Aldebaran menatap sosok putih jangkung di hadapannya dengan sorot mata menilai. Rautnya tampan dan terkesan angkuh, meski bibirnya menyunggingkan seulas senyum khas seorang bangsawan. Menurut ayahnya, Dana masih keturunan bangsawan tua yang pernah ada di muka bumi ini. Aldebaran sendiri tak peduli dia keturunan bangsawan atau bukan. Di matanya, sosok itu tetaplah pria biasa yang akan menjadi adik iparnya. Akan tetapi, ia pun tak bisa memungkiri bahwa ada aura yang sedikit berbeda dari sosok itu. Dia terlihat sedikit lebih bersinar. Entah karena kulitnya memang terlampaui putih atau—kalau Aldebaran tidak salah lihat—setiap pergerakan pria itu selalu diikuti oleh cahaya samar di sekitarnya. "Aku tak yakin umurmu masih 23 tahun." Aldebaran langsung berkata pada intinya. "Jadi, mengapa kau menginginkan adikku?""Apa saya harus menunjukkan kartu identitas saya?" Sosok itu bertanya geli."Tidak perlu. Kartu identitas bisa dibeli di zaman sekarang ini. Aku hanya menagih kejujuran darimu at
Pagi itu Kania berhasil dibujuk oleh Aldebaran untuk pergi ke kamar rias pengantin yang terletak di lantai yang sama dengan kamarnya. Saat ini mereka sedang berada di Hotel Marina untuk menghadiri acar pernikahan adik perempuannya, Alea. Semua suit di lantai teratas hotel telah dibooking untuk semua anggota keluarga Blackstone dan Dana, termasuk untuk kamar pengantin dan kamar rias. Karena ini merupakan pernikahan putri bungsu di keluarga ini yang juga merupakan anak perempuan satu-satunya, maka acara lun digelar dengan sangat meriah. "Aku tunggu di luar sini, ya." Aldebaran mengantar Kania sampai di depan kamar rias pengantin. "Tidak mau." Kania merajuk dan terus berpegangan pada lengan sang suami. "Aku janji, aku akan tetap berdiri di sini, tidak pergi ke mana-mana sampai kami selesai." Alde membujuk istrinya itu dengan nada selayaknya seorang ayah yang sedang membujuk balitanya, tetapi Kania masih tetap menggeleng. Malah berpegangan makin erat di lengannya."Atau begini saja,"
Suasana ballroom penuh dengan para tamu undangan dari dua keluarga. Baik itu tamu dari pihak keluarga Blackstone juga dari keluarga besan. Yang membuat Alde gerah bukanlah banyaknya tamu yang hadir, tetapi banyaknya mata lelaki yang menatap istrinya dengan sorot kagum. Suami mana yang rela istrinya ditatap pria lain dengan sorot bergairah atau tertarik begitu? Ia pun setengah menyesal telah mengizinkan Kania mengenakan gaun dengan warna silver yang ternyata membuat warna kulitnya terlihat makin berkilau dan wajahnya menjadi berkali lipat lebih cantik. Ingin rasanya ia membopong Kania kembali ke kamar, lalu merobek gaun itu dan menikmati kecantikan Kania hanya untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, dirinya tak mungkin melakukan itu tanpa mendapat pukulan mematikan dari ayahnya. Saat ini seluruh anggota keluarga Blackstone berkumpul dan berdiri berjajar di sisi kiri dan kanan pelaminan untuk menyambut kedatangan tamu. Kania berdiri tepat di samping Alde seperti biasa, meski aturannya si
Aldebaran menatap adik iparnya dengan sorot mengancam. "Ingat! Jangan macam-macam pada adikku!"Dana hanya mengangkat kedua bahunya, lalu menjawab, "Dia sudah sah menjadi istriku. Jadi, aku berhak melakukan apa pun padanya."Aldebaran mengeratkan rahangnya. "Kalau sampai kau berani menyentuhnya malam nanti atau bahkan lebih dari itu, aku akan—""Kau sungguh tidak adil," potong Dana dengan wajah pura-pura bersedih. "Kau melarang aku menyentuh istriku sendiri, sementara sejak tadi kau terus menatap istrimu seolah kau ingin melahapnya. Dan aku yakin, saat ini pun kau sudah tak sabar ingin membawanya kembali ke kamar, bukan?"Aldebaran terdiam. Apa yang diucapkan Dana memang benar adanya, tapi ia terlalu gengsi untuk mengakui itu. Jadi, ia pun tidak menjawab dan berlalu pergi sambil menggandeng Kania, setelah berpesan pada Alea, "Beritahu Kakak kalau dia memperlakukanmu dengan tidak baik.""Tidak perlu! Aku bisa menendangnya dengan kakiku sendiri, jika dia mencoba mendekat satu langkah sa
Aldebaran berbaring menghadap ke atas di samping Kania. Ia memikirkan pembicaraannya dengan ayahnya beberapa saat yang lalu. Rencana yang ayahnya kemukakan tadi cukup masuk akan dan pasti berhasil, tetapi Aldebaran memikirkan Kania. Ia tak bisa meninggalkan Kania terlalu lama karena rencana ayahnya membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan, bisa sepanjang malam besok. Sebetulnya, jika hanya ingin menghancurkan Raden, itu sangatlah mudah bagi Alde. Akan tetapi, ia memiliki hasrat untuk membuat lelaki tua itu membayar semua kejahatannya dengan layak. Dia harus dipermalukan di depan publik hingga semua orang tahu siapa dia sebenarnya. Lalu, setelah itu ia bisa mengirim bajingan itu ke pengasingan. Bukan hanya Raden yang ingin Alde tangkap basah, tetapi pihak berwenang yang ikut terlibat itulah yang ingin ia beri pelajaran juga. Ia sungguh tidak bisa membayangkan ada perempuan-perempuan lain yang harus bernasib sama seperti Kania tanpa bisa melawan.Matanya hampir saja terpejam ketika de
Suasana pelabuhan malam itu terasa mencekam. Semua berada di posisi masing-masing menunggu aba-aba dan perintah untuk bergerak. Aldebaran pun menunggu sampai instruksi dari ayahnya untuk bergerak. Dan selama itu, dirinya hanya bisa diam tak bergerak terbungkus selimut dengan wajah menekuk ke bawah. Ia sengaja melakukan itu agar tidak ada yang curiga bahwa dirinya bukanlah Kania.Setelah memperkirakan rencana Raden, ia langsung menghubungi saudara kembarnya dan memintanya datang ke pulau. Karena korban yang sedang Raden incar bukanlah dirinya, melainkan Kania. Raden tahu titik kelemahan Aldebaran ada pada Kania. Jadi, untuk menghancurkan dirinya, Raden tidak perlu langsung berurusan dengannya, cukup ambil Kania darinya dan ia akan hancur. Raden membuat jadwal keberangkatan palsu malam kemarin untuk menarik perhatian Aldebaran dan semua pengawalnya. Dan ketika semua perhatian pengawal Blackstone tertuju ke pelabuhan untuk misi penangkapan, Raden justru melakukan hal yang berbeda. Dia m
"Siapa namamu?" Aldebaran bertanya sebelum pergi."Ardian.""Oke. Laksanakan tugasmu sekarang!"Setelah mengatakan itu, Aldebaran mencari tempat yang tepat untuk bersembunyi sambil mengamati situasi. Ia tidak mau terlalu jauh dari Ardian, paling tidak sampai dirinya bisa mendengar semua percakapan Ardian dengan temannya. "Dari mana saja kau?" Teman Ardian bertanya."Ke kamar kecil sambil menyeret wanita itu ke tempat yang lebih aman."Teman Ardian menoleh ke tempat Aldebaran tadi digeletakkan, lalu menatap Ardian heran. "Untuk apa repot-repot begitu?""Angin berembus kencang, kalau dia mati kedinginan, gajiku tidak akan cair.""Ahh, kau benar juga." Teman Ardian menyetujui. "Aku bahkan tidak berpikir sampai sana. Tuan Raden pasti marah kalau tahu targetnya mati sebelum laku mahal.""Itulah, kita harus menjaganya dengan baik sampai semua beres." Ardian mengedarkan pandangan ke segala arah berpura-pura sedang meneliti kondisi di sana, padahal ia sedang mencari tahu di mana kapal yang d
Mobil sewaan Raden telah tiba di pelabuhan. Ia tersenyum puas melihat Katerine sudah siap berangkat. Rencananya berjalan dengan mulus. Ia akan segera pergi meninggalkan negara dengan segala permasalahan yang ada. Setelah Aldebaran menyabotase semua peluang bisnisnya, ia mengalami kebangkrutan dengan banyak utang yang melilit. Belum lagi kematian putranya dengan cara mengenaskan, tapi tidak ada satu pun pihak berwajib yang mampu mengusut tuntas masalah itu. Padahal, ia pun langsung tahu siapa pelakunya. Akan tetapi, tanpa bayaran yang cukup besar dan koneksi kuat, ia tak bisa melanjutkan penyelidikan terhadap kasus itu. Berbagai upaya balas dendam yang ia lakukan untuk menghancurkan Aldebaran pun tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Pembunuh bayaran yang ia sewa untuk menembak dengan racun Aldebaran berhasil ditangkap dengan mudah oleh para pengawal pribadi Blackstone. Dan berbagai upaya lain yang juga tak membuahkan hasil.Setelah semua kegagalan itu, Raden pun terus mencari tahu d