"Sialan! Sialan! Sialan!"
Sejak tadi Ayudia terus menerus mengumpat seperti orang gila. Wajahnya memerah karena amarah dan nafasnya menderu bagaikan seseorang yang baru saja lari maraton sejauh sepuluh kilometer.Maya hanya menatapnya dengan perasaan campur aduk. Kasihan karena sahabatnya ini harus mengalami kesialan luar biasa siang tadi. Tapi Maya juga merasa lucu melihat Ayudia yang terus meracau seperti sebuah radio rusak."Psikopat! Aku yakin Adam pasti psikopat!" Seru Ayudia lagi dengan emosi.Kali ini Maya tertawa terbahak-bahak mendengar umpatan ajaib itu. Pipinya yang tembam tampak bergerak karen tawanya barusan."Wah, gila, Yu! Psikopat? Bisa jadi!" Seru Maya memanas-manasi Ayudia.Ayudia meloncat dan duduk di kasur bersama Maya."Benar, kan?! Mana mungkin ada manusia yang begitu kejam dan tidak berhati seperti Adam! Kalaupun ada, pasti dia adalah psikopat! Pasti ada mayat yang disembunyikan di rumahnya, May!" Balas Ayudia lagi tak mau kalah.Tawa Maya terdengar makin meledak. Sahabatnya ini benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Baru satu hari ia menjadi mahasiswa bimbingan Adam, tapi kewarasannya sudah terbang entah kemana. Kasihan sekali, Ayudia."Jadi kapan Pak Adam bisa ditemui besok, Yu?" Tanya Maya setelah ia berhasil menenangkan dirinya.Ayudia mengedikkan bahunya. Ia memeriksa ponselnya lagi dan tidak mendapati balasan pesan singkat dari Adam. Sudah sepuluh jam berlalu sejak ia mengirimkan pesan itu, namun Adam tak juga membalasnya."Entahlah. Dia belum membalas pesanku. Mungkin jarinya patah." Gerutu Ayudia kesal.Maya menepuk pelan pundak sahabatnya dan menyeringai lebar. Senyum jahil terlukis di wajah gemuk Maya."Semangat ya. Pasti hidupmu akan seru sekali!"Ayudia mendelik ke arah sahabatnya itu. Gila. Emosinya kembali meledak dan Ayudia melemparkan bantal ke arah Maya."Sialan, Maya!"***Ayudia tidak bisa tidur dengan nyenyak selama semalaman. Ia terus menerus terpikir dengan berkas yang belum ditandatangani Adam tersebut. Ia tidak bisa mulai mengerjakan tesisnya jika pria sialan itu belum menandatangani persetujuannya. Dan karena itulah Ayudia tidak bisa merasa tenang.Ponselnya berdenting di pukul enam pagi. Ayudia dengan cepat meraihnya dan membaca pesan yang masuk. Matanya memicing karena ia baru saja tertidur sejenak setelah semalaman begitu gelisah.Pesan dari Adam Mahendra.Ayudia membelalak dan dengan cepat membuka pesan tersebut."Temui saya di ruangan pukul 06.30."Mata gadis itu melotot seperti akan keluar dari rongganya. 06.30? Itu artinya setengah jam lagi? Seketika Ayudia merasakan panik menggulungnya. Bagaimana mungkin ia bisa tiba di kampus setengah jam lagi? Kostnya saja berjarak dua puluh menit dari kampus, belum lagi ia harus bersiap-siap kesana?Ah! Umpatan lainnya meluncur dari bibir Ayudia."Adam sialan!"Secepat kilat Ayudia melesat dari kasurnya dan bersiap untuk pergi hanya dalam waktu lima menit. Dengan buru-buru, ia memacu motornya menyusuri jalan raya yang sialan sekali, pagi itu menjadi sangat macet.Hari Jumat. Tentu saja jalanan akan macet mengingat jumlah karyawan yang harus berangkat pagi untuk acara senam di kantor mereka. Dan sialan sekali jika Ayudia harus terjebak disini. Dengan panik ia berkali-kali melirik ke arah arlojinya.Pukul 06.25. Jika lima menit lagi ia belum sampai di kampus, maka Ayudia benar-benar dalam masalah besar.***Sepuluh menit waktu yang ia habiskan untuk terjebak di antara kemacetan. Ia memacu kakinya dengan begitu cepat. Berlari di antara mahasiswa lainnya yang satu persatu memasukki ruang kelas masing-masing. Bagaikan kakinya terbakar api, Ayudia melesat hingga akhirnya ia sampai di ruangan Adam pukul 06.40. Sepuluh menit lebih akhir dibandingkan waktu yang mereka janjikan.Adam hendak keluar dari ruangannya saat ia melihat Ayudia berlari menghampirinya dengan tergopoh-gopoh."Tunggu dulu, Pak."Pria itu menatap Ayudia dengan datar. Tanpa emosi sedikitpun sehingga Ayudia mungkin bisa salah mengenalinya sebagai sebuah patung."Kamu terlambat." Ucapnya dingin.Ayudia buru buru berdiri tegak dan hendak mengatakan maafnya. Namun maaf itu tenggelam dan berubah menjadi protes saat ia melihat Adam hendak berjalan meninggalkannya."Pak, Bapak mau kemana?" Seru Ayudia sembari mengejar Adam."Saya mau mengajar.""Form saya bagaimana, Pak?"Tanpa menoleh sedikit pun kepada Ayudia, Adam menolak mentah-mentah permohonan memelas dari Ayudia."Kamu sudah terlambat sepuluh menit, Ayu. Nanti saja."Ayudia terdiam. Emosi membakarnya bulat-bulat dan kedua tinjunya terkepal di sisi tubuhnya. Mati-matian ia mengendalikan dirinya agar tidak meledak dalam kemarahan, tapi ia gagal melakukannya. Hari ini sudah terlalu buruk dan Ayudia tidak bisa menerima omong kosong lainnya. Apalagi dari pria menyebalkan bernama Adam Mahendra."Bapak tidak bisa seperti itu! Bapak yang mendadak memberitahu tentang jadwal pertemuan ini. Dan Bapak berharap saya bisa tepat waktu?"Ayudia merangsek dan menghampiri Adam yang menatapnya dengan terkejut. Baru kali ini ada seorang mahasiswa yang berani meninggikan suara kepadanya. Gadis ini luar biasa keras kepala."Bapak baru membalas pesan saya setengah jam sebelum waktu yang ditetapkan! Dan Bapak tahu dimana kost saya?! Jaraknya saja dua puluh menit dari sini! Saya hampir menabrak tiang listrik karena buru-buru! Dan saat saya sudah sampai, Bapak bahkan tidak mau menandatangani formulir saya?!"Gadis itu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan racauannya."Bahkan tidak butuh lebih dari lima menit untuk menandatanganinya! Apakah jari Bapak patah atau Bapak ingin saya mematahkannya?!" Seru Ayudia semakin sebal.Perdebatan di pagi hari itu mulai mendapatkan satu dua pasang mata yang tertarik menonton. Rata-rata petugas kebersihan kampus. Beberapa mahasiswa bahkan turut memperhatikan dan saling berbisik. Namun tidak ada yang menghentikan pertengkaran itu. Seolah mereka begitu menikmati seorang Adam Mahendra disembur gadis muda di hadapannya."Hentikan ocehanmu sekarang! Banyak yang memperhatikan kita, Ayu!" Ancam Adam dengan suara rendah."Saya tidak peduli! Bapak lah yang bertingkah menyebalkan! Kenapa saya yang harus berhenti?!"Adam menghela nafas pelan. Ia menyerah. Mendengar ocehan ini terus menerus akan membuat paginya semakin buruk. Lagipula ia punya kelas yang harus dikejar dan perdebatan alot dengan gadis ini tidak akan menghasilkan apapun selain rasa malu."Baiklah, apa yang kamu inginkan sekarang?" Keluh Adam sembari mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Kupingnya bahkan masih berdenging panas karena celotehan Ayudia.Gadis itu tersenyum puas. Merasa menang karena sudah membuat Adam Mahendra menyerah. Ia menyodorkan kertas tersebut ke Adam dengan senyum yang sangat lebar."Tolong tanda tangani ini, Yang Terhormat Bapak Adam Mahendra.""Gila, kamu gila sekali, Ayu!" Maya bertepuk tangan heboh saat melihat sahabatnya yang duduk termenung di kantin kampus. Gosipnya sudah menyebar luas ke seantero fakultas. Adam Mahendra baru saja dilabrak oleh seorang mahasiswi. Dan mahasiswi itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ayudia. "Iya, sepertinya aku memang sudah gila, May." Ujar Ayudia dengan tatapan kosong ke depan. "Loh? Kenapa? Kok kamu seperti tidak senang? Kamu baru saja jadi mahasiswa paling terkenal di kampus, Yu!" Seru Maya heboh. Ayudia meletakkan gelas yang ia pegang sejak tadi dengan heboh. Ia lalu menatap Maya dengan mendelik. "May! Aku baru saja melabrak Pak Adam, May! Pembimbingku! Aduh, bisa mati aku! Lagipula kenapa aku bisa sampai kesetanan seperti itu tadi?!" Keluh Ayudia dengan kepanikannya sendiri. Gadis itu meracau dalam rasa khawatir. Sepersekian detik setelah Adam menandatangani dokumen tersebut dan meninggalkannya, Ayudia baru menyadari kesalahan apa yang ia perbuat. Ia baru saja dengan gilanya m
Rasa gugup menyelimuti sekujur tubuh Ayudia. Ia berdiri di depan pintu kantor Adam dengan memeluk map berisi proposal tesisnya. Hari ini genap tiga hari sejak hari ia melabrak Adam di pagi hari. Dan sungguh, sekarang Ayudia tidak tahu harus berkata apa dan bereaksi bagaimana kepada dosen pembimbingnya itu. Ayudia menarik nafas dalam beberapa kali. Berusaha membuat rasa gugupnya menguap. "Tenang, Ayu! Prof. Eko kan sudah mengatakan judulmu luar biasa!" Batin Ayudia meyakinkan dirinya sendiri. Setelah merasa lebih baik, ia mengangkat tangannya dan mengetuk pintu di depannya dengan yakin. TOK! TOK! TOK! Tak perlu waktu lama, suara Adam terdengar dari dalam ruangan. "Iya, masuk saja." Ayudia menarik nafas dalam sekali lagi. Baiklah, sekarang atau tidak sama sekali. Lagipula Adam masih manusia dan bukannya monster yang akan memakan Ayudia dalam sedetik. Ayudia meyakinkan dirinya bahwa ia harus sedikit tenang dan melupakan semua kejadian itu. Semoga saja Adam juga melakukan hal yang
Keyakinan seratus persen memenuhi hati Ayudia. Kali ini dia yakin benar Adam tidak akan memiliki alasan untuk menolak penelitiannya lagi. Ayudia sudah mempersiapkan berbagai dokumen yang akan menolong setiap argumentasinya. Dan pisau lipat di sakunya, berjaga-jaga jika ia kehabisan kesabaran dan ingin menusuk pria sialan itu. Ayudia duduk di hadapan Adam dengan senyum penuh kepercayaan diri. Ia menyerahkan map berisi judul penelitian terbarunya dan Adam segera mengambilnya. Pria itu membaca dengan saksama dan hendak berkomentar. "Judul kamu terlalu pasaran. Saya tidak menyetujuinya." Senyum kemenangan merekah di bibir Ayudia. Ia lalu mengeluarkan sebundel dokumen dari tasnya dan meletakkannya di hadapan Adam. "Sebenarnya, tidak, Pak. Saya sudah melakukan pemeriksaan ulang di semua situs dan melakukan pengecekan plagiarisme. Dan hasilnya nol persen. Judul saya benar-benar otentik dan belum pernah diteliti oleh siapapun." Ujar Ayudia dengan mantap. Adam mengangkat wajahnya dan mena
Ayudia menatap selembar kertas di hadapannya. Namanya tertulis disana dan nama seorang lainnya tertulis sebagai dosen pembimbing tesisnya."Adam Mahendra? Pak Adam yang killer itu?" Seru Ayudia heboh.Kepalanya seketika terasa pusing. Ia kira perjalanan S2nya akan lebih baik dan mudah dibandingkan saat S1. Awalnya memang begitu. Tapi seharusnya Ayudia sudah curiga. Hidupnya tidak pernah manis jika berkaitan dengan hal akademis. Lulus terlambat saat S1 karena dosen pembimbing yang sensitif dan seringkali bersuasana hati buruk.Dan sekarang? Saat perjalanannya untuk meraih gelar S2 sudah di depan mata, hambatan satu lagi muncul di hadapannya! Dan hambatan itu bernama Adam Mahendra!"Serius, Yu? Dosen pembimbingmu sungguh Pak Adam?" Maya, sahabatnya, melirik ke arah kertas yang ia pegang.Ayudia mengangguk lemah. Seketika ia merasa lemas memikirkan betapa sulitnya ia akan menyelesaikan studi S2nya ini. Adam Mahendra adalah dosen paling terkenals seantero Fakultas Ekonomi Universitas Bhin