"Sorry." Aldebaran menghampiri keempat adiknya yang sedang berkumpul di ruangan khusus keluarga mereka dengan wajah lesu dan lelah. Ia tersenyum kecut melihat mata Aaro yang bengkak hingga sulit untuk dibuka, rahang Alden yang memar, dan juga pelipis Aldev yang membiru.
"Kira-kira juga, dong, kalau mukul. Sampe ngilu begini." Aaro melirik sang kakak dengan raut sebal sambil kembali menempelkan es batu yang telah dibungkus kain ke matanya yang bengkak. Alea membantunya meletakkan es batu itu agar berada di tempat yang tepat sambil sesekali mengikik tertahan."Kenapa kau tertawa?" Aaro makin kesal karena adik perempuannya malah menertawakan kondisinya. Memang di antara semua anggota keluar Blackstone, Aaro adalah yang paling temperamental dan mudah terpancing emosinya. Maklum saja karena dia laki-laki termuda di keluarga itu. "Apa aku terlihat buruk?""Enggak, kok. Masih tetep ganteng dan gagah seperti biasa." Alea tersenyum manis, tapi bahu gadis itu bergeMakan malam kali itu adalah makan malam terakhir mereka di kapal. Besok, semua akan kembali pada aktifitas dan kesibukan masing-masing, kecuali Aldebaran dan Kania. Aldebaran memilihkan gaun berwarna marun polos dengan model ketat di bagian atas, lalu mengembang dari perut sampai lutut untuk Kania. Merah marun membuat warna kulit Kania yang putih cenderung pucat terlihat menonjol dan cantik. Sebelah lengan Alde memeluk pinggang Kania, sementara tangannya yang lain memegang dengan erat tangan Kania. Dirinya hanya ingin mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi ketika Kania bertemu dengan keluarga besar dan sahabat yang sudah seperti keluarga. Riuh canda tawa dan obrolan seketika berhenti begitu Kania dan Alde masuk. Ayah Alde memberi isyarat kepada semua yang hadir di sana untuk tenang. Mereka semua sudah tahu kondisi Kania. Jadi, sudah langsung paham ketika diminta tenang dan diam tanpa banyak bertanya. "Sayang." Carmila langsu
Dengkur halus dari arah ranjang membuat Aldebaran merasa sedikit lebih tenang. Itu bisa membuat Aldebaran bisa lebih konsentrasi berkerja. Yah, meski ayahnya berkata bahwa Om Azka dan Om Damian bisa menggantikan semua tugasnya untuk sementara waktu di perusahaan, tetapi dirinya tidak bisa melakukan itu. Sejak kecil dirinya sudah dididik tentang tanggung jawab dan menghadapi sendiri masalah yang ada. Jadi, untuk saat ini pun ia tidak bisa Seperti saat ini, Aldebaran harus menghadapi laporan dari asisten pribadinya di perusahaan bahwa proyek pembangunan resort di Bali sedikit terganggu karena Sulthan yang menjadi penyedia barang tidak bisa melakukan kewajibannya. Itu karena Sulthan masih berada dalam tahanan ayahnya. Sementara itu, ayah Sulthan secara pribadi telah mengirim pesan kepadanya. Intinya, orang tua itu meminta agar keluarga Blackstone melepaskan Sulthan dan sebagai gantinya, pihak mereka akan menutup kasus tentang penculikan Kania pada saat resepsi pern
Langkah kakinya menggema saat menuruni tangga batu melingkar yang menuju ke ruang bawah tanah yang sunyi itu. Lampu dinding dipasang setiap dua meter untuk memberikan pencahayaan yang cukup dan mencegah kelembapan di ruangan itu. Sampai di anak tangga paling bawah, ia berhenti sebentar untuk mengamati sekitar sekaligus melihat ruang nomor berapa yang akan ia tuju. Penjaga di atas sudah memberi tahu nomor ruangan yang akan ia tuju, hanya saja ia belum tahu di mana letak ruangan itu. Sambil mengamati nomor ruangan yang dipasang di atas pintu, ia melangkah perlahan menyusuri lorong memanjang itu. Kosong tujuh, batinnya. Dan saat melihat nomor itu di-embos pada sebuah plat berbahan tembaga, ia pun mempercepat langkahnya menuju ruangan itu. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu ruang kosong tujuh. Ruangan itu tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu sempit, tetapi di dalamnya sudah dilengkapi toilet pribadi, sebuah tempat tidur yang nyaman meski tid
Aldebaran mengernyitkan dahi melihat Kania tiba-tiba menjadi begitu tenang dan penurut. Bahkan, gadis itu terlihat terus tersenyum sendiri seolah ada sesuatu yang tak sabar ingin segera dilakukan. Ia tak bisa bertanya dan menjawab jawaban yang memuaskan tentu saja, tetapi perubahan sikap yang sedemikian drastis membuatnya cukup takut dan waspada. Apalagi, gadis itu terus saja mencuri pandang ke arah lautan. Ia pun curiga Kania mencoba untuk terjun lagi.Rambut Kania beterbangan tertiup angin. Aldebaran mengumpulkan rambut itu dalam satu genggaman, lalu mengikatnya dengan ikat rambut yang melingkar di pergelangan tangannya. "Hmm, kau tidak sedang berpikir untuk meninggalkan aku, kan?" Aldebaran tetap bertanya meski tahu bahwa jawaban yang ia terima tidaklah memuaskan, justru tidak nyambung."Mau main trampolin saja." Kania tertawa renyah. Tawa itu membuat wajahnya berbinar seolah tanpa beban, membuat Aldebaran ikut tersenyum melihatnya.
"Selamat datang di rumah, Sayang." Bunda Alde menyambut kedatangan putra dan menantunya itu di depan rumah. "Bunda." Alde memeluk sang bunda dengan sebelah tangan sambil mencium kening sang bunda, sementara tangan yang lain masi terus memeluk erat pinggang Kania. Istrinya itu terlihat tidak peduli. Dia hanya diam sambil menatap kakinya sendiri. "Sayang." Bunda Alde memeluk Kania sedikit lebih lama daripada yang diperlukan. "Bunda harap kamu dalam kondisi baik, ya." Ia tahu ucapannya itu tidak benar karena terlihat jelas Kania lebih kurus dibanding saat mereka terakhir kali bertemu. Mata gadis itu terlihat cekung dengan wajah pucat seperti mayat hidup. Tidak ada sinar kehidupan atau semangat di wajahnya."Apa semua ada di dalam?" Alde bertanya sambil melihat ke sekitar."Ya. Semua berkumpul di halaman belakang termasuk Kakek dan Nenek." Carmila tersenyum, lalu menggandeng tangan Kania, menuntunnya masuk ke dalam. Obrolan seketika terhen
Hawa dingin mulai terasa menusuk kulit begitu Hellystone mendarat di helipad yang berada di kawasan perumahan Puncak Tidar. Selama menjalani terapi nanti, Alde berencana untuk tinggal di salah satu property miliknya yang ada di sana. Memang sedikit lebih jauh dari rumah sakit tempat Kania menjalani terapi nanti, tetapi ia merasa lebih nyaman tinggal di rumah itu karena memang rumah itu ia beli dari hasil keringatnya sendiri. Berbeda dengan property lain yang merupakan aset keluarga Blackstone. Tentu saja orangtuanya tidak akan keberatan bila dirinya meminjam salah satu property milik keluarga. Mereka pun memiliki beberapa property di kawasan Araya yang tidak terlalu jauh jaraknya dengan rumah sakit di Lawang. Akan tetapi, selain ingin menikmati hasil jerih payahnya sendiri, Alde juga berpendapat bahwa tempa tinggalnya saat ini lokasinya cukup strategis dari tempat-tempat yang ingin ia kunjungi bersama Kania seperti Batu Secret Zoo atau mungkin Batu Love Garden.
Aldebaran melingkarkan sebuah selimut hangat ke sekitar pundak Kania. Istrinya itu terlihat lebih tenang malam ini. Mereka sedang menikmati pemandangan malam hari dari balkon kamar mereka yang juga berhadapan langsung dengan kolam renang pribadi. Kania terlihat kelap-kelip lampu di kejauhan yang membentuk keindahan tersendiri malam itu. Rumah mereka yang memang terletak di dataran tinggi Kota Malang memberikan kelebihan yang menguntungkan dari sisi itu—menikmati keindahan pemandangan di area yang lebih rendah. "Diminum dulu tehnya. Keburu dingin." Alde ikut duduk di kursi rotan samping Kania. Saat Kania hanya diam, tidak merespon ucapannya, ia pun sudah terbiasa dengan itu. Menurut dokter spesialis kejiwaan yang menangani Kania tadi, guncangan yang dialami Kania sangat berat hingga membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengatasi hal itu.Beberapa terapi rutin akan dilakukan. Setidaknya seminggu dua kali. Mulai dari terapi interpersonal, psikotik, d
Aldebaran sedang dalam perjalanan mengantar Kania terapi ketika beberapa pesan masuk di grup keluarga. Semua panik. Ayahnya terluka parah dan sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit. Alde membaca berulang kali rentetan pesan itu, berharap menemukan sebuah lelucon di sana. Akan tetapi, ketika pesan terakhir adalah sebuah gambar ayahnya dengan kondisi mengenaskan, ia pun terhenyak. Tangannya gemetar hebat, syok melihat kondisi tubuh ayahnya yang mengenaskan. Penuh luka cabikan hingga wajahnya pun tak bisa dikenali lagi, tapi apa penyebab semua itu terjadi, ia belum tahu. Belum ada kabar lebih lanjut di grup. Ia menekan nomor kakak dan adik-adiknya untuk menanyakan kondisi ayahnya dengan lebih jelas, tetapi tidak satu pun yang menerima panggilan darinya.Alde setengah tak percaya bahwa yang terluka parah itu ayahnya. Kenapa? Ayahnya adalah sosok yang tangguh dan tidak akan mudah ditumbangkan. Lalu, kenapa dia bisa sampai terluka separah itu? Apakah ayahnya dikeroyok orang?Tidak