Bab 52Hafiz berusaha mengibaskan pikiran-pikiran gila itu dari otaknya. Mana mungkin tubuhnya dibelah menjadi tiga? Justru yang ada, dia yang mati. Hahaha ....Belajar dari poligami yang dilakukan oleh Rasulullah, Hafiz merasa dirinya begitu kerdil. Dia belum bisa menjadi imam yang baik untuk ketiga istrinya. Terbukti sampai saat ini, di antara mereka seringkali terjadi persaingan, silang pendapat dan kecemburuan yang berlebihan.Apakah memang poligami berpotensi untuk saling menyakiti? Atau memang dia belum cukup ilmunya? Kalau dia memang belum cukup ilmunya, kenapa Allah menunjukkan jalan sehingga dia bisa memiliki istri lebih dari satu?Bukan hanya dia, tetapi juga ustadz Zaki, Abang iparnya. Pernikahan dengan Dania yang berbuntut panjang menjadi pisah rumah antara ustadz Zaki dengan istri pertamanya.Poligami yang berhasil bisa membuat nyaman semua istri dan juga suaminya. Akan tetapi, apakah kenyamanan itu bisa diciptakan dalam rumah tangganya sendiri? Apakah keinginan itu tidak
Bab 53"Bagaimana kalau kita menaikkan iuran santri?" usul Ustadz Maliki"Itu bukan solusi, Ustadz Maliki! Di samping kenaikan iuran santri itu akan membebani para santri yang kebetulan dari kalangan yang tidak mampu, kebijakan seperti itu juga harus melalui rapat dan harus ditandatangani oleh ketua yayasan. Panjang itu prosesnya," tolak Hafiz."Bagaimana kalau kita mengundang mereka? Selama ini kita tidak pernah bersilaturahmi dengan para donatur. Jadi mereka suka-sukanya memberikan donasi. Kalau ada, ya ada. Kalau tidak, ya tidak." Kali ini ustadz Zaki yang berbicara."Untuk jangka panjangnya itu bisa kita lakukan," ucap Hafiz tenang. "Tetapi kita memerlukan solusi yang lebih cepat lagi agar bulan depan tidak kelabakan melunasi seluruh pengeluaran operasional pesantren.""Barangkali kita harus lebih mengoptimalkan usaha-usaha yang dikelola oleh pesantren," ucap ustadz Bahruni yang sedari tadi hanya diam. "Selama ini kita hanya fokus terhadap kantin dan koperasi sekolah, beberapa tok
Bab 54"Lumayan, Alhamdulillah," gumam perempuan itu dalam hati. Tiba-tiba ia teringat dengan suaminya. "Sebaiknya aku menyumbangkan sebagian keuntungan bulan lalu untuk pesantren," gumam Azizah."Anggap saja pesantren sekarang sedang open donator dan aku yang mendaftar. Lagi pula, nggak lucu. Aku yang mengusulkan untuk mengelola keuangan pondok secara lebih baik, sementara aku sendiri tidak mau berdonasi."Dia mulai mengetik beberapa angka di kolom pengeluaran untuk laporan bulan yang lalu."Nah segini saja aku masih bisa untung." Perempuan itu tersenyum puas.Azizah kembali menutup laptop setelah di rasanya sudah cukup. Dia mulai membuka buku tebal yang disediakan oleh Zahwa untuk mencatat semua pesanan kue."Bolu gulung, blackforest, cake pandan, roti isi abon, .." Dia mulai mengeja satu persatu."Lumayan orderan hari ini. Pantas saja Zahwa sering kewalahan." Dia tersenyum.Dia segera bangkit dari tempat duduk, lalu melangkah menuruni tangga."Sudah selesai, Zah?" tegur Zahwa saa
Bab 55Hafiz bergegas menghampiri setelah yakin dengan penglihatannya. Hanya beberapa langkah, dia sudah berada di hadapan wanita itu"Dek," tegurnya."Eh, Ayah. Ayah sudah selesai mengajar?" Azizah bertanya sembari mengangkat wajahnya.Si kecil Ibrahim merentangkan tangan."Aduh, anak ayah. Kangen ya, Sayang?" Hafiz segera meraih tubuh mungil itu dan menggendongnya."Sejak tadi Baim bilang, yah yah yah. Makanya Adek menyusul Abang kemari." ucap Azizah menimpali."Iya, ya. Memangnya Adek hari ini tidak ke toko?" "Sudah selesai semua kerjaan Adek, Bang, cuman kontrol doang. Semua sudah dikerjakan oleh Zahwa.""Ohh." Hafiz ber-oh ria. "Ade mau tunggu Abang selesai mengajar atau bagaimana nih?""Nggak, Bang. Adek cuma mampir kok, cuma biar Ibrahim ketemu sama ayahnya saja. Abang pulang kan, sore ini?"Iya, pulang. Emang mau kemana lagi sih?""Kali aja ke rumah Abah." Azizah cepat menjawab.Dia tak mau Hafiz tahu isi hatinya yang selalu cemburu dengan kedua adik madunya."Insya Allah ngg
Bab 56Cinta.Lima huruf yang membuat perempuan itu lantas menyadari alasan yang membuat ia bertahan selama ini. Bukan soal status, anak, apalagi harta, tetapi cinta. Ya, sekali lagi ini soal cinta!Cinta yang terkadang membuat orang kehilangan kewarasannya. Cinta yang membuat seseorang mampu bertahan walaupun orang yang kita cintai lebih banyak menyakiti daripada membahagiakan kita. Azizah menyadari itu saat sang suami menikah lagi.Manusiawi jika ia menganggap bahwa ia sudah dikhianati. Meskipun poligami dibolehkan, tetapi rasa sakit itu tak bisa dibohongi. Dia sakit hati saat suaminya menikah lagi, meski Hafiz sudah berupaya untuk menghiburnya dengan memberikan harta miliknya kepada Azizah.Apalah artinya harta, jika kita harus berbagi suami dengan wanita lain."Seandainya rumah tanggaku tidak digoyang oleh badai, tentu aku tidak tahu betapa sebenarnya aku mencintai suamiku," gumam Azizah.Akhirnya dia menyadari, meskipun dia disakiti, tetapi dia tidak pernah benar-benar kuat untu
Bab 57Perempuan itu meraih tas besar, memasukkan beberapa baju dan perlengkapan pribadinya. Sementara dompet, ponsel dan barang-barang yang sangat penting dia masukkan di dalam tas selempang yang selalu ia bawa kemanapun.Hari ini juga ia memutuskan untuk pergi. Pergi sejauh-jauhnya meninggalkan kota ini. Kota yang sudah memberinya banyak kenangan manis. Perbincangan dengan ustadz Hafiz dan ummi Azizah membuatnya semakin sadar, dialah yang salah di sini.Ustadz Hafiz dan ummi Azizah tetap berusaha memperlakukannya sebaik mungkin, tetapi kebaikan yang mereka tampakkan seolah semakin membuka kesalahan yang telah dia lakukan selama ini."Tidak seharusnya kemarin aku menerima lamaranmu, Bang," Dia menangkup kasar wajahnya.Salahnya yang mau menikah dengan suami orang. Salahnya menjadi istri rahasia ustadz Zaki. Tetapi bukan salah cinta yang hadir. Cinta tidak pernah hadir di tempat yang salah. Demi apapun, seorang ustadz Zaki layak dicintai, meskipun Dania hanya sanggup mencintai dalam d
Bab 58Hafiz baru bisa bernapas lega setelah beberapa hari kemudian. Akhirnya kakak iparnya menjemput Marwiah dan anak-anaknya di rumah abah. Semoga saja tidak ada drama lagi di dalam rumah tangga kakaknya. Aman dan tentram selamanya.Urusan hati memang tidak bisa dipaksakan. Namun, mereka bisa menjalankan rumah tangga seperti biasanya pun, Hafiz sudah sangat bersyukur. Itu sudah lebih dari cukup. Setidaknya ini demi anak-anak.Bukannya dia takut dengan sebuah perceraian, tetapi perceraian di kalangan keluarga besar kiai itu sangat sensitif. Dia hanya takut dampak kedepannya. Opini yang berkembang di masyarakat bahwa keluarga kiai Anu gagal dalam membina rumah tangga seperti orang yang tidak berilmu saja. Kira-kira begitulah isi pikiran orang.Dia masih beruntung ketika perceraiannya dengan Yasmin tempo hari tidak berdampak buruk terhadap nama baiknya, karena perceraian itu dirahasiakan dan pada kenyataannya mereka rujuk kembali. Jadi tidak akan banyak orang yang tahu kalau sebenarny
Bab 59"Benar, kamu memang cantik, Nak," ucap Bibi Rahmah."Ini bukan sekedar pujian, tapi memang kenyataan," imbuhnya lagi."Terima kasih, Bibi." Azizah hanya menanggapi sekedarnya.Bibi Rahmah pun mulai menceritakan pengalamannya saat mendampingi suaminya yang bekerja di kantor kedutaan besar Indonesia di Riyadh. "Sekarang Bibi sudah menetap kembali di sini, walaupun mungkin tempat tinggal kita berjauhan, kamu di Martapura sedangkan Bibi masih tinggal di Banjarmasin," ujarnya seraya menatap lekat istri keponakannya itu. Dia baru menyadari jika ia terlalu banyak bicara dan Azizah hanya mendengarkan."Kalau sekarang Paman bekerja di mana? Apakah masih di kedutaan juga?" tanya Azizah."Tidak, Nak. Beliau sudah meninggal, wafat sekitar 6 bulan yang lalu.""Maaf, Bi." Azizah merasa tidak enak karena tanpa sengaja mengungkap cerita pahit wanita paruh baya itu."Tidak apa-apa, Azizah. Namanya juga umur. Kalau sudah sampai, ya sudah. Habis." Kata-kata bibir Rahmah terdengar menenangkan."