"Aku akan kenalkan ke kalian," ucap Sudiro lalu pergi untuk mengangkat panggilan dari wanita itu."Tidak mungkin," kata Satria.Satria menepis perasaannya, dia bisa saja salah lihat tadi. Toh dia juga tak melihat terlalu jelas."Mas, ngapain kamu di sini sendiri?" tanya Alma."Tadi sama Papa, tapi Papa ada telfon," jawab Satria. "Naomi sudah selesai belajarnya?" tanya Satria."Sudah, tadi langsung tidur. Kita istirahat yuk!" ajak Alma.Mereka berjalan menuju kamar mereka, saat itu Sudiro baru saja selesai menerima panggilan."Satria, papa harus pergi. Besok malam aku akan bawa wanita itu kemari untuk makan malam. Kamu jangan pulang telat," kata Sudiro."Baik, Pa," jawab Satria.Satria penasaran sekali dengan wanita yang tengah dekat dengan sang papa. Pasalnya sang papa jarang sekali dekat dengan wanita. Tapi jika wanita itu bisa membuat Sudiro bahagia maka Satria tak masalah. Namun, jika sebaliknya, maka dia akan sangat sedih.**Pagi itu, Alma mengantar Naomi ke sekolah sekalian bela
"Papa yakin akan menikah dengan dia?" tanya Satria tak percaya jika wanita yang baru saja di kenalkan sang papa sebagai calon istrinya adalah Sania."Tidak, Satria," ucap Sudiro. Satria yakin ada sesuatu yang terjadi sehingga Sudiro terpaksa menikahi Sania. Satria akan menanyakan nanti setelah Sania pergi."Ya sudahlah, terima saja," kata Safira. "Kita sekarang makan malam saja," ucapnya.Mereka pergi ke meja makan, Alma tak menyangka jika bisa melakukan semua itu. Bahkan Sania mau menikah dengan pria yang usianya sangat tua dan pantas menjadi bapaknya."Satria harap, Papa pikirkan ulang. Sebelum semua terlambat," kata Satria."Satria, semua orang juga punya masa lalu. Biarkan Sania berubah, dia janji tidak akan mengganggu Alma lagi," kata Sudiro.Tak ada yang yakin jika Sania akan berubah. Yang ada dia akan kembali berulah. Sania pasti punya tujuan tertentu sehingga mau menikah dengan Sudiro.Selesai makan malam, Satria dan yang lain berkumpul di ruang keluarga. Sania meminta maaf p
Mereka pergi untuk mengurus semua perlengkapan dan syarat menikah. Sudiro memberikan syarat pada Sania agar menikah secara sederhana saja baginya yang penting mereka resmi menikah.Saat Sania ke toilet, dia kecopetan. Sania yakin jika itu orang suruhan Satria. Dia berusaha meminta tolong tapi copet itu sudah pergi.Pria itu membongkar tas Sania mencari rekaman di ponsel Sania. Namun, tak menemukan rekaman tersebut."Bos, saya sudah mengambil tasnya tapi tak menemukan apapun di ponselnya maupun di tasnya," kata pria itu."Sudah buang saja tas itu," kata Pria dia seberang sana. "Namun, sebelum kamu buang sadap dulu semua isinya hpnya," katanya.Pria itu menyadap ponsel Sania, lalu memberikan bukti chat Sania bersama beberapa orang yang mencurigakan.Sania meminta Sudiro untuk menelfon nomornya, dia ingin tahu apa pencopet itu membuang atau mengambil ponselnya."Mas, aku kecopetan. Tolong hubungi nomorku!" Pinta Sania."Biar aku lacak nomornya," sahut Ibnu.Ibnu melacak keberadaan ponsel
Ada apa, Pa?" tanya Satria."Kamu ya yang meminta orang untuk mencopet Sania. Apa tujuan kamu?" tanya Sudiro marah.Satria mengakui semua, dia juga mengaku kalau tak mendapatkan apa-apa dari tas Sania. Namun, Sudiro tetap saja marah pada Satria."Gak sepatutnya kamu melakukan itu, Satria. Beruntung orang itu tidak melukai Sania," kata Sudiro. "Lain kali jangan ganggu Sania lagi. Lagi pula kamu sudah merestui hubungan kamu," bentak Sudiro. "Dan kamu Alma, harusnya kamu itu nasehati suami kamu, jangan diam saja," kata Sudiro.Ibnu terlihat tersenyum saat mendengar Sudiro marah besar. Dia pasti merasa menang karena berhasil membuat anak dan Bapak jadi bertengkar. Apalagi setelah ini dia pasti akan makin semangat mengompori Sudiro."Jangan ikut-ikutkan Alma dengan masalah ini, Pa. Semua masalah ini kan papa yang buat. Papa yang sudah melakukan kesalahan sehingga harus menikah dengan wanita jahat itu," bantah Satria."Sania sudah berubah, nyatanya dia tidak melaporkan dirimu ke kantor pol
"Ah itu tidak mungkin, Pak. Saya kan orang yang paling setia, buktinya dulu pas ikut Pak Dirga saya juga dipercaya sama beliau," kata Ibnu."Iya, tapi kamu dikabarkan jadi selingkuhan Sintia, kan? Aku juga dengar hal itu. Entah benar atau tidak tapi banyak yang membicarakan hal itu," kata Sudiro.Ibnu merasa tak nyaman dengan pembicaraan yang dilakukan Sudiro. Dia berusaha mengalihkan pembicaraan pada hal lain."Oh ya bagaimana persiapan pernikahan bapak?" tanya Ibnu.Terlihat jelas sikap Ibnu pada Sania. Dia sangat menginginkan Sania menjadi istri Sudiro segera mungkin."Pernikahan sederhana untuk apa di pikirkan," kata Sudiro. "Kalau belum siap ya tinggal aku suruh kamu urus semua," kata Sudiro."Saya siap membantu, Pak," ucap Ibnu.Sudiro semakin tak berselera untuk menikahi Sania. Namun, dia sudah ada janji dengan Sania. Tak ingin dianggap pengecut jadi dia terpaksa menikahinya."Pak, apa mobil yang di minta Sania sudah bapak siapkan?" tanya Ibnu."Sudah ku urus kamu tenang saja.
Firman menandatangani apa yang di suruh Sudiro. Lalu Sudiro pergi, dia akan mengurus semuanya."Sania, kamu memang perlu di beri pelajaran," ucap Firman.Sementara itu, Sudiro meminta pengacaranya untuk mengurus urusan Firman. Dia ingin memantau bagaimana Ibnu dan Sania tanpa dirinya. Sudiro menjalankan mobilnya menuju pusat perbelanjaan di mana saat itu Sania belanja.Sampai di sana, Sudiro mencari keberadaan Sania. Setelah mencari hampir setengah jam dia melihat Sania tengah memilih perhiasan."Mas Ibnu, cocok yang mana?" tanya Sania."Ini lebih cocok dengan kamu," jawab Ibnu menunjukkam sebuah kalung yang sangat bagus.Sania membeli kalung itu dengan uang yang diberikan Sudiro. Dia menggandeng lengan Ibnu untuk membeli barang lain. Mereka tampak mesra layaknya suami istri."Sania, aku mau kamu gagalkan rencana kamu untuk dekati Satria. Kamu jangan samakan Satria dan Furman," kata Ibnu memperingatkan."Bilang saja kamu cemburu," kata Sania. Dia malah menggoda Ibnu dengan mencium pip
Maisya yang melihat sang mama jatuh pingsan langsung panik. Dia memanggil Sudiro dan Satria."Ya ampun kenapa bisa begini sih?" tanya Sudiro mengangkat Safira di bantu dengan Satria.Safira dibawa ke rumah sakit, sebenarnya lukanya kecil hanya saja dia minta untuk dirawat."Ma, kalau mama di rawat siapa yang jaga mama di rumah sakit?" tanya Maisya."Kan ada Satria ada Alma, kamu bisa gantian sama dia," jawab Safira."Udah gak usah manja, dokter aja bilang gak usah di rawat," sahut Sudiro.Mau tak mau Safira, namun sampai di rumah dia makin drama. Dia meminta untuk di tunggui tak ada yang boleh pergi kalau dia sedang sakit."Kalian gak boleh kemana-mana kalau aku sakit, termasuk kamu Maisya," kata Safira."Alah gak usah drama, butuh apa-apa tinggal panggil pembantu aja banyak drama. Jangan sampai kamu menyuruh Alma ini itu," sahut Satria. "Lagian aku sama papa banyak urusan jadi gak ada waktu buat di rumah terus," sambung Satria."Apa yang dikatakan Satria benar, kamu jangan drama. Luk
"Alma, awas saja kamu ngadu," ancam Safira. "Jangan sampai Sudiro tahu hal ini," kata Safira."Oh jadi kalian mau Papa di bohongi?" tanya Alma.Maisya yang kesal menarik tangan Alma. Hingga Alma merintih kesakitan."Kalau kamu ngadu yang ada kamu dibilang fitnah sama Pak Sudiro. Dia kan cinta mati sama Sania. Mana dia percaya kalau kamu bilang kayak gitu," kata Maisya. "mendingan kamu diam saja," kata Maisya."Iya awas saja kamu bilang," kata Safira.Alma pergi dari kamar Safira, dia tak ada niatan untuk mengadu pada Sudiro. Lagi pula dia dan Satria sudah punya rencana lain.Malam itu, Sudiro mengajak Sania untuk makan malam di rumah. Dia tampak cantik sekali bahkan sangat mesra pada Sudiro."Alma, aku mau setelah aku menikah dengan Mas Sudiro kamu tetap tinggal di sini," kata Sania. "Aku janji gak akan ganggu kamu dan Satria, asal kamu juga tidak mengganggu aku dan Mas Sudiro," kata Sania."Tidak, lebih baik kamu pindah," sanggah Satria. "Lagian di sini masih ada Tante Safira dan Mai