"Ngapain kamu di sini?" tanya Firman saat melihat Satria. "Kamu pasti tertawa melihat rumah tanggaku hancur," sambung Firman.
"Oh tentu, salah kamu sendiri. Sudah diberi istri yang cantik dan setia tapi masih cari yang lain. Itulah akibatnya kalau berani bermain api. Akhirnya kamu terbakar sendiri," ejek Satria.Firman emosi, dia menarik kerah kemeja Satria. Di tatapnya Satria penuh amarah."Mau marah? Silahkan! Jika itu membuat kamu puas. Tapi ingat aku bisa lakukan apa saja yang aku mau," kata Satria. "Pria pecundang seperti kamu tak ada apa-apanya bagiku, kamu faham kan?" tanya Satria.BugSatu pukulan mendarat di wajah Satria. Dia hanya tersenyum sini. Saat Firman hendak memukul Satria kembali, Wibowo mencegahnya."Firman, apa yang kamu lakukan? Apa kamu ingin membuat Alma malu?" tanya Wibowo menarik Firman agar menjauh."Dia mengejekku, Pa. Aku gak mau kalau sampai dia mengambil Alma," jawab Firman."Bukan"Kamu jahat sekali," ucap Sania. "Pantas kalau Mas Firman berpaling darimu," sambung Sania.Alma tak menghiraukan ucapan Sania. Baginya apapun ucapan Sania adalah angin lalu baginya. Dia tak peduli dengan apa yang dikatakan Sania.Sania yang merasa dicuekin langsung saja marah. Dia merasa bahwa Alma sombong dan egois."Kamu ngapain sih di sini? Pergi sana!" Usir Komar.Sania langsung saja keluar dari rumah Komar. Dia malas jika harus meladeni Komar. Karena masalah tak akan mudah selesai. Sania memilih datang ke rumah Satria. Namun, Satria sedang tak ada di rumah. Dia malah memarahi satpam yang menunggui rumah Satria."Telfon Satria, bilang ada tamu," kata Sania. "Suruh cepat pulang!" teriak Sania kesal."Maaf, Mbak. Pak Satria sedang ada urusan penting, saya tidak berani mengganggu," ucap satpam tersebut."Bulshit! Pasti ini akal-akalan Satria saja," bantah Sania. "Dasar orang kaya, seenaknya sendiri," ucap San
"Perkenalkan, Mas! Dia Mas Ibnu, papanya Ibra," jawab Sania. "Mas Ibnu, kenalkan dia Mas Firman, calon suamiku," ucap Sania."Aku kira kamu sudah menikah," ucap Ibnu. Oh ya bagaimana kabar Ibra? Maaf ya, aku belum bisa menjumpai dia," ucap Ibra. "Nanti jika ada waktu aku akan temui dia," kata Ibra.Mantan suami Sania itu tampak menyesal karena sudah beberapa tahun tak memberikan nafkah untuk Ibra. Entah kemana saja dia pergi selama ini."Sania, kamu tampak gemukan," kata Ibnu. Apalagi dia melihat perut Sania yang sudah sedikit membuncit."Iya, aku lagi hamil," ucap Sania dengan percaya diri.Ibnu lalu pamit karena ada panggilan mendadak. Sementara mereka melanjutkan makan mereka."Apa pekerjaan mantan suami kamu?" tanya Firman setelah Ibnu pergi."Entah, aku juga tak tahu. Sepertinya bukan pengangguran lagi kalau dari penampilannya," jawab Sania."Apa kamu ada keinginan untuk rujuk dengan dia?" tanya Firman. Tib
"Ya terserah kamu saja," kata Firman.Firman mengizinkan Sania karena saat ini dia juga butuh uang. Dia tak mungkin meminta orang tuanya lagi.Sania senang idenya disetujui Firman. Dia akan memanfaatkan Ibnu untuk kepentingan pribadinya. Dia tak perlu lagi meminta uang pada Kurnia.Malam itu, Sania tidur di rumah Firman. Firman pun tak menolak meskipun mereka tidur dibeda kamar.Sementara itu Alma tengah tidur bersama Naomi. Dia tak ingin kehilangan momen bersama sang buah hati.Pagi sekali Alma mengantar Naomi ke sekolah. Setelah Alma pergi beberapa teman Naomi menghadang Naomi."Wah Naomi gak punya papa ya. Pantas gak diantar papanya. Dengar-dengar papa Naomi selingkuh hingga hamilin wanita lain," ucap Seorang murid. Dia merupakan teman sekelas Naomi sekaligus tetangganya. Pantas jika dia tahu soal keluarga Naomi.Naomi hanya diam saja, namun mereka masih saja mengejek Naomi. Merasa belum puas kalau Naomi tak berani be
"Ghea, Anin dan Sonita, Ma," jawab Naomi sambil menunduk."Tenang saja, mama akan buat mereka tak berani membully kamu lagi," kata Alma."Apa yang akan mama lakukan?" tanya Naomi."Mencari Keadailan, kamu itu punya papa. Bahkan papamu masih hidup, hanya saja kami tidak tinggal bersama lagi," jawab Alma.Malam harinya, Alma sengaja mendatangi rumah kepala sekolah Naomi. Dia menceritakan apa yang terjadi pada Naomi sebenarnya. "Saya harap Bapak bisa menindaki kasus ini. Dia melakukannya tidak hanya pada Naomi tapi anak lain juga," kata Alma. "Keadilan harus ditegakkan, Pak," sambung Alma."Baik, Bu. Kami akan memanggil orang tua mereka," kata Kepala sekolah.Kepala sekolah mengumpulkan bukti dari beberapa siswa yang merupakan korban bully Ghea dan gengnya. Setelah itu orang tua mereka di panggil.Siang itu, Alma juga di panggil untuk menjadi salah satu orang tua korban."Setelah kami selidiki, kamu meras
Hari itu, sidang terakhir perceraian Alma dan Firman. Alma sudah membawa beberapa saksi, Firman tak punya harapan lagi untuk bersama Alma lagi."Setelah mendengar pengakuan saksi dan bukti yang ada. Kami memutuskan bahwa saudara Firman dan saudari Alma resmi bercerai," ucap hakim.Hakim mengetuk palu tiga kali, hak asuh Naomi jatuh ke tangan Alma. Alma tak pernah melarang Firman menemui Naomi."Akhirnya kalian bercerai juga," kata Sania. "Ingat Alma, istri sah belum tentu menang. Nyatanya, dalam kasus kita akulah pemenangnya," kata Sania."Bangga sekali kamu mendapatkan Mas Firman. Kamu suka banget ya memungut sampah yang sudah aku buang," kata Alma. "Ingat, jika denganku saja Mas Firman bisa selingkuh, tidak menutup kemungkinan dengan kamu juga bisa selingkuh," kata Alma. "Hukum karma berlaku," sambung Alma.Sania masih tak mau pergi, dia malah semakin gencar mengejek Alma."Yang sampah itu kamu, karena kamu udah gak dibutuhkan
Sudah bertahun-tahun Alma tak mendatangi tempat itu. Tempat favorit dia dan Satria dulu. Dimana dulu di sana dia sering mojok berdua setelah pulang sekolah. Bahkan mereka sering belajar bersama di sana."Kamu ingat kursi sebelah sana?" tanya Satria. "Kita dulu pernah duduk di sana sambil memandangi danau, dan kita berangan-angan banyak hal," ucap Satria.Alma ingat betul bagaimana dulu dia berangan-angan menjadi istri Satria. Lalu punya anak dan kembali ke tempat ini dengan anak mereka. Sayangnya, sekarang dia kembali dengan Satria tapi dengan status yang berbeda."Aku kabulkan angan-angan kamu, walaupun kita bukan suami istri," kata Satria."Terimakasih, " ucap Alma.Satria mengajak Naomi membeli es cream yang ada di ujung. Dia juga membelikannya untuk Alma."Naomi mau rasa apa?" tanya Satria.Mau rasa coklat, Om," jawab Naomi.Setelah membayar tiga es cream, mereka kembali. Kini Alma sudah duduk di kursi tempa
"Alma...bukannya dia Satria bos kamu?" tanya Nina penasaran melihat Juragan Marta menyambut Satria dengan penuh hormat sampai turun dari pelaminan."Iya, entah sejak kapan mereka saling kenal. Tapi jika dilihat mereka seperti kenal cukup lama," jawab Alma.Setelah naik pelaminan mengucapkan selamat pada Juragan Marta dan Kurnia. Juragan Marta mengajak Satria untuk menikmati hidangan. Setelah itu Juragan Marta kembali ke pelaminan karena ada banyak tamu yang ingin mengucapkan selamat."Alma, kamu di sini juga," kata Satria."Om Satria, Om kenal sama Juragan Marta?" tanya Naomi."Kenal dong, dia kan Kakaknya papaku," jawab Satria."Hah, dia Pak de mu? Kok beda jauh," sahut Alma.Satria hanya tersenyum, ternyata Juragan Marta dan Satria masih saudara. Namun, Alma tak melihat papa Satria datang. Atau mungkin datang sebelum Alma datang.Ponsel Satria berdering, ada panggilan dari sang papa."Halo, Pa. Iya ak
Esoknya Alma berangkat kerja naik taxi, saat dalam perjalanan ke kantor taxi yang Alma pesan mogok. Alma terpaksa mencari taxi lain. Namun, sebuah mobil mewah mendekati Alma."Alma...," kaca mobil itu terbuka dan terlihat Ibnu di dalamnya. "Kamu mau kemana?" tanya Ibnu."Oh ini aku mau ke kantor," jawab Alma."Taxinya mogok ya, bagaimana kalau saya antar?" tanya Ibnu.Alma tampak berpikir, tapi karena tak mau terlambat dia menerima tawaran Ibnu. Dia di antar Ibnu ke kantor Satria.Saat Alma turun dari mobil Ibnu, Satria juga baru saja turun dari mobil. Satria abai saja saat melihat Alma. Alma merasa jika Satria tengah menyembunyikan kecemburuannya."Terimakasih Mas Ibnu, saya masuk dulu ya," kata Alma.Alma segera absen karena hampir terlambat setalah itu masuk ke dalam ruangannya. Di sana Satria sudah menatap layar leptopnya.Alma duduk dan mulai membuka file pekerjaan yang belum selesai. Satria sama sekali tak
Sudiro dengan terpaksa menceraikan Sania, meskipun begitu Sudiro masih memberi Sania sebagian hartanya. Namun, Sania justru menolak pemberian Sudiro."Aku tak pantas mendapatkannya, berikan saja pada anakmu," kata Sania.Setelah surat gugatan sampai di tangan Sania, Sania memutuskan untuk pindah ke rumah Kurnia lagi bersama Ibra. Sania akan menjalani hidup berdua saja dengan Ibra. Dia ingin menjadi Ibu yang baik untuk Ibra mengingat dulu dia tak pernah mengurus Ibra.Sementara itu, kesehatan Firman memburuk. Dia menderita penyakit lambung. Pagi itu dia di temukan tak berdaya oleh anak buah bosnya. Bukan dibawa berobat, Firman justru di buang di pinggir jalan."Buang saja dia, gak ada gunanya lagi," kata Bosnya.Mereka membawa Firman dengan mobil saat malam hari. Dan meninggalkannya di jalanan yang sepi."Jangan buang aku!" lirih Firman.Mereka mengabaikan Firman dan meninggalkan Firman sendirian. Firman yang merasakan sakit di perutnya mencoba untuk berjalan mencari tempat istirahat.
Sampai di rumah sakit, Alma sudah masuk ruangan bersalin. Satria segera masuk untuk mendampingi Alma. Satria tak akan membiarkan Alma di dalam sendiri.Tidak berapa lama, Suara tangis bayi terdengar. Bayi laki-laki lahir dengan lancar dan sehat. Satria mengumandangkan adzan di telinga sang buah hati.Sebagai orang tua baru, Satria sangat antusias dalam menjaga buah hatinya. Bahkan dia tak mengizinkan Alma untuk melakukan aktivitas rumah tangga lagi."Sayang, apa kira perlu baby sitter?" tanya Satria setelah mereka pulang dari rumah sakit."Gak usah, aku sudah biasa melakukannya sendiri," jawab Alma.Dulu saat melahirkan Naomi, dia menjaga dan merawat Naomi sendiri. Firman gak mau jika mereka menggunakan jasa baby sister. Apalagi saat ini marak dengan kabar yang beredar balita di aniaya baby sisternya, hal itu membuat Alma takut."Aku ingin menikmati menjadi ibu, mengasuh dan merawat anakku," kata Alma."Iya benar, tapi aku tak mau kamu kecapean. Paska melahirkan itu sangat melelahkan,
Sania dilarikan ke rumah sakit, lukanya sangat parah. Sudiro menemani Sania dan menunggunya di depan ruang operasi. Satria dan Kurnia datang bersamaan."Dengan keluarga Ibu Sania?" tanya Dokter."Iya, Dok. Saya suaminya, Dok," jawab Sudiro."Keadaan Bu Sania sangat mengkhawatirkannya, Pak. Janin yang ada di dalam kandungannya tidak bisa tertolong. Dan karena lukanya sangat parah rahimnya harus di angkat segera," kata Dokter.Mendengar hal itu, Sudiro langsung lemas. Dia takut mengambil keputusan yang salah."Ini surat yang perlu ditanda tangani, Pak. Supaya segera kami angkat rahimnya, semua demi kebaikan Bu Sania," kata Dokter."Sudiro, lakukan saja. Yang penting saat ini nyawa Sania tertolong," kata Kurnia."Bagaimana kalau nanti dia marah, Bu. Dia sangat menginginkan kehamilan ini," kata Sudiro."Dia sudah punya Ibra. Untuk apa punya anak lagi. Semua demi kebaikan dia, ayo tanda tangani," kata Kurnia.Berkat dorongan Kurnia, Sudiro menandatangani surat itu. Dan operasi segera dilak
"Selamat, Pak. Istri anda hamil," jawab Dokter.Sudiro terkejut sekaligus bahagia, akhirnya apa yang diinginkan Sania terkabul. "Di kehamilan trisemester pertama, Ibu hamil memang mudah sekali capek. Jadi saya sarankan untuk tidak melakukan aktivitas yang membuat lelah," lanjut Dokter.Dokter meminta Sudiro menemui Sania, di dalam Sania tampak senang sekali. Apa yang dia harapkan telah menjadi kenyataan."Aku hamil, Mas," kata Sania."Selamat ya, Sayang," ucap Sudiro."Mas, aku mau minta hadiah," kata Sania. Sikap manjanya seketika dia tunjukkan pada Sudiro. Sudiro hanya menganggukkan kepala."Aku mau sebagian harta kamu nantinya akan menjadi milik anak kita," kata Sania.Sudiro terkejut, pasalnya semua harta sudah 3/4 milik Satria. Namun, dia masih punya seperempatnya lagi."Ya," ucap Sudiro.Setelah itu mereka diperbolehkan pulang, Sania harus banyak istirahat agar kehamilannya tidak mengalami masalah.Seminggu setelah pulang dari rumah sakit, Sania meminta agar Sudiro memberikan s
Setelah mendapatkan uang dari Naomi, Firman segera pergi ke club'. Dia menghabiskan uang itu untuk bersenang-senang."Enak sekali ternyata hidupku ini," kata Firman.Firman mabuk berat, dia pulang dengan mengendarai sepeda motor. Firman tidak dapat menguasai diri, dia menabrak sebuah mobil yang melintas dari arah lain.BraaaakkkkFirman jatuh terguling di aspal, dia langsung tak sadarkan diri. Pemilik mobil langsung saja melarikan diri. Suasana jalan saat itu sangat sepi.Paginya saat tersadar, Firman berada di sebuah rumah sakit. Dia hanya bisa menggerakkan matanya namun susah untuk berbicara."A...A..ku d..i...ma...na...?" tanya Firman ."Pak Firman berada di rumah sakit, kami sudah memberi kabar pada keluarga Pak Firman," jawab perawat.Tidak berapa lama pintu terbuka, Firman kira itu adalah orang tuanya ternyata dokter datang memeriksa keadaannya.Keadaan Firman sangat memprihatinkan, dia susah berbicara dan kakinya satu terpaksa diamputasi karena lukanya sudah sangat parah. Denga
Satria merasa aneh dengan sikap Naomi, dia menjadi pendiam sejak Firman di pecat. Bahkan Naomi jarang berbicara dengan Satria."Naomi, bagaimana sekolah kamu?" tanya Satria."Alhamdulillah baik," jawab Naomi singkat."Kamu kenapa kok jadi pendiam seperti itu? Apa ada masalah? Kalau ada cerita sama Papa," kata Satria.Naomi menggeleng, setelah sampai di depan gerbang Naomi segera turun dari mobil dan berjalan ke sekolahannya. Satria segera pergi, namun ada panggilan sehingga dia berhenti di dekat sekolahan Naomi.Saat Satria menerima panggilan, dia melihat Firman ke arah sekolahan Naomi. Dia menelfon sembari melihat ke arah Firman berada. Tidak berapa lama Naomi datang dia mendekati Firman.Satria yang merasa penasaran langsung mengakhiri panggilannya dan mendekat. Namun, dia bersembunyi agar Naomi dan Firman tidak tahu."Sayang, Mana uang yang Papa minta?" tanya Firman. Satria yang mendengar pertanyaan Firman, terkejut sekali."Ini, Pa. Ini terakhir kalinya ya, Pa. Naomi tidak mau men
Safira melihat Maisya datang, dia tampak senang sekali."Safira...Safira...jangan melamun," panggil Dimas.Seketika Safira tersadar, ternyata dia hanya mengkhayal kalau Maisya datang. Dia tampak kecewa karena anak semata wayangnya tidak hadir."Aku kepikiran Maisya, Mas," ucap Safira."Kamu kan bisa hubungi dia, aku juga merasa khawatir. Sepertinya suaminya tidak ingin Maisya menemui kita," kata Dimas.Acara tujuh bulanan Alma segera di mulai, mereka maju ke depan mengikuti serangkaian acara. Banyak para tamu yang datang, mereka rata-rata kenalan dari Sudiro dan Satria.Sementara itu, Maisya di rumah hanya bisa mengkhayal. Mengkhayal bertemu kedua orang tuanya. Dia sudah merindukan kedua orang tuanya. Walaupun dia sering berkomunikasi tetapi beda jika bisa bertatap muka.Khayalan memang lebih indah dibandingkan kenyataan. Karena khayalan sesuai dengan apa yang kita inginkan."Maisya, jangan harap kamu bisa hadir di acara Alma," kata Satya. "Perutmu mulai membesar jadi kamu harus diam
"Aku gak mau ikut papa," ucap Naomi sambil menarik tangannya dan berlari ke arah Alma.Firman mengejar Naomi, namun ditahan oleh Satria."Kamu dengar sendiri, Naomi tidak mau ikut dengan kamu. Kamu tidak sadar kalau tadi kamu telah bersikap kasar padanya," kata Satria.Firman tetap tak terima dia mendekati Naomi yang berdiri di belakang Alma. Dia menarik tangan Naomi tetapi anak itu enggan ikut dengannya."Firman, hentikan," teriak Sudiro."Tidak ada yang bisa menghalangi aku, Naomi anakku. Aku berhak atas dia," ucap Firman marah. "Kalian semua tidak siapa-siapa bagi Naomi, aku adalah Papanya. Kalian hanya orang lain yang berada di hidup Naomi," kata Firman."Tapi aku Mamanya, aku yang melahirkan dia. Jadi aku yang lebih berhak atas Naomi. Pengadilan sudah mengesahkan hak asuh Naomi padaku, kalau kamu mau ambil Naomi kita tempuh jalur hukum," kata Alma."Tidak perlu, aku akan bawa dia," kata Firman.Firman dengan kasar mendorong Alma, Satria langsung saja membantu Alma gar tidak trler
"Ma-maafkan aku, Mas," ucap Sania. "Aku memang bukan ibu yang baik untuk Ibra tetapi aku akan berusaha memperbaiki diriku. Aku akan berusaha untuk menjadi ibu yang baik pada anak-anakku," kata Sania sedih."Aku tidak mau kalau sampai anakku nanti bernasib sama seperti Ibra. Kamu harus membawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro."Iya, Mas," ucap Sania.Sania senang Sudiro mau menerima kehadiran Ibra. Sania semakin mantap untuk merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik.Makan malam usai, mereka kembali ke kamar hotel untuk istirahat. Besok pagi mereka akan kembali ke rumah."Sebelum pulang ke rumah, kita ke rumah ibumu. Kita bawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro. Sania hanya mengangguk, dia terharu sekali.Sementara itu, Alma mulai gelisah. Naomi tak mau tidur ditemani Alma. Dia memilih untuk tidur sendiri saja."Mama sama Om Satria aja, aku berani tidur sendiri. Selama ini Mama kan lupa sama Naomi," kata Naomi.Sedih hati Alma mendengar apa yang Naomi katakan. Padahal selama ini Alma ya