan sudah terlalu jauh saat berharap jika Yasmin akan menyambutnya saat derit pintu terdengar. Namun keinginan hanya tinggal keinginan, pada kenyataannya Sean hanya disambut oleh keneningan dan deru dari pendingin ruangan.
Sekarang dia hanya menghela napas berat, meskipun begitu dia tetap melangkah masuk dan membuka lemari pendingin mengambil satu botol air mineral dan membawanya ke dalam kamar.
Untuk sesaat dia tertegun di ambang pintu saat melihat Yasmin meringkuk di atas sofa. Tanpa selimut ataupun bantal, membuat Sean hanya bisa geleng kepala.
‘Ck! Kenapa Yasmin masih di sofa? Apa dia tidak mengerti jika aku ingin tidur di atas ranjang bersamanya,’ batinnya mulai mengeluh.
Entah kenapa, setelah tidur siang yang begitu nyenyak itu membuat Sean merasa ingin terus seperti itu. Selimut dan guling ternyata sudah tidak bisa menghangatkannya. Kepalanya menggeleng pelan, namun bertolak belakang dengan ha
Di depan meja makan, sekarang Yasmin tersenyum sembari menatap rantang yang sudah terisi dengan makanan pesanan suaminya. Senyum manis itu tak pernah luntur dari bibir Yasmin, entah kenapa hari ini terasa begitu indah, selama ia menikah dengan Sean.“Ini udah jam sebelas, aku siap-siap dulu deh,” gumamnya pelan.Yasmin ingin bersiap dengan cepat, sedikit rasa tidak sabar membuat gadis itu salah tingkah. Bahkan entah berapa kali Yasmin mengganti dress hanya untuk mengantarkan makan siang."Kenapa harus bikin kamar berantakan kayak gini?" Yasmin sedikit meringis menyadari kelakuannya. "Dress ini sepertinya sudah cukup."Pada akhirnya Yasmin memilih memakai dress berwarna gelap dengan plat shoes pemberian mertuanya. Karena memang Yasmin tidak bisa memakai heels dan sejenisnya.Selesai memilih pakaian, Yasmin duduk di depan cermin dan sedikit memoles wajahnya dengan make up tipis. Belum bertemu dengan Sean, tapi gemuruh dalam dada Yasmin su
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Sean sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari Yasmin yang begitu lemah. Darah segar masih terus saja mengalir, membuat tubuh itu sedikit bergetar, bahkan wajahnya kian memucat seiring berjalannya waktu.“Putra, lebih cepat!”Tidak ada jawaban, namun laju kendaraan dipacu sesuai permintaan Sean. Suara klakson berbunyi, untuk meminta jalan agar mereka bisa secepat mungkin sampai di rumah sakit.Setibanya di rumah sakit, Sean menggendong tubuh itu masuk ke IGD. Dia berteriak keras, tidak lagi peduli jika ada orang lain yang terganggu.“Dokter! Suster!” Sean menerobos masuk, beberapa terkejut dan langsung mengarahkan Sean pada sebuah ranjang kosong.“Baringkan pasien di sini, Pak, dan silahkan tunggu di luar.”“Aku tidak akan meninggalkannya!” Sean bersikeras, bagaimana mereka memintanya keluar.Tidak berselang lama dokter datang dan memeriksa k
“Bagaimana, Rangga? Apa dia sudah mati?” Hana menatap wajah suami sirinya itu dengan tajam, menunggu jawaban yang bisa memuaskan. “Maafkan aku, Hana,” ucap Rangga dengan sedikit menunduk. “Seorang wanita menyelamatkannya, aku tidak tahu apa wanita itu selamat atau tidak.” Hana terdiam, berusaha untuk mengingat siapa wanita yang akan sedia mengorbankan diri untuk menyelamatkan Sean, meskipun begitu Hana masih tidak bisa menebaknya. “Apa kamu mengenalnya?” “Tidak! Tapi dari cara dia menyelamatkan Sean, aku yakin ada hubungan special antara mereka.” Sejak awal, Rangga khawatir jika Hana akan marah besar karena dia telah gagal melakukan permintaan Hana, namun ternyata dia sangat bahagia. Tawanya membahana, membuat Rangga bingung. “Aku bahagia, Rangga … Aku bahagia,” Hana memeluk Rangga dengan erat, bahkan tak segan untuk merayu dan menggodanya. Rangga pria normal, tentu saja dia akan menerima setiap rangsangan yang diberikan. Sampai akhirn
“Kamu jangan bercanda, Yasmin. Ingat! Aku benci lelucon murahan seperti ini!” Sean menggelengkan kepalanya berkali-kali, tidak terima dengan sikap Yasmin.Mendengar itu semua Yasmin tetap diam, otaknya mulai bekerja dan berusaha mengingat dua pria yang sekarang ada di hadapannya. Namun sayang, semakin dia mengingat, semuanya masik terasa gelap.“Kamu ingin membuat perhitungan denganku? Baik! Tapi bukan seperti ini caranya, Yasmin.” Sean begitu marah.“Kak, sudah! Sepertinya kakak ipar memang kehilangan ingatannya,” bisik Davin, dari sorot matanya sudah jelas terlihat jika Yasmin kebingungan.“Diam kamu, Vin! Tahu apa kamu soal medis, pergi dan urus saja mesin-mesin kesayanganmu itu.”Davin tidak mudah terpancing emosi seperti Sean, maka semua yang dikatakan sang kakak sama sekali tidak berpengaruh padanya. Meskipun begitu ia tetap keluar dan segera meminta suster untuk memanggil dokter jaga.&l
Sean dan Claretta sekarang duduk bersama, berhadapan dengan seorang dokter yang memang menangani Yasmin. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, ternyata memang terjadi gangguan dalam ingatan Yasmin.“Jadi bagaimana, Dok?” tanya Claretta.“Nona Yasmin mengalami amnesia pasca trauma. Benturan di kepalanya cukup serius, ini menyebabkan pasien kehilangan sebagian ingatannya. Namun ada beberapa hal yang masih dia ingat, seperti nama dan dengan siapa terakhir kali dia tinggal.” Papar sang Dokter.“Apa dia mengingat tentang pernikahannya dengan saya?”“Sebelumnya saya minta maaf, tapi pasien hanya mengingat sebatas sebelum adanya hubungan yang terkait dengan anda.”DEGSean merasa tidak terima, hati yang sudah mencinta begitu dalam itu terluka saat dia yang tersayang sama sekali tidak mengingatnya. Namun sayangnya Sean tidak bisa berbuat apa-apa, jika terus dipaksakan untuk mengingat semua kenangan b
“Kamu tahu ‘kan apa yang harus kamu lakukan?” Sean menatap Putra yang sekarang sedang sibuk dengan ponselnya. “Hmm … Aku sudah menyiapkan segalanya, bahkan aku sudah menaruh kamera kecil dalam pas bunga untuk tetap bisa mengawasi pria itu.” Sean hanya mengangguk, meskipun sudah ada perjanjian di atas materia dan memiliki kekuatan hukum yang jelas, Sean tidak ingin gegabah dengan membebaskan dia berdekatan dengan Yasmin, meskipun dia adalah pamannya. “Aku benar-benar menyesal,” lirih Sean. “Untuk?” Putra melirik sahabatnya itu santai, kemudian mengembalikan pandangannya pada ponsel. “Andai aku percaya dengan perkataan Yasmin malam itu, mungkin cinta ini sudah menjadi besar. Bahkan bisa saja aku dan Yasmin sudah bisa memberikan Mami seorang cucu.” Putra hanya terkekeh mendengar perkataan Sean. Bukan tidak ingin memberikan saran, namun cinta mereka harus menemukan jalan sendiri untuk bisa kembali bertemu. Walaupun tidak mudah untuk menemukan jalan idah setelah melewati begitu banyak
Yasmin baru saja membuka mata, gadis itu hanya bisa menghela napas berat saat mengingat di mana dia berada dan pamannya yang sampai kini tak kunjung datang. "Sus, kapan saya bisa keluar dari rumah sakit?" Yasmin bertanya penuh harap pada suster yang memang ditugaskan Sean di ruangannya. "Saya tidak tahu Nona, jadi saat dokter datang nanti lebih baik Nona langsung bertanya." "Iya, terima kasih banyak, Sus." Hari ke-7 di rumah sakit, infus yang mengekang kebebasannya akhirnya dilepas. Yasmin tersenyum, setidaknya salah satu bebannya telah hilang. "Selamat pagi ..." Claretta masuk membawa parsel buah kesukaan Yasmin. Jika sebelumnya Claretta datang di jam tidur, hari ini dia mulai hadir saat Yasmin bangun. "Pagi, Bu ..." balas Yasmin sambil menganggukkan kepalanya. "Bagaimana kabarmu, Yas? Di rumah rasanya ada yang tidak lengkap sekarang," wanita paruh baya itu hanya terkekeh. "Kenapa saya merasa begitu dekat dengan anda, Bu?" Pertanyaan Yasmin membuat Claretta terbelalak, namun t
“Jangan bercanda, dude? Ini tidak lucu,” Sean benar-benar tidak percaya dengan apa di dengarnya.“Aku bukan pelawak,” sahut Putra singkat.Setelah mendapat kabar dari Marco, malam harinya Putra bertandang ke kediaman Sean dan bicara empat mata di dalam kamar. Jika biasanya Sean menolak, kali ini justru dia yang meminta agar kedua orang tuanya tidak tahu apa yang terjadi.“Dia benar-benar harus dimusnahkan dari muka bumi,” celetuk Sean.“Jangan grasa-grusu, bagaimanapun kita masih membutuhkan dia untuk kesembuhan Yasmin.”Sean hanya diam dan menarik napas dalam, kemudian menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang sembari menatap langit-langit kamar yang tampak suram, meskipun cahaya dalam kamarnya begitu terang.“Ya, kamu benar,” sahutnya singkat. “Tapi aku takut jika Dody akan berbuat nekat.”“Dody tidak mungkin melakukan hal gila, kecuali dia tidak sayang lagi dengan nyawanya.” Putra ikut berbaring di samping Sean, menatap arah yang sama, namun dengan isi kepala yang berbeda tentunya.“Aku
Sore menjelang malam, Sean menatap gedung tinggi yang dihuni oleh banyak orang. Ia merasa ragu saat hendak datang untuk menyambangi Hana di apartemennya. Sean bukan cenayang yang bisa tahu isi kepala seseorang atau membaca ekspresi wajahnya. Namun semakin lama ia diam, maka semakin besar kemungkinan jika Yasmin akan pergi dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Sekarang di sini ia berada, di depan sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu di mana dulu ia singgah dan mengahbiskan waktu bersama Hana. Sean membuang jauh kenangan itu dan langsung menekan bel.Pintu terbuka, di depan sana Hana berdiri sambil menggendong anak yang dia katakan sebagai darah daging kita. Namun hati kecil Sean tetap menolak.“Hai … maaf ya, apartemennya berantakan.”“Tidak masalah, lagi pula kau tidak akan lama, cukup di sini saja.” Sean tidak ingin masuk.“Apa tempat ini sudah seburuk itu, sampai kamu enggan untuk menginjakkan kakimu lagi?” Hana berusaha untuk menekan amarahnya sendiri. “Ayo kita menikah
Sean diam dalam kesendirian di ruang kerjanya, beberapa laporan yang harusnya ia periksa hanya teronggok tak tersentuh. Masalah yang baru saja datang cukup sulit untuk ia tanggung sendiri. Jika tidak melibatkan Yasmin, mungkin Sean tidak akan sekhawatir ini dan ia pasti menyelesaikan semuanya tanpa harus bergerak. “Sepertinya aku harus meminta bantuan Mami untuk menjaga Yasmin.” Sean lantas meraih ponselnya dan langsung mengirim pesan. Sean Mam, pulanglah lebih awal. Tolong jaga Yasmin untukku. Selang beberapa menit, ponselnya masih saja sepi, tidak ada balasan apa pun dari Claretta atau pun Anggara. Beberapa kali Sean hanya bisa menghela napas, hatinya sama sekali tidak tenang karena sikap Yasmin yang terlampau dingin padanya. Brakkk “Bagaimana bisa ini terjadi?” “Mami …” Sean terbelalak, jadi ini alasan Maminya tidak membalas pesan. Ternyata wanita yang masih cantik diusia tuanya itu langsung datang menemuinya. “Bisa jelaskan semuanya sama, Mami, Rev?” Claretta melepaskan kac
“Hana?” gumam Sean pelan.Hana yang melihat keterkejutan Sean lantas mendekat, dengan kasar ia mendorong Yasmin hingga mundur beberapa langkah.“Minggir! Pembantu sepertimu tidak pantas ada di hadapanku.”“Berhenti!” Sean mengangkat tangannya, jangankan untuk berpelukan dengan wanita itu, Sean bahkan sudah muak saat melihat wajahnya yang munafik itu.“Pergi dari rumah ini sebelum aku bersikap kasar!” tegas Sean.“Kamu tega kasar sama aku?” Hana memelas. “Kamu berubah! Apa seperti ini cara kamu menyambutku?”Sean tertawa lepas, ia seperti mendengar sebuah lelucon yang menggelikan dari Hana. Tanpa bicara, Sean mendekati Yasmin dan berdiri di samping istrinya, menunjukkan siapa yang sekarang mengisi hidupnya yang dulu telah hancur.“Kenapa tidak? Siapa Kau sampai berani mengaturku seperti itu. Kau datang ke rumahku, menghina istriku. Jadi aku sudah melakukan hal yang sepatutnya padamu.”“Yas, pergilah ke kamar, sebentar lagi aku akan menyusul.” Sean tersenyum manis, sedangkan Yasmin hany
Setibanya di kantor, Sean benar-benar merasa tidak tenang. Ia masih tidak menghubungi Yasmin atau pun Mila. Sean tidak pernah menyangka jika seperti inilah sifat asli dari Hana.Saat Sean kembali menghubungi Yasmin, akhrinya mereka bicara, meskipun ada kebingungan yang nyata dari anda bicara istri dari Sean.“Hati-hati …” panggilan pun berakhir, tidak berselang lama Davin masuk bersama Putra.“Bagaimana kak, apa kakak ipar sudah bisa dihubungi?”Sean mengangguk, “Sudah! Aku meminta Yasmin dan Mila untuk segera kemari.”Kekhawatiran Sean sedikit berkurang, mereka kembali duduk dan menunggu kedatangan Yasmin. Putra yang sudah kembali sebelum cutinya selesai terlihat lebih pendiam. Ia duduk dan menyibukan diri dengan ponselnya, air mukanya seketika berubah saat melihat sebuah video viral yang baru saja beberapa menit di up ke media social.‘Model ternama, Wihana Aurelya sudah memiliki bayi dan memarahi wanita lain di mall’KlikPutra membesarkan volume ponsel dan memberikan benda pipih i
Di pusat perbelanjaan, Hana mendorong sebuah stroller di mana seorang balita mungil sedang terlelap. Wajahnya begitu lucu, dia bahkan memilih kulit yang putih dengan hidung mancung yang begitu menggemaskan.Hana memasuki sebuah restoran cepat saji, duduk sendiri sambil sesekali memperhatikan balita tersebut. Sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit, kemudian memotret si pipi gembul itu.“Aku akan memulainya dari media social,” gumamnya pelan. Media social, di sana banyak sekali fans seorang Hana dan setelah sekian lama menghilang dia akan mengejutkan dunia dengan captionya kali ini.‘Baby Arvinku tersayang, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Daddy.’KlikDalam hitungan detik, foto itu tersebar dengan cepat. Hana sengaja mematikan kolom komentar dan hanya tertawa melihat begitu banyak orang yang masih memperhatikan serta menunggu kabar darinya.‘Sean …’ lirih Hana.Hana kemudian meletakkan ponselnya dan mulai makan, dia kembali hanya untuk mendapatkan Sean, membuang jauh kisa
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan