Home / Romansa / Cinta Terakhir / BAB 7 : Antara Mahen dan Riani

Share

BAB 7 : Antara Mahen dan Riani

Author: Ara Mira
last update Last Updated: 2024-12-26 00:38:39

Dua hari berlalu begitu cepat. Permintaan satu bulan menjadi suami istri sungguhan ditolak Mahen mentah-mentah. Sejujurnya, Rena memiliki harapan dari satu bulan itu. Harapan yang paling diinginkan adalah Mahen jatuh cinta padanya setelah sebulan penuh diberi ruang untuk saling melengkapi. Atau harapan yang lebih realistis, Rena kalah dan hanya bisa membawa kenangan indah di antara mereka berdua.

"Rumah tanggaku memang tak ada harapan lagi sejak lama," gumamnya. Sia-sia ia manahan hati selama ini.

Sekarang Rena kembali berdiri di sini. Pandangannya mengarah pada nama yang tertera di atas bangunan vintage di hadapannya.

Kedai Starlight.

Dari pintu kaca, maniknya menangkap Onky yang sigap menyiapkan alat-alat untuk meracik kopi dengan mulutnya yang komat-kamit. Bersenandung sembari bekerja adalah kebiasaannya.

Baru saja akan melangkah masuk, tepukan di bahu membuat wanita manis itu menoleh.

Matanya yang bulat begitu indah kala membola. “Noe?”

“Sendirian, Ren?”

Rena mengangguk. “Kau ke sini? Bukankah seminggu lagi pernikahanmu dilaksanakan?” Ya, Rena tahu karena Lastri yang memberikan kabar itu. Alangkah sedihnya nasib Rena yang benar-benar tak dianggap Mahen. Berita sepenting ini saja ia dapat dari orang lain.

“Wah! Mahen yang memberitahumu? Soalnya pernikahan ini mendadak. Aku bahkan lupa memberi tahumu saat kau ke kantor waktu itu."

Terpaksa Rena mengangguk. Bagaimana pun juga ia tak ingin terlihat menyedihkan di hadapan Noe.

“Kedainya belum buka, Ren. Lebih baik kau ikut aku saja.”

“Eh?”

“Haha! Jangan salah sangka dulu! Aku ingin mempertemukanmu dengan Prisa. Dia juga sedang di butik.” Prisa adalah cinta pertama sekaligus calon istri Noe. Dari yang Rena tahu, Noe cinta mati dengan wanita yang berprofesi CEO muda itu sejak lama. Rena beberapa kali bertemu Prisa dan dia adalah wanita yang menyenangkan.

Rena mengangguk. Ia akan kembali ke Kedai Starlight setelah buka saja.

Mobil Noe memecah ramainya jalanan ibukota. Pria berkulit putih serta berwajah kalem itu lebih mudah bergaul dan ramah. Kalau dilihat-lihat sifatnya mirip Panji.

“Ren, aku ingin menanyakan hal penting. Maaf jika hal ini menyinggungmu."

Kening Rena berkerut. “Apa, Noe?”

Ujung jari telunjuk kanan Noe mengetuk-ngetuk pegangan stir mobil. “Hmm ... apa benar jika Mahen berniat menikahi Riani?”

Pertanyaan Noe membuat Rena menunduk. Tangannya memilin ujung baju. Kebiasaan Rena kala dilanda takut.

Napasnya berat, seolah bongkahan beban di dada amat menyesakkan. “Iya, Noe.”

“Iya? Lalu, bagaimana denganmu?” Pupil mata Noe melebar, tak percaya dengan yang terjadi.

“Dia akan menceraikanku secepatnya.”

“Gila!” pekik Noe. “Baru kali ini aku menyaksikan Mahen jadi pria brengsek. Riani semakin lama justru membawa keburukan pada Mahen. Aku yakin yang Mahen rasakan pada Riani bukan cinta sesungguhnya. Dia hanya merasa berhutang budi saja.”

“Hutang budi?” Rena tak pernah tahu hal itu.

Noe mengangguk. “Riani adalah penyelamat Mahen. Dulu tepat seminggu setelah kelulusan SMA, Mahen hampir saja mati dipukuli papanya. Dia ... memergoki almarhum papanya di hotel bersama wanita lain.”

Hati Rena mencelos. Selama satu tahun menikah, kisah itu tak pernah terdengar di telinganya.

“Paman Hendra memukuli Mahen yang dirasa ikut campur. Mereka bertengkar di basement tempat parkir hotel. Mahen terkapar babak belur, dan Riani yang saat itu bekerja sebagai cleaning service menyelamatkannya.”

“Riani jadi cleaning service?”

Noe mengangguk dengan pandangan tetap fokus pada jalan di depannya. “Mahen sempat kritis. Tante Ratna tentu sedih. Walau begitu, dia tak mau bercerai. Mereka ada dalam hubungan beracun. Selama itu pula, Mahen yang pemberontak sering mendapat kekerasan dari Paman Hendra. Hingga suatu hari, Riani kembali sebagai penyelamat Mahen. Dengan keberaniannya, dia mencegah Mahen yang hendak dicekoki obat-obat terlarang oleh teman-temannya. Hari terus berlalu. Saat hati dan fisiknya terluka, Mahen akan memilih datang pada Riani, mencurahkan kesedihannya.”

Ternyata Mahen memiliki sisi kelam dalam hidup, dan Riani yang selalu ada di sisinya. Pantas saja posisi Riani tak tergantikan.

“Aku dan Mahen diterima kuliah di Singapura. Mahen juga membawa Riani, membiayai kuliahnya di tempat yang sama dengan kami hingga lulus. Namun, mereka baru jadian setelah lulus S1. Semua itu karena Riani ingin pendidikannya setara dulu dengan Mahen.” Noe menarik napas. “Mereka menjalin hubungan lima tahun hingga akhirnya Riani meninggalkan Mahen di hari pernikahan. Dasar Mahen bodoh! Bisa-bisanya mata dia buta akan kelakuan Riani.”

“Sebenarnya apa alasan Riani meninggalkan pernikahannya? Bukankah dia mencintai Mahen?”

"Dia memutuskan pergi ke Paris, menjadi salah satu model pilihan terbaik untuk memperagakan baju dari perancang ternama di acara bergengsi di sana. Dan boom! Setelah acara itu, kariernya jadi cemerlang dan status sosialnya naik drastis."

"Hanya karena hal itu dia meninggalkan pria yang mencintainya?" Oh, Rena dibuat melongo dengan kelakuan Riani!

“Sejak lulus dari kampus dan merambah dunia model, prioritasnya bukan lagi Mahen, tetapi karier dan status sosial. Dia terobsesi menjadi wanita sukses.”

“Bukankah menjadi istri Mahen dia akan mendapat itu semua tanpa susah payah?”

Noe menoleh pada Rena, tersenyum tipis. “Riani butuh pengakuan atas prestasinya, Ren.” Ia mengusap dagunya, seperti tengah memikirkan sesuatu. "Sebenarnya aku juga tak habis pikir kenapa Riani tiba-tiba kembali lagi mendekati Mahen. Dan parahnya, si bodoh Mahen menyambut dia dengan tangan terbuka."

“Yang membuatku sedih selain itu, Mama Ratna dan Sekar tak membenci Riani meski pernah meninggalkan Mahen. Mereka justru membenciku yang kampungan ini.”

“Tante Ratna dan Sekar memang dua wanita yang memandang tinggi pendidikan dan karier. Tapi percayalah, mereka berdua sangat rapuh. Keangkuhan hanya untuk menutupi luka hati yang menganga, Ren.”

Napas Rena tertahan. Benarkah apa yang dikatakan Noe? Apa benar sifat buruk mertua dan adik iparnya hanya untuk melindungi diri?

“Dari lubuk hatimu, apa kau ingin melanjutkan rumah tangga bersama sepupuku?”

Rena menelisik pemandangan yang terhalang kaca mobil. Selama ini ia bertahan semata-mata karena ingin menjaga pernikahannya agar tetap utuh. “Aku mau, tetapi suamiku menolak.”

“Mau kubantu?”

Rena memandang Noe yang menaik-turunkan alis. Wajahnya membuat Rena terkekeh. “Membantu apa, Noe?”

“Kau akan tahu nanti.” Seolah enggan memberi jawaban secara gamblang, Noe malah menyalakan musik.

“Musik dangdut?” tanya Rena tak percaya.

“Yup! Dangdut membuat suasana hati jadi ceria.” Noe bersenandung dengan cengkok khas. Rena benar-benar terkejut dengan kemampuan tersembunyi Noe. Tanpa sadar tawanya pecah, begitu renyah.

Noe melirik Rena yang ikut bersenandung bersamanya dengan senyum menghiasi. Wanita yang ia kenal pemalu dan pendiam ternyata bisa semenyenangkan ini.

“Habis kau, Mahen! Istrimu ini punya pesona tersendiri. Akan kubuat kau menyesali perbuatanmu,” ucap Noe yang hanya ada di dalam hati.

Related chapters

  • Cinta Terakhir   BAB 8 : Jahilnya Sang Sepupu

    “Rena?” Pelukan hangat menyergap Rena tiba-tiba. Tubuhnya menggoyang ke kanan dan kiri, menandakan sebahagia apa wanita itu bertemu dengannya. Pelukan mereka terlerai. “Lama enggak ketemu, Ren. Gimana kabarmu? Oh iya, sekarang aku sudah bisa masak, lho!” pamernya. Senyum Rena kikuk. Ia merasa tak begitu dekat dengan Prisa, tetapi wanita tersebut malah sebaliknya. Memang beberapa kali pertemuan mereka terjadi di awal Rena menjadi istri Mahen karena status Prisa adalah pacar Noe. Prisa juga sering menanyakan perihal cara memasak dari Rena yang ia tanggapi ala kadarnya. “Kabarku baik. Jadi, Kakak sudah bisa membedakan garam dan gula halus?” Prisa malah tertawa mengingat kebodohannya di masa lalu. “Sa, kau sudah coba gaun dan kebayanya?” Noe yang baru masuk butik menyela. “Belum, Noe. Aku baru sampai karena habis rapat. Kita enggak punya waktu banyak. Setelah ini, kita harus segera coba tester makanan untuk resepsi.” “Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo, kita coba pakaian pe

    Last Updated : 2024-12-30
  • Cinta Terakhir   BAB 9 : Cemburu

    “Uhuk!” “Astaga, Mahen!” Riani menyodorkan segelas air putih pada kekasihnya. Seperti kesetanan, Mahen menenggak air hingga tandas. Rasa pedas masih tertinggal di sana. “Ada apa, sih? Masalah di kantor?” Riani menatap curiga ke arah ponsel yang tergeletak di meja makan. Mahen tersedak setelah menerima pesan dari ponselnya. “Ekhm! Hmm ... enggak apa-apa. Makanan ini sedikit pedas. Kau tahu bukan jika aku tak bisa memakannya?” Tangan pria itu mendorong pelan piring berisi ayam pedas daun jeruk di depannya. “Padahal, aku sudah meminta mereka tuk membuatnya tak terlalu pedas. Ini salah satu menu andalan di sini. Kalau begitu, pesan yang lain saja, ya?” Riani mengangkat tangan kanannya dengan anggun hingga seorang karyawan restoran menghampiri. Pilihan jatuh pada makanan favorit Mahen, nasi dan ayam bakar. Setelah menunggu beberapa waktu, pesanan pun tiba. Mahen mulai makan perlahan. Namun, pikirannya tak henti-hentinya memaki Noe. “Lihatlah pria ini! Ia siap menggantikanm

    Last Updated : 2025-01-03
  • Cinta Terakhir   BAB 10 : Mahen Berbeda

    “Tapi, aku tak bisa melakukannya.” Rena menggigit kuku ibu jari kanannya. Ragu menuruti rencana dua sejoli di seberang sana. “Lakukan saja apa yang kami rencanakan. Dijamin tokcer!” Tawa keduanya justru membuat Rena menggaruk rambut tak gatal. “Baik, Kak. Akan kucoba. Sampai jumpa lagi, Kak!” Rena melempar ponselnya di atas kasur hingga memantul. Tubuhnya lengket dan bau asam. Berendam pilihan yang menyenangkan. Surai yang tergerai dicepol asal-asalan. Segera tangan putihnya melepas kancing kemeja satu persatu. Setelah terlepas semua, ia mulai menurunkannya. BRUG! “Hah?!” Spontan kemeja yang sudah menggantung di lengan tertarik kembali. Mahen berdiri di ambang pintu. Tas kerja yang biasa ditentengnya terjatuh di lantai. Keduanya sejenak melempar pandangan satu sama lain. “A-ada apa?” Rena merasa tak nyaman. “Ekhm!” Dengan susah payah Mahen menelan saliva. Tangan Rena kian mengeratkan kemeja yang membalut tubuh. Bayangan Mahen memaksanya malam itu kembali berputar,

    Last Updated : 2025-01-04
  • Cinta Terakhir   BAB 11 : Cincin Pernikahan

    “Bukankah suamimu seorang CEO? Kenapa memilih bekerja di tempat kecil ini?” Panji meletakkan secangkir cokelat hangat untuk Rena. Aroma pekat cokelat menggelitik indra penciuman. Harumnya menenangkan, membuat Rena tak tahan tuk menyeruputnya. “Bagaimana? Enak?” Rena mengangguk, meletakkan cangkirnya di atas meja. Keduanya duduk di bangku Kedai Starlight. Posisi mereka yang bersebelahan dengan jendela membuat lalu lalang kendaraan dan manusia sebagai hiburan. “Kau belum menjawabku, Fira. Kenapa ingin bekerja di sini?” Panji menatap intens wanita yang ia suka. Rena menelan ludah. Tak mungkin ia menjelaskan semuanya pada Panji. “Aku hanya bosan di rumah. Ijazahku cuma SMA. Dapat bekerja di sini sudah membuatku bahagia.” “Tapi, gaji di kedaiku kecil. Kau pasti mendapat uang jutaan dari suamimu setiap bulan, bukan? Kurasa gaji di sini tak ada apa-apanya.” Pria itu bersedekap, mencari sesuatu yang janggal dalam sorot mata Rena. “Eh ... aku bosan di rumah. Dari kecil sudah terb

    Last Updated : 2025-01-06
  • Cinta Terakhir   BAB 12 : Mati Lampu

    Mahen menatap istri lugunya yang berjalan dengan kebisuan saat memasuki rumah. Sejujurnya, ia tahu jika manik bulat yang biasa tersorot binar cinta untuknya kini berembun. Hidung mungil yang kembang-kempis tentu menandakan jika Rena menahan tangis. Siapa yang tak sedih jika ada di posisi Rena? Ia dipaksa mencarikan cincin pernikahan suami yang dicintainya dengan wanita lain. “Selamat malam Tuan Mahen, Non Rena! Lho, Non Rena kenapa? Hidungnya kok memerah? Matanya juga berair.” Lastri begitu khawatir. Tangan Rena mengusap hidungnya perlahan. “Aku sedikit flu, Mbok," bohongnya. "Hmm ... aku ke kamar dulu, ya, Mbok.” “Iya, Non. Jangan mandi dulu, Non! Ini sudah malam soalnya.” Nasihat Lastri dibalas anggukkan oleh Rena. Sesampainya di kamar, Rena tak tahan dan menangis sejadi-jadinya. Tubuhnya terduduk di ranjang sembari menangkup wajah dengan kedua telapak tangan. “Ke-kenapa dia jahat sekali?” Rena makin sesenggukan. “Kalau ... kalau memang dia membenciku, ke-kenapa haru

    Last Updated : 2025-01-08
  • Cinta Terakhir   BAB 13 : Keputusanku Melepasmu

    “Sayang, aku pasti akan merindukanmu.” Riani menyentuh wajah Mahen dengan lembut. Pria ini, pria yang membawa hidupnya menjadi lebih terarah. Andai tak mengenal Mahen, ia mungkin tetap menjadi cleaning service di hotel dan serba kekurangan. Sebagai anak yang besar di panti asuhan, hidup keras adalah sahabatnya. Ia tak mau mengulangi masa-masa kelam yang sangat dibencinya. “Kenapa kau sangat berambisi dalam karier, Riani? Saat menjadi istriku, kau akan mendapat semuanya.” Mahen menatap lekat-lekat wanita yang mendiami hatinya sejak lama. Entah mengapa mereka dekat, tetapi seolah jauh tuk saling menggapai. “Kau memang akan memenuhi semua yang aku mau. Namun, aku juga ingin berdiri di atas kakiku sendiri. Aku tak mau saat menjadi istrimu, orang-orang akan menghinaku, mencela latar belakangku yang berasal dari panti asuhan. Bagaimana pun juga, status kita berasal dari kasta berbeda.” Bukan tanpa alasan Riani tinggal di panti asuhan. Kedua orang tuanya wafat karena kecelakaan saat pul

    Last Updated : 2025-01-10
  • Cinta Terakhir   BAB 14 : Bukan Rena Yang Dulu

    “Kak, browniesnya enak banget. Dari dulu memang enak, tapi yang ini enaknya berkali lipat. Aku jadi beli lagi buat orang di rumah.” “Wah, syukurlah kalau Kakak suka! Kami senang sekali,” ujar Rilla amat riang. Gadis berseragam putih abu-abu itu tersenyum manis. Pipinya yang gembul semakin menggemaskan. “Kalau begitu, aku permisi dulu, Kak. Terima kasih!” “Sama-sama, Kak. Terima kasih sudah menikmati hari di Kedai Starlight! Kami tunggu kedatangannya kembali!” Gadis SMA tersebut akhirnya pergi meninggalkan kedai langganannya dengan semangat. Terlihat ia tak sabar membawa brownies miliknya tuk di bawa pulang. “Kau dengar, Ren? Sejak tadi pagi, banyak pelanggan yang memuji kue dan donat buatanmu. Tanganmu ini sungguh ajaib.” Rilla mengangkat kedua tangan Rena dengan tawa. Gelak tawa lucu Rilla yang renyah menular pada Rena. “Syukurlah kalau banyak yang suka.” Keduanya saat ini menjaga kedai dan merangkap sebagai kasir karena Onky dan Panji sedang melaksanakan salat Ju

    Last Updated : 2025-01-11
  • Cinta Terakhir   BAB 15 : Kericuhan

    Hiruk piruk manusia memenuhi sebuah pasar yang terkenal menjajakan pakaian modis dengan harga terjangkau. Riuh para pembeli dan pedagang saling beradu, tetapi ketiga manusia itu masih saja betah di sana selama tiga jam. “Para wanita memang menjengkelkan!” geram Onky yang sudah kewalahan. “Idih! Baru begini saja sudah mengeluh,” sindir Rilla. Rena masih sibuk mencari apa yang akan ia gunakan besok pagi tuk menghadiri pernikahan Noe dan Prisa. Rilla sebenarnya sudah mendapatkan apa yang ia mau, tetapi jiwa wanitanya meronta-ronta tuk membeli banyak baju gaul. Lihatlah si Onky! Wajahnya cemberut dengan tangannya membawa banyak belanjaan baju milik Rilla. Padahal, miliknya hanya satu papper bag saja. Hari ini, Panji membiarkan kedainya buka hanya sampai siang hari dan libur keesokan harinya. Ia meminta para pegawainya besok pagi menghadiri pernikahan sang kakak. “Ren, kau mau pilih yang mana?” Rena menggeleng, tersenyum kecut. Perihal fashion, ia memang payah. “Ish!

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • Cinta Terakhir   BAB 28 : Cubit Gemas

    Dewi meneguk ludah teramat sulit. “Dulu, Ibu kerja sebagai sekretaris papamu. Mas Hendra setiap hari mengeluhkan pernikahannya dengan Mbak Ratna. Mbak Ratna terlalu sibuk dengan kehidupannya yang glamor. Bahkan setelah pulang kerja, Mas Hendra tak dilayani dengan baik, sering juga mendapati istrinya tak berada di rumah hanya karena perkumpulan sosialitanya.” Sekar termenung, merasa benar dengan sifat sang mama yang demikian. Sibuk arisan, menongkrong bersama teman-teman yang rata-rata istri pengusaha dan pejabat. “Ibu awalnya hanya iba. Namun, Mas Hendra salah mengartikannya. Dia melamar Ibu sehari setelah peluncuran produk susu kotak terbaru saat itu. Tentu Ibu menolaknya, tak mau jadi duri dalam pernikahan orang lain. Walau pun saat itu status Ibu adalah janda, tetapi Ibu tak berniat menikah lagi.” Tak bisa dipungkiri, ini pertama kali Sekar duduk bersebelahan dengan Dewi, wanita jahat yang amat dibencinya. Namun, entah mengapa ia tak merasa Dewi wanita yang buruk, justru seba

  • Cinta Terakhir   BAB 27 : Sayang

    “Ibu tadi beli soto ayam kesukaan Nak Sekar.” Tangan Dewi dengan telaten membuka rantang putih tiga susun miliknya yang ketinggalan zaman. Luka di bibir dan tangan Sekar kian berangsur membaik. “Ayo, buka mulutnya!” Dewi menyodorkan suapan tepat di depan mulut Sekar. Gadis bersurai sebahu itu melipat bibir ke dalam. “A-aku bisa makan sendiri.” Kedekatan ini membuat hatinya tak nyaman. Bagaimana pun juga Dewi telah merebut sang papa. Keduanya menikah diam-diam, membuat keharmonisan yang dulu ada sirna sudah. Lagi pula, kebenciannya pada wanita berhijab itu masih terasa nyata. Dewi memang menolongnya dari anak buah Sal yang hendak menodainya. Bahkan, pukulan kayu balok sempat mengenai punggung ringkih itu. Namun, satu kebaikan tak cukup menghapus keburukan di masa lalu yang begitu mendalam, mengakar dalam hati dan pikiran. “Bukankah kau suka disuapi? Papamu selalu cerita kalau ....” Sadar akan perkataannya, Dewi langsung terdiam. Kecanggungan semakin terasa, atmosfer pa

  • Cinta Terakhir   BAB 26 : Istriku

    Noe berjalan perlahan, menatap iba sang sepupu yang memandang lurus, sorotnya sendu. Sudah dua hari Rena terbaring koma. Selama itu pula Mahen merenung, menyalahkan diri sendiri yang tak becus menjaganya. “Hen, minum dulu.” Noe menyodorkan air mineral botol yang diterima Mahen dengan lemas. Ia terduduk, mengembuskan napas berat. “Ada kemajuan?” Kepala Mahen menggeleng pelan, bahunya menurun. Noe yakin, sangat yakin. Saat ini, Mahen sedang dilanda kekhawatiran yang besar. “Aku mengenal Rena, sangat mengenalnya. Dia pasti bisa sembuh. Dia wanita yang kuat dengan mata sendunya.” Noe memberi afirmasi positif agar pikiran Mahen tak kacau. Tangan pria berjaket kulit hitam itu menyugar rambut dengan kalut. “Noe, aku takut. Entah mengapa di sini,” tangannya menepuk-nepuk dada sendiri, “sakit sekali melihatnya terbaring tak berdaya. Aku takut jika dia tak membuka mata lagi.” Maniknya memerah, rahang berkedut. Bibir Noe melengkung tipis. Dugaan yang lama ia simpan seolah mendap

  • Cinta Terakhir   BAB 25 : Panas Hati

    “Sepuluh menit lagi syuting dimulai. Cepat bersiap!" Riani mendengkus, mematikan sambungan ponsel yang tak ada jawaban dari seberang sana. “Kekasihmu lagi?” Sebagai asisten pribadi, wanita gembul cantik itu memberi botol minum pada Riani. Riani menerima, menenggak terburu-buru hingga suara tegukan dapat terdengar jelas. “Hah!” Usapan tangan di bibir yang basah begitu anggun. “Mahen ... akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi." “Mungkin dia sibuk.” “Sesibuk apa pun, dia pasti lebih mengutamakanku.” Gigi mengatupkan bibir, menduga-duga. Empat tahun bekerja bersama Riani membuatnya begitu paham. "Kenapa tidak cari pria single saja, sih? Dia sudah beristri.” Tatapan Riani menghunus tajam. Tak suka dengan sebutan “sudah beristri” yang didengarnya. “Tak ada yang lebih baik dari Mahen. Dia selalu memprioritaskan aku sejak dulu. Lagi pula, mereka akan bercerai.” Gigi mendesah pelan sembari membenarkan kacamatanya. “Kudengar hubungan itu saling timbal balik. Saat dia me

  • Cinta Terakhir   BAB 24 : Jangan Tinggalkan Aku!

    BUGH! BUGH! Untuk pertama kalinya, Rena menyaksikan puncak kemarahan seorang Mahen. Tinju pria itu tepat sasaran, membuat Sal mengerang, memekikkan telinga. Wajah, perut, kaki, semua tak luput dari keberingasannya yang liar. Tak lama, derap kaki serentak terdengar mendekat. Beberapa pria berseragam polisi datang. Tubuh Mahen yang tengah menduduki Sal bangkit, tangannya terkepal, cairan merah menempel. Sal diringkus dengan wajah bonyok dan napas tersengal. “Kurang ajar! Lepaskan aku!” Sal mencak-mencak, tak terima diseret dan diborgol. Rena masih terduduk di kasur, memeluk diri sendiri penuh gemetar. Gigi Mahen bergemeletuk menyaksikan kondisi sang istri yang acak-acakan. “Rena, apa ada yang terluka?” Kedua tangan besarnya yang hangat menangkup pipi sang istri, membuat wanita itu membalas tatapannya. Tak ada suara. Hanya air mata yang deras seperti sungai mengalir. Sudut bibir merah mudanya melengkung ke bawah. Mahen merengkuh tubuh Rena ke dalam pelukan, berharap

  • Cinta Terakhir   BAB 23 : Menyelamatkan Adik Ipar

    “Enak banget makanannya, Bu. Kapan-kapan kita harus ke sini lagi.” Rena tersenyum senang. Tangannya mengelus perut yang kenyang. Dewi terkekeh melihat ekspresi wanita di sampingnya. “Iya, Nak.” Saat hendak menyalakan motor, tak disengaja mata Rena menangkap sesuatu yang ia kenali. “Lho, bukannya dia Sekar?” Spontan Dewi menoleh ke arah yang sama. “Astagfirullah! Siapa pria itu?” Tampak pria bersetelan jas abu-abu menarik paksa Sekar tuk masuk mobil hitamnya. Yang lebih membuat Rena melongo, tampilan Sekar sangat terbuka. Gaun merah dengan pundak terbuka dan panjang selutut. Rena cukup mengetahui jika adik iparnya tak suka pakaian terlalu terbuka. “E-eh, mau ke mana mereka?” “Nak, ayo kita ikuti Sekar! Ibu merasa dia dalam bahaya.” Rena pun mengangguk setuju. Motor biru bututnya menyala, menerobos jalanan yang lumayan ramai dengan gesit. “Bu, tolong hubungi Mahen. Ponselku ada di saku jaket.” Dewi merogoh saku jaket hitam Rena tuk mengambil ponsel. Tangan kirinya be

  • Cinta Terakhir   BAB 22 : Perginya Rena

    Keinginan tuk pergi meninggalkan rumah Mahen nyatanya baru terwujud sekarang. Ya, dua minggu sejak ia keluar dari rumah sakit. Rasa nyeri di sekujur tubuh membuatnya mengurungkan niat tuk sementara waktu. Dan di sinilah ia sekarang, berada di kost kecil satu petak dengan kamar mandi dalam. Jaraknya tak terlalu jauh dari Kedai Starlight. Hanya cukup keluar gang kecil beberapa ratus meter. Tak ada kata pamit secara langsung. Di dalam secarik kertas yang diletakkannya di nakas pinggir ranjang Mahen, Rena menumpahkan semua kegundahan, alasan mengapa memilih berpisah rumah. Perceraian. Rena mantap untuk itu. Walau ia rasakan akhir-akhir ini Mahen sedikit lunak. Ciuman mereka di pasar malam sempat menggoyahkannya sesaat. Apa pun itu, Rena tetap sadar diri. Di hati Mahen hanya ada Riani, dan tak ada yang bisa menyingkirkannya. Baru saja langkah Rena keluar dari kost, seorang wanita yang dikenalinya juga keluar, membawa tas kain merah merek salah satu minimarket ternama. “Bu Dewi?”

  • Cinta Terakhir   BAB 21 : Amarah Mahen

    “Jawab!” “Mahen! Apa yang kau lakukan?” Rena terbelalak saat dengan kasar Mahen mencengkeram kedua sisi bahu wanita tua itu. Tubuhnya spontan bangkit hendak duduk, tetapi kepalanya yang luka begitu berat dan nyeri. “Aw!” “Rena!” Tangan Mahen melepas cengkeramannya, beralih pada sang istri yang meringis sembari memegangi kepala yang diperban. Bagaimana tak sakit? Tiga jahitan diterima kepala Rena setelah terkena batu saat tawuran. Dewi, wanita paruh baya berjilbab itu menangis dalam diam. Sesekali diusapnya air mata yang hampir menetes. Dalam ketakutan, ekor matanya melirik Mahen. Mahen terduduk di kursi, menggenggam tangan Rena penuh kelembutan. Tangan lainnya terangkat, menyentuh pipi tembam sang istri. Tindakan yang tak biasa semakin membuat Rena mengernyit. Noe hanya bisa diam, tak tahu harus bagaimana. Wanita yang membuat Mahen naik pitam tentu ia mengenalnya. “Rena, bagaimana bisa ini terjadi?” Wajah yang biasa dingin dan tak peduli, kini menyorotkan kekhawati

  • Cinta Terakhir   BAB 20 : Wanita Berkerudung Hitam

    Langkahnya perlahan menyusuri trotoar, menghirup segar udara selepas hujan. Ia suka dengan suasana seperti ini, ketika para manusia mulai keluar dari tempat berteduh, berjalan tuk melanjutkan keinginan yang sempat tertunda. Satu minggu, sikap Rena dan Mahen menjadi canggung satu sama lain. Setelah apa yang Mahen lakukan di bawah rinai hujan malam itu, tak ada sepatah kata sebagai klarifikasi. Selama itu pula, keduanya hanya bicara jika perlu, tak berniat mengungkit. “Ya, ampun! Ini sudah hampir pukul delapan. Aku harus sampai ke kedai. Kalau telat, Kak Onky akan menjelma jadi ibu-ibu cerewet.” Rena berlari kecil. Sial sekali karena motor bututnya mogok saat dinyalakan tadi sebelum berangkat. Suara riuh terdengar dari belakang, mendekat seperti mengikuti langkah Rena. Saat menoleh, dilihatnya banyak para pemuda berseragam sekolah awut-awutan tunggang-langgang. “Lari! Ada tawuran!” Beberapa manusia di sekitar Rena ikut menjauh. Jumlah pemuda onar ada banyak. Rena tak luput

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status