Keyakinan seratus persen memenuhi hati Ayudia. Kali ini dia yakin benar Adam tidak akan memiliki alasan untuk menolak penelitiannya lagi. Ayudia sudah mempersiapkan berbagai dokumen yang akan menolong setiap argumentasinya. Dan pisau lipat di sakunya, berjaga-jaga jika ia kehabisan kesabaran dan ingin menusuk pria sialan itu.
Ayudia duduk di hadapan Adam dengan senyum penuh kepercayaan diri. Ia menyerahkan map berisi judul penelitian terbarunya dan Adam segera mengambilnya. Pria itu membaca dengan saksama dan hendak berkomentar."Judul kamu terlalu pasaran. Saya tidak menyetujuinya."Senyum kemenangan merekah di bibir Ayudia. Ia lalu mengeluarkan sebundel dokumen dari tasnya dan meletakkannya di hadapan Adam."Sebenarnya, tidak, Pak. Saya sudah melakukan pemeriksaan ulang di semua situs dan melakukan pengecekan plagiarisme. Dan hasilnya nol persen. Judul saya benar-benar otentik dan belum pernah diteliti oleh siapapun." Ujar Ayudia dengan mantap.Adam mengangkat wajahnya dan menatap Ayudia tak percaya. Mata pria itu membulat dan ia harus buru-buru menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya. Selama beberapa saat, Adam sempat terkesima dengan cara bekerja Ayudia yang benar-benar di luar ekspektasinya.Siapa yang mengira seorang mahasiswi akan membawa hasil tes plagiarismenya saat mengajukan judul penelitian? Mungkin Ayudia adalah yang pertama melakukannya. Dan tidak bisa dipungkiri, Adam sedikit takjub dengan hal itu.Melihat reaksi Adam, senyum kemenangan semakin merekah di bibir Ayudia. Ia menyodorkan sebundel dokumen lainnya dan kali ini lebih tebal dari yang sebelumnya."Apa ini?" Tanya Adam berusaha memastikan keraguannya.Tidak mungkin kan gadis ini sudah menyiapkan referensi penelitiannya? Tidak masuk akal sekali menurut Adam. Namun keraguan Adam dijawab tuntas oleh Ayudia."Ini referensi penelitian saya, Pak. Jurnal terbaru, penelitian terdahulu, dan bahkan buku yang diterbitkan dalam waktu lima tahun terakhir."Sekali lagi Adam dipukul mundur oleh kecerdasan Ayudia. Gadis ini memang tidak biasa. Setelah memarahinya di depan orang banyak, sekarang Ayudia berhasil membuat Adam kalah dalam permainannya sendiri.Ayudia benar-benar luar biasa. Tidak, bukan hanya luar biasa. Gadis ini gila!"Jadi bagaimana, Pak? Bapak tidak bisa menolak judul saya lagi sekarang." Tantang Ayudia dengan puas.Adam menghela nafas pelan dan menggelengkan kepalanya. Ia lalu mengambil penanya dan menandatangani berkas itu dengan enggan."Kamu benar-benar gila, Ayu. Saya tidak mengira kamu akan bertindak sejauh ini hanya karena saya menolak usulan penelitianmu satu kali." Balas Adam.Ayudia terkekeh."Sudah saya katakan, saya akan bersama Bapak sampai selesai, Pak. Dan saya tidak akan menyerah semudah yang Bapak kira."Adam lalu menyerahkan kembali berisi formulir persetujuan judul penelitian. Ayudia membukanya dan membacanya. Lalu seolah sebuah saklar dinyalakan, wajah ambisius yang sepersekian detik tadi terbit di paras gadis itu padam. Berganti dengan senyum ramah yang biasanya ia sunggingkan kepada siapapun."Terimakasih, Pak. Kalau begitu, saya pamit dulu."Dan begitu saja, Ayudia meninggalkan Adam yang begitu terpukau sendirian. Baru pertama kali Adam merasakan ketertarikan begitu hebat pada seorang gadis. Ditambah lagi, gadis itu adalah mahasiswi yang terpaut sepuluh tahun lebih muda darinya. Dana meskipun lebih muda, gadis itu berhasil menunjukkan kecerdasannya yang luar biasa.Adam kehabisan kata-kata. Ia baru saja menemukan sebuah alasan untuk mempertahankan Ayudia di dekatnya. Karena gadis itu istimewa. Karena gadis itu membuat Adam merasakan debaran aneh ini. Dan itu semua dilakukan Ayudia bahkan tanpa ia menyadarinya.***Mungkin bagi orang lain yang melihatnya, Adam tampak seperti pria sempurna berhati dingin yang sangat sulit untuk didekati. Memang benar. Adam lah yang membuat dirinya tampak seperti itu. Ia tidak ingin karier yang ia bangun dengan susah payah, hancur begitu saja karena ia tidak bisa mengendalikan hati dan emosinya. Dan karena itu, Adam memasang pagar yang begitu tinggi di hatinya.Tapi dibalik itu semua, Adam hanyalah seorang pria yang mudah terpesona dengan kecerdasan seorang wanita. Kelemahannya adalah seorang wanita dengan otak brilian dan gairah begitu besar dalam apapun yang dikerjakan. Dan sepertinya Ayudia adalah gadis yang menjadi kelemahannya.Sejak pertemuan itu, Adam dapat merasakan pagar itu perlahan runtuh. Karena setiap kali ia bertemu dengan gadis itu, Ayudia selalu saja berhasil memukaunya lagi dan lagi. Entah dengan kecerdasannya, atau dengan argumennya, dan bahkan dengan tatapannya yang berkilat dengan ambisi.Adam sudah benar-benar gila. Bagaimana mungkin ia bisa terpesona pada mahasiswinya sendiri? Kariernya benar-benar dipertaruhkan, tapi Adam pun tidak bisa menahan dirinya untuk berhenti mengagumi Ayudia. Gadis muda dengan pemikiran yang luar biasa. Dan Adam mendapati dirinya terus menerus ingin menemui Ayudia. Dengan alasan konyol bimbingan tesis tentunya."Pak, saya sudah menyelesaikan revisi proposal penelitian saya. Apakah saya bisa menemui Bapak untuk konsultasi?"Pesan itu masuk ke dalam ponsel Adam. Dari Ayudia. Tanpa sadar bibirnya tertarik dalam sebuah senyuman yang membuat Adam tampak seperti orang bodoh. Dan Adam memang benar-benar menjadi bodoh. Ia bahkan menolak lima mahasiswa lainnya yang seharusnya ia bimbing, agar hanya Ayudia lah yang berada di sisinya. Agar Adam bisa sepenuhnya mencurahkan pikirannya untuk Ayudia."Baiklah, temui saya besok pukul tiga sore di kantor saya."Dengan cepat Adam membalas pesan dari gadis itu. Beberapa detik kemudian, balasan dari Ayudia ia terima."Siap, Pak Adam. Terimakasih."Balasan yang singkat. Bahkan terkesan datar tanpa emosi sedikit pun. Tapi entah kenapa Adam merasakan sesuatu tergelitik di perutnya."Pak Adam"Lucu sekali mendengar Ayudia memanggilnya seperti itu. Panggilan yang sama tapi entah mengapa terdengar begitu berbeda saat gadis itu yang menyebutkannya."Heh! Kamu kenapa tersenyum terus dari tadi?"Suara Robi mengagetkan Adam dari lamunannya tentang Ayudia. Adam terhenyak dan buru-buru memandang rekannya yang sejak tadi duduk di hadapannya. Entah sejak kapan Robi berada di dalam kantornya dan membawa lima buah map itu."Ah, tidak apa-apa. Kamu kenapa masuk tanpa mengetuk pintu dulu, hah?" Balas Adam salah tingkah.Robi berdecak sebal."Aku sudah mengetuk pintu dari tadi, Dam. Lima menit. Sampai tanganku pegal. Tapi kamu tidak menjawab ketukanku. Makanya aku masuk saja dan melihatmu bengong sambil tersenyum sendiri."Gawat! Adam tertangkap basah sedang memikirkan Ayudia seperti orang gila. Ia harus buru-buru berkilah dan mencari alasan agar Robi tidak curiga."Kamu mau apa kesini? Map apa itu?" Tanya Adam sedikit gugup."Aku butuh tandatanganmu untuk konferensi ekonom muda akhir tahun ini. Kamu ikut menjadi salah satu pembicara kan?"Adam mengangguk. Ah, benar. Konferensi itu. Karena terlalu sibuk dengan ketertarikannya pada Ayudia, Adam sampai lupa bahwa ada acara penting yang harus ia hadiri enam bulan lagi. Dan ia bahkan belum menyiapkan materi apapun untuk acara itu. Tidak, Adam tidak akan mempertaruhkan kariernya hanya demi rasa cinta sesaat ini.Fokus, Adam! Jangan pertaruhkan kariermu hanya untuk perasaan cinta yang bodoh!Ayudia menatap selembar kertas di hadapannya. Namanya tertulis disana dan nama seorang lainnya tertulis sebagai dosen pembimbing tesisnya."Adam Mahendra? Pak Adam yang killer itu?" Seru Ayudia heboh.Kepalanya seketika terasa pusing. Ia kira perjalanan S2nya akan lebih baik dan mudah dibandingkan saat S1. Awalnya memang begitu. Tapi seharusnya Ayudia sudah curiga. Hidupnya tidak pernah manis jika berkaitan dengan hal akademis. Lulus terlambat saat S1 karena dosen pembimbing yang sensitif dan seringkali bersuasana hati buruk.Dan sekarang? Saat perjalanannya untuk meraih gelar S2 sudah di depan mata, hambatan satu lagi muncul di hadapannya! Dan hambatan itu bernama Adam Mahendra!"Serius, Yu? Dosen pembimbingmu sungguh Pak Adam?" Maya, sahabatnya, melirik ke arah kertas yang ia pegang.Ayudia mengangguk lemah. Seketika ia merasa lemas memikirkan betapa sulitnya ia akan menyelesaikan studi S2nya ini. Adam Mahendra adalah dosen paling terkenals seantero Fakultas Ekonomi Universitas Bhin
"Sialan! Sialan! Sialan!" Sejak tadi Ayudia terus menerus mengumpat seperti orang gila. Wajahnya memerah karena amarah dan nafasnya menderu bagaikan seseorang yang baru saja lari maraton sejauh sepuluh kilometer. Maya hanya menatapnya dengan perasaan campur aduk. Kasihan karena sahabatnya ini harus mengalami kesialan luar biasa siang tadi. Tapi Maya juga merasa lucu melihat Ayudia yang terus meracau seperti sebuah radio rusak. "Psikopat! Aku yakin Adam pasti psikopat!" Seru Ayudia lagi dengan emosi. Kali ini Maya tertawa terbahak-bahak mendengar umpatan ajaib itu. Pipinya yang tembam tampak bergerak karen tawanya barusan. "Wah, gila, Yu! Psikopat? Bisa jadi!" Seru Maya memanas-manasi Ayudia. Ayudia meloncat dan duduk di kasur bersama Maya. "Benar, kan?! Mana mungkin ada manusia yang begitu kejam dan tidak berhati seperti Adam! Kalaupun ada, pasti dia adalah psikopat! Pasti ada mayat yang disembunyikan di rumahnya, May!" Balas Ayudia lagi tak mau kalah. Tawa Maya terdengar maki
"Gila, kamu gila sekali, Ayu!" Maya bertepuk tangan heboh saat melihat sahabatnya yang duduk termenung di kantin kampus. Gosipnya sudah menyebar luas ke seantero fakultas. Adam Mahendra baru saja dilabrak oleh seorang mahasiswi. Dan mahasiswi itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ayudia. "Iya, sepertinya aku memang sudah gila, May." Ujar Ayudia dengan tatapan kosong ke depan. "Loh? Kenapa? Kok kamu seperti tidak senang? Kamu baru saja jadi mahasiswa paling terkenal di kampus, Yu!" Seru Maya heboh. Ayudia meletakkan gelas yang ia pegang sejak tadi dengan heboh. Ia lalu menatap Maya dengan mendelik. "May! Aku baru saja melabrak Pak Adam, May! Pembimbingku! Aduh, bisa mati aku! Lagipula kenapa aku bisa sampai kesetanan seperti itu tadi?!" Keluh Ayudia dengan kepanikannya sendiri. Gadis itu meracau dalam rasa khawatir. Sepersekian detik setelah Adam menandatangani dokumen tersebut dan meninggalkannya, Ayudia baru menyadari kesalahan apa yang ia perbuat. Ia baru saja dengan gilanya m
Rasa gugup menyelimuti sekujur tubuh Ayudia. Ia berdiri di depan pintu kantor Adam dengan memeluk map berisi proposal tesisnya. Hari ini genap tiga hari sejak hari ia melabrak Adam di pagi hari. Dan sungguh, sekarang Ayudia tidak tahu harus berkata apa dan bereaksi bagaimana kepada dosen pembimbingnya itu. Ayudia menarik nafas dalam beberapa kali. Berusaha membuat rasa gugupnya menguap. "Tenang, Ayu! Prof. Eko kan sudah mengatakan judulmu luar biasa!" Batin Ayudia meyakinkan dirinya sendiri. Setelah merasa lebih baik, ia mengangkat tangannya dan mengetuk pintu di depannya dengan yakin. TOK! TOK! TOK! Tak perlu waktu lama, suara Adam terdengar dari dalam ruangan. "Iya, masuk saja." Ayudia menarik nafas dalam sekali lagi. Baiklah, sekarang atau tidak sama sekali. Lagipula Adam masih manusia dan bukannya monster yang akan memakan Ayudia dalam sedetik. Ayudia meyakinkan dirinya bahwa ia harus sedikit tenang dan melupakan semua kejadian itu. Semoga saja Adam juga melakukan hal yang