"Perkenalkan, Mas! Dia Mas Ibnu, papanya Ibra," jawab Sania. "Mas Ibnu, kenalkan dia Mas Firman, calon suamiku," ucap Sania.
"Aku kira kamu sudah menikah," ucap Ibnu. Oh ya bagaimana kabar Ibra? Maaf ya, aku belum bisa menjumpai dia," ucap Ibra. "Nanti jika ada waktu aku akan temui dia," kata Ibra.Mantan suami Sania itu tampak menyesal karena sudah beberapa tahun tak memberikan nafkah untuk Ibra. Entah kemana saja dia pergi selama ini."Sania, kamu tampak gemukan," kata Ibnu. Apalagi dia melihat perut Sania yang sudah sedikit membuncit."Iya, aku lagi hamil," ucap Sania dengan percaya diri.Ibnu lalu pamit karena ada panggilan mendadak. Sementara mereka melanjutkan makan mereka."Apa pekerjaan mantan suami kamu?" tanya Firman setelah Ibnu pergi."Entah, aku juga tak tahu. Sepertinya bukan pengangguran lagi kalau dari penampilannya," jawab Sania."Apa kamu ada keinginan untuk rujuk dengan dia?" tanya Firman. Tib"Ya terserah kamu saja," kata Firman.Firman mengizinkan Sania karena saat ini dia juga butuh uang. Dia tak mungkin meminta orang tuanya lagi.Sania senang idenya disetujui Firman. Dia akan memanfaatkan Ibnu untuk kepentingan pribadinya. Dia tak perlu lagi meminta uang pada Kurnia.Malam itu, Sania tidur di rumah Firman. Firman pun tak menolak meskipun mereka tidur dibeda kamar.Sementara itu Alma tengah tidur bersama Naomi. Dia tak ingin kehilangan momen bersama sang buah hati.Pagi sekali Alma mengantar Naomi ke sekolah. Setelah Alma pergi beberapa teman Naomi menghadang Naomi."Wah Naomi gak punya papa ya. Pantas gak diantar papanya. Dengar-dengar papa Naomi selingkuh hingga hamilin wanita lain," ucap Seorang murid. Dia merupakan teman sekelas Naomi sekaligus tetangganya. Pantas jika dia tahu soal keluarga Naomi.Naomi hanya diam saja, namun mereka masih saja mengejek Naomi. Merasa belum puas kalau Naomi tak berani be
"Ghea, Anin dan Sonita, Ma," jawab Naomi sambil menunduk."Tenang saja, mama akan buat mereka tak berani membully kamu lagi," kata Alma."Apa yang akan mama lakukan?" tanya Naomi."Mencari Keadailan, kamu itu punya papa. Bahkan papamu masih hidup, hanya saja kami tidak tinggal bersama lagi," jawab Alma.Malam harinya, Alma sengaja mendatangi rumah kepala sekolah Naomi. Dia menceritakan apa yang terjadi pada Naomi sebenarnya. "Saya harap Bapak bisa menindaki kasus ini. Dia melakukannya tidak hanya pada Naomi tapi anak lain juga," kata Alma. "Keadilan harus ditegakkan, Pak," sambung Alma."Baik, Bu. Kami akan memanggil orang tua mereka," kata Kepala sekolah.Kepala sekolah mengumpulkan bukti dari beberapa siswa yang merupakan korban bully Ghea dan gengnya. Setelah itu orang tua mereka di panggil.Siang itu, Alma juga di panggil untuk menjadi salah satu orang tua korban."Setelah kami selidiki, kamu meras
Hari itu, sidang terakhir perceraian Alma dan Firman. Alma sudah membawa beberapa saksi, Firman tak punya harapan lagi untuk bersama Alma lagi."Setelah mendengar pengakuan saksi dan bukti yang ada. Kami memutuskan bahwa saudara Firman dan saudari Alma resmi bercerai," ucap hakim.Hakim mengetuk palu tiga kali, hak asuh Naomi jatuh ke tangan Alma. Alma tak pernah melarang Firman menemui Naomi."Akhirnya kalian bercerai juga," kata Sania. "Ingat Alma, istri sah belum tentu menang. Nyatanya, dalam kasus kita akulah pemenangnya," kata Sania."Bangga sekali kamu mendapatkan Mas Firman. Kamu suka banget ya memungut sampah yang sudah aku buang," kata Alma. "Ingat, jika denganku saja Mas Firman bisa selingkuh, tidak menutup kemungkinan dengan kamu juga bisa selingkuh," kata Alma. "Hukum karma berlaku," sambung Alma.Sania masih tak mau pergi, dia malah semakin gencar mengejek Alma."Yang sampah itu kamu, karena kamu udah gak dibutuhkan
Sudah bertahun-tahun Alma tak mendatangi tempat itu. Tempat favorit dia dan Satria dulu. Dimana dulu di sana dia sering mojok berdua setelah pulang sekolah. Bahkan mereka sering belajar bersama di sana."Kamu ingat kursi sebelah sana?" tanya Satria. "Kita dulu pernah duduk di sana sambil memandangi danau, dan kita berangan-angan banyak hal," ucap Satria.Alma ingat betul bagaimana dulu dia berangan-angan menjadi istri Satria. Lalu punya anak dan kembali ke tempat ini dengan anak mereka. Sayangnya, sekarang dia kembali dengan Satria tapi dengan status yang berbeda."Aku kabulkan angan-angan kamu, walaupun kita bukan suami istri," kata Satria."Terimakasih, " ucap Alma.Satria mengajak Naomi membeli es cream yang ada di ujung. Dia juga membelikannya untuk Alma."Naomi mau rasa apa?" tanya Satria.Mau rasa coklat, Om," jawab Naomi.Setelah membayar tiga es cream, mereka kembali. Kini Alma sudah duduk di kursi tempa
"Alma...bukannya dia Satria bos kamu?" tanya Nina penasaran melihat Juragan Marta menyambut Satria dengan penuh hormat sampai turun dari pelaminan."Iya, entah sejak kapan mereka saling kenal. Tapi jika dilihat mereka seperti kenal cukup lama," jawab Alma.Setelah naik pelaminan mengucapkan selamat pada Juragan Marta dan Kurnia. Juragan Marta mengajak Satria untuk menikmati hidangan. Setelah itu Juragan Marta kembali ke pelaminan karena ada banyak tamu yang ingin mengucapkan selamat."Alma, kamu di sini juga," kata Satria."Om Satria, Om kenal sama Juragan Marta?" tanya Naomi."Kenal dong, dia kan Kakaknya papaku," jawab Satria."Hah, dia Pak de mu? Kok beda jauh," sahut Alma.Satria hanya tersenyum, ternyata Juragan Marta dan Satria masih saudara. Namun, Alma tak melihat papa Satria datang. Atau mungkin datang sebelum Alma datang.Ponsel Satria berdering, ada panggilan dari sang papa."Halo, Pa. Iya ak
Esoknya Alma berangkat kerja naik taxi, saat dalam perjalanan ke kantor taxi yang Alma pesan mogok. Alma terpaksa mencari taxi lain. Namun, sebuah mobil mewah mendekati Alma."Alma...," kaca mobil itu terbuka dan terlihat Ibnu di dalamnya. "Kamu mau kemana?" tanya Ibnu."Oh ini aku mau ke kantor," jawab Alma."Taxinya mogok ya, bagaimana kalau saya antar?" tanya Ibnu.Alma tampak berpikir, tapi karena tak mau terlambat dia menerima tawaran Ibnu. Dia di antar Ibnu ke kantor Satria.Saat Alma turun dari mobil Ibnu, Satria juga baru saja turun dari mobil. Satria abai saja saat melihat Alma. Alma merasa jika Satria tengah menyembunyikan kecemburuannya."Terimakasih Mas Ibnu, saya masuk dulu ya," kata Alma.Alma segera absen karena hampir terlambat setalah itu masuk ke dalam ruangannya. Di sana Satria sudah menatap layar leptopnya.Alma duduk dan mulai membuka file pekerjaan yang belum selesai. Satria sama sekali tak
Alma tampak menunduk saat masuk ruangannya, dia melihat Satria sudah duduk di sana. Dia tampak sedang mengerjakan sesuatu di leptopnya.Alma menatap Satria yang fokus pada layar leptopnya. Dia melihat Satria masih sama seperti dulu."Alma, dari mana saja tadi kamu?" tanya Satria."Oh tadi ada yang ngajak ngobrol di cafe depan," jawab Alma."Apa pria yang kemarin?" tanya Satria."Bukan, tapi Pak Sudiro," jawab Alma.Satria terkejut mendengar nama Papanya di sebutkan. Dia tak menyangka kalau Papanya akan menemui Alma secepat itu."Aku harap jangan hiraukan apa yang papa katakan padamu," kata Satria."Oke," ucap Alma lalu kembali fokus.pada pekerjaannya. Siang itu, Satria mengajak Alma untuk pergi rapat. Sudah lama Alma tak ikut dengan Satria ke acara penting.Diam-diam Alma terus memperhatikan Satria, dia merasa dirinya seperti berada di masa lalu."Alma, acaranya sudah selesai," kata S
Satria memakai jas, dia terlihat sangat rapi. Parfum yang dia pakai masih sama seperti dulu. Wajahnya yang ditumbuhi jamban sedikit itu terlihat begitu tampan.Alma sampai tak berkedip menatapnya, dia seakan terhipnotis akan pesona seorang Satria Adijaya Kusuma."Alma...," panggil Satria. Alma masih belum bergeming, dia masih menatap Satria. "Alma...," panggil Satria lagi sambil menggoyangkan tubuh Alma."Eh maaf, ada apa ya?" tanya Alma gelagepan karena ketahuan memperhatikan Satria."Ada acara makan malam dengan klien kan? Ayo temani aku!" ajak Satria."Ya ampun! Aku lupa!" ucap Alma. Dia segera masuk dan menyiapkan baju yang akan dia pakai. Karena tadi asyik bertelfonan dia sampai lupa kalau ada acara makan malam.Alma tak butuh waktu lama untuk dandan, dia tahu waktunya sudah mepet jadi dia dandan sesederhana mungkin tapi tetap terlihat cantik."Kamu masih sama seperti dulu," kata Satria. "Cantik," puji Satria.