Sean dan Claretta sekarang duduk bersama, berhadapan dengan seorang dokter yang memang menangani Yasmin. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, ternyata memang terjadi gangguan dalam ingatan Yasmin.
“Jadi bagaimana, Dok?” tanya Claretta.
“Nona Yasmin mengalami amnesia pasca trauma. Benturan di kepalanya cukup serius, ini menyebabkan pasien kehilangan sebagian ingatannya. Namun ada beberapa hal yang masih dia ingat, seperti nama dan dengan siapa terakhir kali dia tinggal.” Papar sang Dokter.
“Apa dia mengingat tentang pernikahannya dengan saya?”
“Sebelumnya saya minta maaf, tapi pasien hanya mengingat sebatas sebelum adanya hubungan yang terkait dengan anda.”
DEG
Sean merasa tidak terima, hati yang sudah mencinta begitu dalam itu terluka saat dia yang tersayang sama sekali tidak mengingatnya. Namun sayangnya Sean tidak bisa berbuat apa-apa, jika terus dipaksakan untuk mengingat semua kenangan b
“Kamu tahu ‘kan apa yang harus kamu lakukan?” Sean menatap Putra yang sekarang sedang sibuk dengan ponselnya. “Hmm … Aku sudah menyiapkan segalanya, bahkan aku sudah menaruh kamera kecil dalam pas bunga untuk tetap bisa mengawasi pria itu.” Sean hanya mengangguk, meskipun sudah ada perjanjian di atas materia dan memiliki kekuatan hukum yang jelas, Sean tidak ingin gegabah dengan membebaskan dia berdekatan dengan Yasmin, meskipun dia adalah pamannya. “Aku benar-benar menyesal,” lirih Sean. “Untuk?” Putra melirik sahabatnya itu santai, kemudian mengembalikan pandangannya pada ponsel. “Andai aku percaya dengan perkataan Yasmin malam itu, mungkin cinta ini sudah menjadi besar. Bahkan bisa saja aku dan Yasmin sudah bisa memberikan Mami seorang cucu.” Putra hanya terkekeh mendengar perkataan Sean. Bukan tidak ingin memberikan saran, namun cinta mereka harus menemukan jalan sendiri untuk bisa kembali bertemu. Walaupun tidak mudah untuk menemukan jalan idah setelah melewati begitu banyak
Yasmin baru saja membuka mata, gadis itu hanya bisa menghela napas berat saat mengingat di mana dia berada dan pamannya yang sampai kini tak kunjung datang. "Sus, kapan saya bisa keluar dari rumah sakit?" Yasmin bertanya penuh harap pada suster yang memang ditugaskan Sean di ruangannya. "Saya tidak tahu Nona, jadi saat dokter datang nanti lebih baik Nona langsung bertanya." "Iya, terima kasih banyak, Sus." Hari ke-7 di rumah sakit, infus yang mengekang kebebasannya akhirnya dilepas. Yasmin tersenyum, setidaknya salah satu bebannya telah hilang. "Selamat pagi ..." Claretta masuk membawa parsel buah kesukaan Yasmin. Jika sebelumnya Claretta datang di jam tidur, hari ini dia mulai hadir saat Yasmin bangun. "Pagi, Bu ..." balas Yasmin sambil menganggukkan kepalanya. "Bagaimana kabarmu, Yas? Di rumah rasanya ada yang tidak lengkap sekarang," wanita paruh baya itu hanya terkekeh. "Kenapa saya merasa begitu dekat dengan anda, Bu?" Pertanyaan Yasmin membuat Claretta terbelalak, namun t
“Jangan bercanda, dude? Ini tidak lucu,” Sean benar-benar tidak percaya dengan apa di dengarnya.“Aku bukan pelawak,” sahut Putra singkat.Setelah mendapat kabar dari Marco, malam harinya Putra bertandang ke kediaman Sean dan bicara empat mata di dalam kamar. Jika biasanya Sean menolak, kali ini justru dia yang meminta agar kedua orang tuanya tidak tahu apa yang terjadi.“Dia benar-benar harus dimusnahkan dari muka bumi,” celetuk Sean.“Jangan grasa-grusu, bagaimanapun kita masih membutuhkan dia untuk kesembuhan Yasmin.”Sean hanya diam dan menarik napas dalam, kemudian menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang sembari menatap langit-langit kamar yang tampak suram, meskipun cahaya dalam kamarnya begitu terang.“Ya, kamu benar,” sahutnya singkat. “Tapi aku takut jika Dody akan berbuat nekat.”“Dody tidak mungkin melakukan hal gila, kecuali dia tidak sayang lagi dengan nyawanya.” Putra ikut berbaring di samping Sean, menatap arah yang sama, namun dengan isi kepala yang berbeda tentunya.“Aku
Sean tidak tahu harus berkata apa, mendengar Yasmin meminta ijin seperti itu benar-benar melambungkan perasaannya. Sean merasa jika semua telah kembali sesuai dengan keinginannya.“Ya, kamu boleh memanggilku sesukamu.”“Tidak, tidak! Aku lebih nyaman memanggilmu dengan nama itu saja. Aku merasa tidak asing jika memanggil namamu.”Sean menipiskan bibirnya, haruskan dia berkata jika memang hal ini sering mereka lakukan meskipun dalam kemarahan dan cinta yang terpendam?“Kenapa kamu masih berdiri di sana? Apa aku terlihat mengerikan saat bangun tidur?” Yasmin terkekeh, dia lantas membenahi tatanan rambutnya agar terlihat lebih rapih.“Tidak ada yang lebih mengerikan, daripada melihat orang yang aku cintai terluka dan itu karena aku sendiri,” ujarnya dengan tulus.“Betapa beruntungnya perempuan itu,” Yasmin kembali tersenyum.‘Ya, dan perempuan itu adalah kamu.’“Sus, apa aku boleh ke kamar mandi?”“Tentu, silahkan.”Merasa jika Yasmin akan membutuhkan bantuan, Sean lantas mendekat dengan
Yasmin melenguh pelan kemudian memegangi kepalanya yang terasa masih berputar. Bulu mata lentik milik Yasmin mulai bergerak, detik berikutnya dia membuka mata. “Ini di mana?” gumamnya pelan. Yasmin ingat betul, terakhir kali ia ada di rumah sakit dan mengalami sakit kepala setelah berada dalam pelukan Sean. ‘Ini bukan rumah sakit!’ batinnya. Ruangan dengan nuansa putih biru ini membuat Yasmin nyaman, meskipun tempat ini sangat asing. Dengan begitu hati-hati, Yasmin duduk di tepi ranjang dan mulai memperhatikan detail ruangan. Lemari besar, televisi, meja rias dan pendingin ruangan. Kamar ini benar-benar lengkap, membuat Yasmin merasa tidak pantas. Dia hanya bisa mengingat kamar sederhana miliknya di kediaman sang paman dengan ranjang reyot miliknya. “Permisi …! Apa ada orang?” tidak ada satupun yang menunjukkan batang hidungnya. Yasmin berdiri dengan cepat, tenaganya pulih dengan cepat dan tidak ada lagi rasa sakit di tubuhnya. “Yasmin …” “Siapa di sana?” Yasmin menoleh ke bela
Davin susah payah Davin memindahkan sang kakak ke tempat tidur. Tubuh Sean yang hampir sama dengannya membuat dia benar-benar harus memeras keringat. Selama ini Davin hanya sibuk menggendong para wanita dan tidak pernah terbersit dalam benaknya akan melakukan ini. Lelah, Davin akhirnya menjatuhkan tubuhnya tepat di samping Sean yang terlihat gelisah karena pengaruh alcohol dan beban cinta yang dia buat sendiri. Begitu kira-kira Davin mengejek sang kakak. “Ini salah satu alasan kenapa aku tidak mau menikah,” gumamnya pelan. “Selama bisa bersenang-senang, kenapa harus menikah.” Pemikiran dangkal itu membuat Davin masih saja hidup sesukanya, meskipun usianya menginjak kepala tiga. Namun Anggara dan Claretta sama sekali tidak memusingkan hal tersebut, selama putra mereka bisa bertanggung jawab dengan setiap hal yang sudah diperbuatnya. Jika tidak, maka Anggara akan langsung turun tangan tanpa melakukan diskusi. Merasa cukup meluruskan pingganganya, Davin berjalan gontai menuju dapur da
BughBughPutra melayangkan beberapa pukulan telak pada rahang Dody, membuat pria bertubuh gempal itu tersungkur dan melepaskan cengkramannya pada pergelangan tangan Yasmin."Tua bangka tidak tahu diri! Beraninya kau melakukan ini.""Cukup, jangan pukul pamanku. Stop!" Yasmin sedikit histeris saat melihat Putra mengajar Dody sedikit membabi-buta."Bawa dia pergi dari sini! Tapi jangan biarkan dia lepas."Dua pria itu hanya mengangguk dan langsung menyeret Dody keluar dari ruangan Yasmin. Putra dengan cepat mendekati Yasmin dan segera membantunya naik kembali ke atas ranjang.Tidak ada penolakan dari Yasmin saat Putra membantunya."Kenapa kamu bisa sendirian? Kemana suster yang menjagamu?" tanya Putra sambil menaikan kaki Yasmin yang masih bergetar karena ketakutan dengan sikap Dody."Di-dia pergi keluar, paman memintanya untuk keluar membeli makanan.""Hah ..." Putra membuang napasnya kasar. Bisa-bisanya Dody melakukan ini, bahkan dengan begitu teganya dia berbuat kasar. Namun Putra ti
Hari itu, setelah membawa Yasmin ke kediamannya, Claretta meminta anak buahnya untuk mencari paman Yasmin-pria yang sudah menjualnya kemarin malam.Hanya dalam kurun waktu 1 jam, informasi mengenai Dody dia dapatkan dengan begitu lengkap. Bahkan Claretta terkejut saat tahu jika paman dari calon menantu dadakannya adalah seorang penjudi dan tukang main perempuan."Mengerikan! Tapi aku tidak bisa diam saja. Akan terjadi masalah besar jika pria itu mengacau."Claretta bergegas, anak buahnya sudah membuatkan janji dan ternyata Dody sudah menunggu ditempat yang sudah Claretta tentukan.Dalam benak Claretta sama sekali tidak pernah terpikirkan jika akan menemui pria tidak tahu malu seperti Dody, bahkan dengan terang-terangan menunjukkan mata jelalatan nya."Di mana Anda menemukan gadis sialan itu?""Anda tidak perlu tahu! Yang pasti, Yasmin akan menjadi menantu saya dan anda tidak boleh melakukan hal bisa merugikan diri anda sendiri."Claretta menatap Dody dengan jengkelnya. Untuk pertama k
Sore menjelang malam, Sean menatap gedung tinggi yang dihuni oleh banyak orang. Ia merasa ragu saat hendak datang untuk menyambangi Hana di apartemennya. Sean bukan cenayang yang bisa tahu isi kepala seseorang atau membaca ekspresi wajahnya. Namun semakin lama ia diam, maka semakin besar kemungkinan jika Yasmin akan pergi dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.Sekarang di sini ia berada, di depan sebuah pintu yang tertutup rapat, pintu di mana dulu ia singgah dan mengahbiskan waktu bersama Hana. Sean membuang jauh kenangan itu dan langsung menekan bel.Pintu terbuka, di depan sana Hana berdiri sambil menggendong anak yang dia katakan sebagai darah daging kita. Namun hati kecil Sean tetap menolak.“Hai … maaf ya, apartemennya berantakan.”“Tidak masalah, lagi pula kau tidak akan lama, cukup di sini saja.” Sean tidak ingin masuk.“Apa tempat ini sudah seburuk itu, sampai kamu enggan untuk menginjakkan kakimu lagi?” Hana berusaha untuk menekan amarahnya sendiri. “Ayo kita menikah
Sean diam dalam kesendirian di ruang kerjanya, beberapa laporan yang harusnya ia periksa hanya teronggok tak tersentuh. Masalah yang baru saja datang cukup sulit untuk ia tanggung sendiri. Jika tidak melibatkan Yasmin, mungkin Sean tidak akan sekhawatir ini dan ia pasti menyelesaikan semuanya tanpa harus bergerak. “Sepertinya aku harus meminta bantuan Mami untuk menjaga Yasmin.” Sean lantas meraih ponselnya dan langsung mengirim pesan. Sean Mam, pulanglah lebih awal. Tolong jaga Yasmin untukku. Selang beberapa menit, ponselnya masih saja sepi, tidak ada balasan apa pun dari Claretta atau pun Anggara. Beberapa kali Sean hanya bisa menghela napas, hatinya sama sekali tidak tenang karena sikap Yasmin yang terlampau dingin padanya. Brakkk “Bagaimana bisa ini terjadi?” “Mami …” Sean terbelalak, jadi ini alasan Maminya tidak membalas pesan. Ternyata wanita yang masih cantik diusia tuanya itu langsung datang menemuinya. “Bisa jelaskan semuanya sama, Mami, Rev?” Claretta melepaskan kac
“Hana?” gumam Sean pelan.Hana yang melihat keterkejutan Sean lantas mendekat, dengan kasar ia mendorong Yasmin hingga mundur beberapa langkah.“Minggir! Pembantu sepertimu tidak pantas ada di hadapanku.”“Berhenti!” Sean mengangkat tangannya, jangankan untuk berpelukan dengan wanita itu, Sean bahkan sudah muak saat melihat wajahnya yang munafik itu.“Pergi dari rumah ini sebelum aku bersikap kasar!” tegas Sean.“Kamu tega kasar sama aku?” Hana memelas. “Kamu berubah! Apa seperti ini cara kamu menyambutku?”Sean tertawa lepas, ia seperti mendengar sebuah lelucon yang menggelikan dari Hana. Tanpa bicara, Sean mendekati Yasmin dan berdiri di samping istrinya, menunjukkan siapa yang sekarang mengisi hidupnya yang dulu telah hancur.“Kenapa tidak? Siapa Kau sampai berani mengaturku seperti itu. Kau datang ke rumahku, menghina istriku. Jadi aku sudah melakukan hal yang sepatutnya padamu.”“Yas, pergilah ke kamar, sebentar lagi aku akan menyusul.” Sean tersenyum manis, sedangkan Yasmin hany
Setibanya di kantor, Sean benar-benar merasa tidak tenang. Ia masih tidak menghubungi Yasmin atau pun Mila. Sean tidak pernah menyangka jika seperti inilah sifat asli dari Hana.Saat Sean kembali menghubungi Yasmin, akhrinya mereka bicara, meskipun ada kebingungan yang nyata dari anda bicara istri dari Sean.“Hati-hati …” panggilan pun berakhir, tidak berselang lama Davin masuk bersama Putra.“Bagaimana kak, apa kakak ipar sudah bisa dihubungi?”Sean mengangguk, “Sudah! Aku meminta Yasmin dan Mila untuk segera kemari.”Kekhawatiran Sean sedikit berkurang, mereka kembali duduk dan menunggu kedatangan Yasmin. Putra yang sudah kembali sebelum cutinya selesai terlihat lebih pendiam. Ia duduk dan menyibukan diri dengan ponselnya, air mukanya seketika berubah saat melihat sebuah video viral yang baru saja beberapa menit di up ke media social.‘Model ternama, Wihana Aurelya sudah memiliki bayi dan memarahi wanita lain di mall’KlikPutra membesarkan volume ponsel dan memberikan benda pipih i
Di pusat perbelanjaan, Hana mendorong sebuah stroller di mana seorang balita mungil sedang terlelap. Wajahnya begitu lucu, dia bahkan memilih kulit yang putih dengan hidung mancung yang begitu menggemaskan.Hana memasuki sebuah restoran cepat saji, duduk sendiri sambil sesekali memperhatikan balita tersebut. Sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit, kemudian memotret si pipi gembul itu.“Aku akan memulainya dari media social,” gumamnya pelan. Media social, di sana banyak sekali fans seorang Hana dan setelah sekian lama menghilang dia akan mengejutkan dunia dengan captionya kali ini.‘Baby Arvinku tersayang, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Daddy.’KlikDalam hitungan detik, foto itu tersebar dengan cepat. Hana sengaja mematikan kolom komentar dan hanya tertawa melihat begitu banyak orang yang masih memperhatikan serta menunggu kabar darinya.‘Sean …’ lirih Hana.Hana kemudian meletakkan ponselnya dan mulai makan, dia kembali hanya untuk mendapatkan Sean, membuang jauh kisa
Hampir menjelang makan siang kedua pasangan suami-istri itu akhirnya keluar dari kamar dan berkumpul di meja makan dengan canggung, seakan mereka baru bertemu untuk pertama kalinya. Namun itu hanya berlaku untuk Yasmin dan Mila.“Kenapa meja makan ini sepi sekali,” keluh Davin.“Hmmm …” sahut Sean sambil melirik istrinya makan sambil menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Mila, yang masih terlihat biasa saja.“Kak Yasmin …” Mila memulainya, dia tahu jika kakak iparnya itu malu karena ketahuan sesuatu. Ah, rasanya Mila langsung berdebar saat mengingat itu.“I-ya, ada apa, Mil?”“Kalau hari ini kakak ada waktu kita shooping, ada beberapa kebutuhanku yang sudah habis. Aku pikir kita bisa pergi bersama,” jelas Mila.Yasmin melirik Sean yang ada di sampingnya, sedikit mendongak saat melihat rahang tegas suaminya dengan kulit yang glowing luar biasa. Yasmin sempat bepikir, apa yang akan terjadi jika lalat hinggap di wajah suaminya.“Kamu bisa pergi dengan Mila, tapi kalian harus di antar ole
Pagi ini Yasmin keluar dari kamarnya dengan rambut yang tergerai, sedikit basah. Beberapa asisten rumah tangga tersenyum melihat Yasmin yang berbeda, jelas sekali jika semalam dia dan Sean melakukan sebuah penyatuan luar biasa.“Non, biar bibi saja.”“Enggak apa-apa, Bi, aku hanya buat kopi buat Tuan.”“Eh, kok sama suami panggil Tuan sih. Mas atau bebep gitu non, mirip anak-anak jaman sekarang.”Yasmin tergelak mendengar celotehan tersebut, namun dia merasa lebih nyaman memanggil Sean dengan sebutan Tuan. Ada rasa yang berbeda saat kata Tuan terucap dari bibirnya. Seperti semalam, entah berapa kali Yasmin meneriaki Sean dengan panggilan Tuan di tengan hasrat keduanya yang menggebu.“Aku mencintaimu, Yas …”“Ahhh … Tu-tuan …” inti tubuh Yasmin menegang saat Sean membelai seluruh tubuhnya dengan begitu lembut.“Sebut namaku … Berteriaklah, Yas!”“Tu-an Sean …” Yasmin semakin terbata-bata saat menyerukan nama suaminya yang sekarang sedang bermain pada titik sensitive Yasmin dengan mengg
Pukul 7 malam Sean akhirnya tiba di kediamannya, wajahnya benar-benar lesu setelah seharian ini bergelut dengan berkas dan meeting dengan beberapa tamu dari luar kota. Karena Putra meminta cuti secara tiba-tiba, Sean terpaksa mengerjakan semuanya.“Hahhh … Aku lelah sekali,” Sean menjatuhkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamu. Kakinya terasa lemas untuk sampai ke kamarnya di lantai atas. Selain pekerjaan, pikiran Sean juga terbagi pada Putra. Dia tahu dengan bai kapa yang akan terjadi pada sahabatnya jika kenangan Rachel kembali.“Tu-tuan …”Sean mendongak, dia tersenyum tipis mendapati istrinya berdiri di belakang dengan wajah polos tanpa makeup, membuatnya merasa sedikit lebih baik. Namun panggilan ‘Tuan’ membuat Sean sedikit tidak nyaman.“Yas, duduklah di sini sebentar.” Sean menepuk tempat kosong di sampingnya.Yasmin berjalan dan melakukan apa yang Sean minta. Setelah penyatuan itu, tidak ada jarak antara keduanya, namun masih terselip kecanggungan yang terkadang membuat Yasmin
Sean baru saja selesai makan siang di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. Matanya terus saja celingukan mencari asisten sekaligus sahabatnya yang tak kunjung datang, padahal Sean sudah mengirim pesan dan mengirim lokasi di mana dia berada. Ting “Aku sudah selesai makan siang, tapi dia baru merespon pesanku.” Sean berdecak kesal, lantas membuka pesa dari Putra. Keningnya seketika berkerut, ekspresinya juga sedikit berubah. ‘Aku akan cuti 2 hari, aku lelah dan ingin istirahat dulu.’ “Putra, lelah dan ingin istirahat?” Bahasa yang sangat dia dengar dari sosok itu. Sean merasa ada yang tidak benar dengan sahabatnya, dia segera meminta bill dan berniat untuk kembali ke kantor secepatnya. Namun saat ingin beranjak, seseorang tiba-tiba saja datang menghampirinya dan meminta Sean untuk duduk sebentar. “Tuan Sean?” tanya seseorang. “Ya, saya. Anda siapa?” Sean sedikit waspada, karena sampai sekarang orang yang sengaja ingin menabraknya belum juga ditemukan. “Saya ingin bicara dan