Hari itu, sidang terakhir perceraian Alma dan Firman. Alma sudah membawa beberapa saksi, Firman tak punya harapan lagi untuk bersama Alma lagi.
"Setelah mendengar pengakuan saksi dan bukti yang ada. Kami memutuskan bahwa saudara Firman dan saudari Alma resmi bercerai," ucap hakim.Hakim mengetuk palu tiga kali, hak asuh Naomi jatuh ke tangan Alma. Alma tak pernah melarang Firman menemui Naomi."Akhirnya kalian bercerai juga," kata Sania. "Ingat Alma, istri sah belum tentu menang. Nyatanya, dalam kasus kita akulah pemenangnya," kata Sania."Bangga sekali kamu mendapatkan Mas Firman. Kamu suka banget ya memungut sampah yang sudah aku buang," kata Alma. "Ingat, jika denganku saja Mas Firman bisa selingkuh, tidak menutup kemungkinan dengan kamu juga bisa selingkuh," kata Alma. "Hukum karma berlaku," sambung Alma.Sania masih tak mau pergi, dia malah semakin gencar mengejek Alma."Yang sampah itu kamu, karena kamu udah gak dibutuhkanSudah bertahun-tahun Alma tak mendatangi tempat itu. Tempat favorit dia dan Satria dulu. Dimana dulu di sana dia sering mojok berdua setelah pulang sekolah. Bahkan mereka sering belajar bersama di sana."Kamu ingat kursi sebelah sana?" tanya Satria. "Kita dulu pernah duduk di sana sambil memandangi danau, dan kita berangan-angan banyak hal," ucap Satria.Alma ingat betul bagaimana dulu dia berangan-angan menjadi istri Satria. Lalu punya anak dan kembali ke tempat ini dengan anak mereka. Sayangnya, sekarang dia kembali dengan Satria tapi dengan status yang berbeda."Aku kabulkan angan-angan kamu, walaupun kita bukan suami istri," kata Satria."Terimakasih, " ucap Alma.Satria mengajak Naomi membeli es cream yang ada di ujung. Dia juga membelikannya untuk Alma."Naomi mau rasa apa?" tanya Satria.Mau rasa coklat, Om," jawab Naomi.Setelah membayar tiga es cream, mereka kembali. Kini Alma sudah duduk di kursi tempa
"Alma...bukannya dia Satria bos kamu?" tanya Nina penasaran melihat Juragan Marta menyambut Satria dengan penuh hormat sampai turun dari pelaminan."Iya, entah sejak kapan mereka saling kenal. Tapi jika dilihat mereka seperti kenal cukup lama," jawab Alma.Setelah naik pelaminan mengucapkan selamat pada Juragan Marta dan Kurnia. Juragan Marta mengajak Satria untuk menikmati hidangan. Setelah itu Juragan Marta kembali ke pelaminan karena ada banyak tamu yang ingin mengucapkan selamat."Alma, kamu di sini juga," kata Satria."Om Satria, Om kenal sama Juragan Marta?" tanya Naomi."Kenal dong, dia kan Kakaknya papaku," jawab Satria."Hah, dia Pak de mu? Kok beda jauh," sahut Alma.Satria hanya tersenyum, ternyata Juragan Marta dan Satria masih saudara. Namun, Alma tak melihat papa Satria datang. Atau mungkin datang sebelum Alma datang.Ponsel Satria berdering, ada panggilan dari sang papa."Halo, Pa. Iya ak
Esoknya Alma berangkat kerja naik taxi, saat dalam perjalanan ke kantor taxi yang Alma pesan mogok. Alma terpaksa mencari taxi lain. Namun, sebuah mobil mewah mendekati Alma."Alma...," kaca mobil itu terbuka dan terlihat Ibnu di dalamnya. "Kamu mau kemana?" tanya Ibnu."Oh ini aku mau ke kantor," jawab Alma."Taxinya mogok ya, bagaimana kalau saya antar?" tanya Ibnu.Alma tampak berpikir, tapi karena tak mau terlambat dia menerima tawaran Ibnu. Dia di antar Ibnu ke kantor Satria.Saat Alma turun dari mobil Ibnu, Satria juga baru saja turun dari mobil. Satria abai saja saat melihat Alma. Alma merasa jika Satria tengah menyembunyikan kecemburuannya."Terimakasih Mas Ibnu, saya masuk dulu ya," kata Alma.Alma segera absen karena hampir terlambat setalah itu masuk ke dalam ruangannya. Di sana Satria sudah menatap layar leptopnya.Alma duduk dan mulai membuka file pekerjaan yang belum selesai. Satria sama sekali tak
Alma tampak menunduk saat masuk ruangannya, dia melihat Satria sudah duduk di sana. Dia tampak sedang mengerjakan sesuatu di leptopnya.Alma menatap Satria yang fokus pada layar leptopnya. Dia melihat Satria masih sama seperti dulu."Alma, dari mana saja tadi kamu?" tanya Satria."Oh tadi ada yang ngajak ngobrol di cafe depan," jawab Alma."Apa pria yang kemarin?" tanya Satria."Bukan, tapi Pak Sudiro," jawab Alma.Satria terkejut mendengar nama Papanya di sebutkan. Dia tak menyangka kalau Papanya akan menemui Alma secepat itu."Aku harap jangan hiraukan apa yang papa katakan padamu," kata Satria."Oke," ucap Alma lalu kembali fokus.pada pekerjaannya. Siang itu, Satria mengajak Alma untuk pergi rapat. Sudah lama Alma tak ikut dengan Satria ke acara penting.Diam-diam Alma terus memperhatikan Satria, dia merasa dirinya seperti berada di masa lalu."Alma, acaranya sudah selesai," kata S
Satria memakai jas, dia terlihat sangat rapi. Parfum yang dia pakai masih sama seperti dulu. Wajahnya yang ditumbuhi jamban sedikit itu terlihat begitu tampan.Alma sampai tak berkedip menatapnya, dia seakan terhipnotis akan pesona seorang Satria Adijaya Kusuma."Alma...," panggil Satria. Alma masih belum bergeming, dia masih menatap Satria. "Alma...," panggil Satria lagi sambil menggoyangkan tubuh Alma."Eh maaf, ada apa ya?" tanya Alma gelagepan karena ketahuan memperhatikan Satria."Ada acara makan malam dengan klien kan? Ayo temani aku!" ajak Satria."Ya ampun! Aku lupa!" ucap Alma. Dia segera masuk dan menyiapkan baju yang akan dia pakai. Karena tadi asyik bertelfonan dia sampai lupa kalau ada acara makan malam.Alma tak butuh waktu lama untuk dandan, dia tahu waktunya sudah mepet jadi dia dandan sesederhana mungkin tapi tetap terlihat cantik."Kamu masih sama seperti dulu," kata Satria. "Cantik," puji Satria.
Setelah makan siang, Dirga pamit sebentar. Raut wajahnya tampak marah dan hal itu disadari oleh semua orang. Mereka yakin terjadi sesuatu yang membuat Dirga marah."Kamu juga kepo," kata Satria."Gaklah, bukan urusan aku juga," kata Alma. Rapat kembali berjalan, para wanita kembali ke hotel tempat menginap masing-masing untuk istirahat. Alma menelfon Naomi, dia merindukan anaknya itu. Ternyata Naomi baru saja pulang sekolah."Ma, aku sampai ditungguin Mbak nya di depan gerbang," kata Naomi. "Oh ya, Ma. Tadi aku ketemu papa," kata Naomi. "Papa nitip undangan pernikahan dia sama Tante Sania," kata Naomi."Oh ya udah gak apa-apa," kata Alma."Tadi papa marah, Ma. Karena mama nitipin aku sama orang asing, sampai-sampai mbaknya adu mulut sama papa," kata Naomi."Tapi Mbaknya gak di apa-apain papa kan?" tanya Alma."Gak sih, Ma. Papa takut setelah tahu identitas Mbaknya," jawab Naomi.Setelah puas berbicara
Alma segera bangkit, dia langsung duduk tanpa ingin membantu Satria yang kesulitan bangun."Apa kamu suka?" tanya Satria berbisik di dekat telinga Alma."Tidak," jawab Alma. Dia tak berani menatap Satria, wajah Satria sangat dekat dengan pipinya. "Minggir," kata Alma mendorong Satria pelan.Alma segera masuk ke kamar mandi, dia tak bisa jika berdekatan dengan Satria seperti tadi. Dia takut, cinta yang lama hilang kini tumbuh lagi. Dia belum siap dengan hal itu.Terdengar langkah, Alma kira Satria sudah pergi. Jadi Alma segera keluar kamar, ternyata Satria bersembunyi."Beruntung sudah pergi," kata Alma."Baaa...," Satria mengagetkan Alma."Satria, jahat banget kamu," kata Alma. "Aku kira udah pergi, sana pergi!" bentak Alma."Malam ini gak ada acara, jadi bagaimana kalau kita jalan-jalan?" tanya Satria."Terserah, emang aku boleh menolak," kata Alma."Oke," kata Satria lalu keluar dari kamar Al
Pagi itu, ada acara sampai jam sepuluh. Jadi setelah makan siang nanti mereka akan kembali ke rumah. Alma sudah merindukan Naomi.Sementara Naomi bersama dengan orang suruhan Satria. Dia tampak bahagia sekali, bahkan seperti tinggal bersama dengan orang tuanya sendiri."Mbak, katanya nanti mama pulang ya," kata Naomi."Iya, makanya sekolah nanti siang mama pulang," kata Wanita bernama Arum itu."Kalau mama pulang, kita mau tinggal di mana?" tanya Naomi. "kakek udah usir mama," kata Naomi sedih."Naomi jangan sedih, rumah ini akan jadi tempat tinggal Naomi sama Bu Alma. Dan Mbak Arum akan tetap jaga Naomi," kata Arum.Setelah mendapat bujukan dari Arum, Naomi mau ke sekolah. Di sekolah, Naomi bertemu Nina."Nenek ngapain di sini?" tanya Naomi.Naomi memperkenalkan Arum pada Nina. Nina bersyukur melihat Naomi baik-baik saja."Nak Arum, Ibu terimakasih sekali sama kamu. Udah mau jaga Naomi," kata Nina.