Beranda / CEO / Cinta Terakhir / BAB 5 : Ternoda

Share

BAB 5 : Ternoda

Penulis: Ara Mira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-11 08:34:36

“Tolong, lepaskan aku!” teriak Rena kesakitan.

Telinga Mahen seakan tuli. Tangannya masih mencengkeram kuat dan menyeret Rena masuk ke dalam rumah.

Isak tangis menggema. Lastri tergopoh-gopoh menghampiri.

“Astagfirullah! Tuan, jangan sakiti Non Rena.” Tanpa sadar, Lastri pun ikut menangis. Cukup sudah kesakitan yang ia saksikan selama ini. Rena adalah wanita yang baik dan berhak bahagia.

Mahen makin berang saat Lastri berusaha melepaskan cengkeramannya pada Rena. “Diam, Mbok!” bentaknya, membuat raut kekecewaan tercetak di gurat wajah tua Lastri.

Rena terpaku, menatap Mahen tak percaya. Selama yang ia tahu, Mahen sangat menghormati Lastri bak ibu kandungnya sendiri. Lasti juga yang membantu mengurus Mahen sejak sekolah dasar.

“Mahen! Kau tak berhak membentak Mbok Lastri!” protes Rena dengan berani di sisa tenaga yang ada meski suaranya hampir hilang.

Mahen tetap menyeret Rena ke lantai dua. Rena pun tak tahu mengapa Mahen begitu semarah ini.

Mahen membawa Rena masuk ke kamarnya, lalu menutup pintu dengan kasar. Kamar bernuansa abu-abu itu seketika mencekam.

Dapat Rena lihat Mahen melepas jas dan melemparnya sembarangan. Lengan kemeja ia gulung, menampilkan tangan berotot yang kencang. Mahen melepaskan dasi, membuka tiga kancing teratas dari kemejanya.

Kemeja itu sama dengan kemeja kusut saat Mahen dan Riani bercumbu.

“Kau mau apa?” Rena terjatuh di atas ranjang dengan posisi terduduk. Mahen semakin mendekat ke arahnya.

Seringai pria itu tampak mengerikan. Matanya tak lepas dari Rena yang berubah pias.

Tangan besar Mahen mencengkeram wajah Rena kuat-kuat. “Dasar murahan! Beraninya kau berselingkuh di belakangku!” Semakin kuat pula cengkeramannya. Rena hanya bisa terisak.

Air muka Rena yang tak karuan membuat Mahen muak. Dilepasnya cengkeraman itu dengan kasar. Rena semakin menangis pilu.

“Apa kau sudah gatal? Aku peringatkan kau, Rena. Jangan mendekati pria lain sebelum kita bercerai!”

"Aku tidak ada hubungan dengan Panji."

"Namanya Panji?" Mahen meremehkan.

Dengan sedikit keberanian, Rena menjawab, “Ke-kenapa jika aku mendekatinya? Bukankah aku boleh melakukannya?” Rena berbohong.

Mahen semakin berang. “Aku tak mau semua orang tahu jika kau adalah menantu keluarga Wiratama. Apa kau yakin pria tadi baik?”

“Setelah bercerai, aku akan menikah lagi. Calon suamiku pasti akan tahu jika aku mantan istrimu.”

“Kau harus bisa membuat dia tutup mulut. Bagaimana pun caranya.”

"Mustahil!"

"Aku tak ingin setelah menikah dengan Riani, kau membawa-bawa status sebagai mantan istriku demi kepentinganmu. Kau harus tutup mulut. Jika tidak, kau akan menyesal berurusan denganku," ancam Mahen.

“Kau egois, Mahen! Manusia egois sepertimu tak akan bisa menemukan cinta yang tulus!” Kalimat nyalang Rena membuat Mahen murka.

Mahen mengunci pergerakan Rena yang kini terlentang. “Rencana perceraian ternyata membuatmu semakin berani. Di mana mata penuh cinta yang selalu kau tunjukkan padaku?" Mahen tertawa melihat Rena yang sudah kewalahan menghalaunya. “Kau sudah gatal, bukan? Aku akan memberi apa yang kau inginkan dariku.”

Rena menggelepar saat Mahen mulai membuka kancing kemejanya. Teriak kesakitan Rena tak mampu membuat Mahen sadar.

"Hentikan! Tolong!"

"Percuma! Tak ada yang bisa mendengarmu."

Mahen menjelma bak iblis. Rena sama sekali tak mengenalnya.

Mata Rena terpejam pasrah. Ia hanya bisa terisak saat Mahen meminta haknya sebagai suami tuk kedua kalinya. Penuh paksaan dan kesakitan.

Entah sudah berapa jam, Mahen akhirnya menghentikan permainan dengan senyum puas. Tak peduli dengan Rena yang meringis kesakitan.

“Minum ini. Cepat!” Mahen menyodorkan pil pencegah kehamilan, memaksa Rena tuk meminumnya.

Saat pil itu sudah Rena telan, Mahen tersenyum meremehkan.

"Apa dia kaya?"

Rena tak paham. "Maksudmu?"

"Dia, si Panji. Apa dia kaya raya? Bukankah kau selalu ingin menikahi pria kaya untuk menaikkan status sosial dan memanfaatkan uangnya?" Mahen terkekeh, lalu memejamkan mata. Keringat membuat kulit sawonya tampak mengkilap

Tangan Rena mencengkeram selimut yang membalut tubuh. "Apa kau memandangku serendah itu?" ujarnya pelan.

Dengan tertatih, Rena yang sudah berpakaian lengkap mulai berjalan keluar kamar Mahen. Ia masuk ke kamarnya sendiri, tak lupa mengunci pintu. Tubuhnya merosot di lantai. Rena menangis tergugu.

“Aaaaaaa!” Rena memukul-mukul tubuhnya sendiri. Ia merasa kotor. Mahen melakukannya seolah-olah Rena adalah wanita bayaran.

Tubuh lemah itu merangkak menuju kasur. Di bawah selimut tebal, ia memeluk diri sendiri. Mata yang biasa berbinar indah kini menyorotkan kekosongan. Lama Rena termenung, hingga akhirnya kantuk mengalahkannya.

~~~~~~

"Ke mana si upik abu? Sudah jam segini masih saja tidur." Sekar memutar bola mata malas.

Lastri yang baru saja menuangkan susu di gelas milik Mahen hanya terdiam, tak berani mengungkapkan yang sebenarnya.

"Ma, ini ayam bakarnya enak. Aku buat sendiri, lho!" Riani mengambil ayam bakar dan meletakkan di piring Ratna.

Wanita bersanggul itu menerima dengan senang hati. "Kau memang menantu idamanku, Riani. Mama berharap kau cepat menikah dengan Mahen supaya bisa memasakkan makanan enak-enak buat Mama."

Riani menimpali dengan tawa renyah. "Tentu, dong, Ma!"

Mahen masih terdiam sembari mengunyah makanan dengan tenang. Pikirannya kembali ke kejadian semalam. Ia merasa terlalu berlebihan dan kelewat batas. Untung saja kesadarannya kembali, sehingga ia memberi pil pencegah kehamilan kepada Rena. Jika Rena sampai hamil, hancur sudah rencana yang ia bangun selama ini.

"Wah, si upik abu mau ke mana, nih?"

Mahen melirik Rena yang sudah rapi. Wanita itu memakai baju turtle neck abu-abu di musim kemarau yang pastinya membuat badan gerah. Namun, Mahen tentu tahu alasan Rena rela menggunkan baju itu.

"Non Rena sakit?" tanya Lastri yang mendapat tatapan sinis Ratna.

Rena mengangguk lemah. "Aku cuma sedikit demam saja, Mbok. Sudah minum obat, kok." Kalimat penenang tampaknya tak membuat Lastri lega. Gurat kecemasan masih sangat kentara.

Mahen hanya menyimak, sesekali mencuri pandang ke arah Rena.

"Selain mandul, dia itu penyakitan," sindir Ratna menohok.

Rena berusaha menahan tangis. Tenggorokannya sudah tercekat. Tenggelam ke dalam muka bumi mungkin akan menjadi pilihan terbaik.

"Aku pergi dulu." Tanpa menoleh lagi, Rena bergegas meninggalkan kediaman Mahendra Wiratama.

Entah mengapa Mahen merasa suasana hatinya memburuk. Tanpa sadar, ia menaruh sendok dan garpu dengan kasar, membuat suara gaduh yang memekikkan telinga.

"Mahen! Ada apa?" Ratna memekik kaget.

"Aku berangkat ke kantor dulu." Mahen mengambil tasnya buru-buru.

"Lho, kenapa buru-buru, sih? Ini masih pagi, Mahen. Riani sudah masak banyak makanan untuk kita sarapan," protes Ratna tak terima.

"Maaf, Ma. Ada berkas yang harus cepat aku urus. Aku pergi dulu." Mahen berlalu tanpa mendengar panggilan Ratna yang menggelegar. Bahkan, ia sama sekali tak memandang Riani sebelum pergi.

Bab terkait

  • Cinta Terakhir   BAB 6 : Tak bisakah kau mencintaiku?

    Perlahan tapi pasti, Rena mengendarai motor biru bututnya tanpa arah dan tujuan yang jelas. Pikirannya sedang kacau balau. Mahen melukai harga dirinya tanpa sedikit pun rasa iba. Dua kali, dua kali ia dipaksa melayani Mahen dan pria itu berhasil menorehkan luka hati mendalam.“Aku ingin bercerai, tetapi dia malah menodaiku. Bagaimana jika aku hamil? Aku tak mau dimadu. Hiks!” Pil pencegah kehamilan yang diberikan Mahen ternyata tak mampu menenangkan kegundahan Rena.Rena tiba di kawasan taman yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Permen kapas warna-warni seolah menggodanya tuk mendekat.Meski hari kerja, pagi ini banyak muda-mudi berdatangan. Ada yang sekadar lari pagi, mencari jajanan, bahkan cuma duduk-duduk dan bersenda gurau.Rena memarkirkan motor, lalu berlari kecil ke arah lelaki penjual permen kapas.“Dek, beli permen kapasnya satu.” Rena memanggilnya seperti itu karena si penjual tampak masih remaja.“Mau beli yang warna apa, Kak? Merah muda, ungu, biru, atau yang pelang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Cinta Terakhir   BAB 1 : Ceraikan Aku

    “Ceraikan aku!”Wajah Mahen masih dingin, seolah kalimat yang diutarakan Rena hanya angin lalu. Andai Mahen tahu, Rena mati-matian mengumpulkan nyali demi mengucapkannya.Pandangan menghunus Mahen bak ingin menelan Rena hidup-hidup. Selama satu tahun pernikahan, sifat dingin dan cuek suaminya membuat Rena layaknya seonggok sampah tak bernilai.“Kau dan Riani sudah kembali menjalin kasih, bukan?” Degup jantung hampir meledak di dalam sana. Manik Rena menatap takut Mahen yang masih datar.“Benar.”Merosot sudah bahu Rena. Benar kata Sekar, adik iparnya, jika cinta Mahen sudah habis untuk Riani. Kenyataan itu menyadarkan Rena akan posisi sesungguhnya.Rena hanya pengantin pengganti, bukan pelabuhan terakhir.Dirinya yang tak lain hanya penjual jajanan pasar langganan keluarga Wiratama, karena kaburnya sang pengantin wanita, diminta menjadi pengantin pengganti demi nama baik keluarga atas permintaan mendiang eyang Mahen, Aminah. Hati Rena merekah. Mahen yang amat menyayangi sang eyang, me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Cinta Terakhir   BAB 2 : Aneh

    “Egh ....”Seberkas sinar mengusik kedamaian. Tubuh kurus di bawah selimut menggeliat. Netra yang terpejam perlahan terbuka. Beberapa kali ia mengerjap untuk mengumpulkan kesadaran penuh.Pandangan pertama yang menyapa adalah kamar serba putih yang tak asing.“Kamar? Aku di kamar?”“Non Rena sudah bangun?”Rena menoleh ke sumber suara. Lastri, wanita paruh baya yang bekerja sebagai ART, menyibak beberapa gorden yang masih tertutup.Rena bangkit dari tidur dan terduduk. Sebuah handuk kecil terjatuh di pangkuan. Dapat ia rasakan di beberapa helai rambut sekitar kening tampak sedikit lembap.“Bagaimana bisa aku ada di sini, Mbok?” Tangan Rena sedikit memijit pangkal hidung. Badan terasa remuk dan lemas seolah semua tulang telah rontok satu persatu.“Semalam si bos yang bawa Non Rena pulang. Non Rena pingsan dan basah kuyup. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi, Non?” Lastri mendekat, duduk di sisi ranjang. Hubungan mereka sudah dekat sekali. Lastri menganggap Rena seperti anak sendiri.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Cinta Terakhir   BAB 3 : Pekerjaan Baru

    “Astaga, Rilla! Kenapa kau tak bilang dari semalam kalau mau bolos?” Suara kepanikan sampai di telinga Rena yang tengah duduk di depan kedai yang masih tutup.Jam menunjukkan pukul setengah delapan dan Rena sudah pergi sejak beberapa menit yang lalu dari rumah karena diusir sang mertua.Si miskin yang memuakkan, begitu kata-kata umpatan Ratna untuk Rena.Adanya Rena di depan kedai ini pun karena tak tahu harus pergi ke mana. Yang pasti, ia ingin mencari pekerjaan baru.Pria berambut kribo itu masih menggerutu. Percakapan di seberang sana tak sengaja terdengar di telinga Rena.“Siapa yang tahu kalau aku bakal kena diare? Dasar brokoli!”“Pft!” Spontan Rena menutup mulut karena menahan tawa.Pria yang masih memegang ponsel itu seketika mengakhiri panggilan, menoleh ke arah Rena dan melirik sebal.“Kau pikir ini lucu?” sindirnya.Rena yang sadar akan kesalahannya buru-buru menetralkan wajah. “Ma-maaf.”Tak ada sahutan. Si pria membuka pintu kedai. Mulutnya masih saja komat-kamit dengan r

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Cinta Terakhir   BAB 4 : Terluka

    Pagi ini, Rena telah berdiri di gedung milik Wira Group. Lastri memintanya tuk mengirim map merah milik Mahen yang tertinggal.Jujur, Rena sebenarnya tak mau melihat muka Mahen. Kemarin, Mahen memakinya karena tak memberi kabar. Soal pekerjaan baru, ia merahasiakan dari siapa pun. "Lain kali kalau mau kelayapan, balas pesanku!" Mahen membentak Rena yang baru saja menginjakkan kaki di rumah. Saat hendak masuk gedung, Rena menilik penampilannya yang buluk. Para karyawati dengan rapi memakan pakaian formal yang elegan. Sedangkan ia, ia hanya mengenakan celana hitam, kemeja biru gelap, dan sepasang sepatu lusuh. “Bagaimana ini? Aku takut.” Rena mencengkeram ujung bajunya sendiri. Langkahnya berjalan pelan dengan ketakutan yang mendarah daging. “Hei! Cari siapa?” Suaranya menggelegar, hingga Rena terlonjak kaget. “Sa-saya Rena, Pak. Mau antar ini,” sembari mengangkat map merah di tangan kanan. “Oh! Kau kurir?” tebak pria berkumis tebal dengan seragam satpam. Namanya Rob. Bibir Rena

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Cinta Terakhir   BAB 6 : Tak bisakah kau mencintaiku?

    Perlahan tapi pasti, Rena mengendarai motor biru bututnya tanpa arah dan tujuan yang jelas. Pikirannya sedang kacau balau. Mahen melukai harga dirinya tanpa sedikit pun rasa iba. Dua kali, dua kali ia dipaksa melayani Mahen dan pria itu berhasil menorehkan luka hati mendalam.“Aku ingin bercerai, tetapi dia malah menodaiku. Bagaimana jika aku hamil? Aku tak mau dimadu. Hiks!” Pil pencegah kehamilan yang diberikan Mahen ternyata tak mampu menenangkan kegundahan Rena.Rena tiba di kawasan taman yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Permen kapas warna-warni seolah menggodanya tuk mendekat.Meski hari kerja, pagi ini banyak muda-mudi berdatangan. Ada yang sekadar lari pagi, mencari jajanan, bahkan cuma duduk-duduk dan bersenda gurau.Rena memarkirkan motor, lalu berlari kecil ke arah lelaki penjual permen kapas.“Dek, beli permen kapasnya satu.” Rena memanggilnya seperti itu karena si penjual tampak masih remaja.“Mau beli yang warna apa, Kak? Merah muda, ungu, biru, atau yang pelang

  • Cinta Terakhir   BAB 5 : Ternoda

    “Tolong, lepaskan aku!” teriak Rena kesakitan. Telinga Mahen seakan tuli. Tangannya masih mencengkeram kuat dan menyeret Rena masuk ke dalam rumah. Isak tangis menggema. Lastri tergopoh-gopoh menghampiri. “Astagfirullah! Tuan, jangan sakiti Non Rena.” Tanpa sadar, Lastri pun ikut menangis. Cukup sudah kesakitan yang ia saksikan selama ini. Rena adalah wanita yang baik dan berhak bahagia. Mahen makin berang saat Lastri berusaha melepaskan cengkeramannya pada Rena. “Diam, Mbok!” bentaknya, membuat raut kekecewaan tercetak di gurat wajah tua Lastri. Rena terpaku, menatap Mahen tak percaya. Selama yang ia tahu, Mahen sangat menghormati Lastri bak ibu kandungnya sendiri. Lasti juga yang membantu mengurus Mahen sejak sekolah dasar. “Mahen! Kau tak berhak membentak Mbok Lastri!” protes Rena dengan berani di sisa tenaga yang ada meski suaranya hampir hilang. Mahen tetap menyeret Rena ke lantai dua. Rena pun tak tahu mengapa Mahen begitu semarah ini. Mahen membawa Rena masuk ke

  • Cinta Terakhir   BAB 4 : Terluka

    Pagi ini, Rena telah berdiri di gedung milik Wira Group. Lastri memintanya tuk mengirim map merah milik Mahen yang tertinggal.Jujur, Rena sebenarnya tak mau melihat muka Mahen. Kemarin, Mahen memakinya karena tak memberi kabar. Soal pekerjaan baru, ia merahasiakan dari siapa pun. "Lain kali kalau mau kelayapan, balas pesanku!" Mahen membentak Rena yang baru saja menginjakkan kaki di rumah. Saat hendak masuk gedung, Rena menilik penampilannya yang buluk. Para karyawati dengan rapi memakan pakaian formal yang elegan. Sedangkan ia, ia hanya mengenakan celana hitam, kemeja biru gelap, dan sepasang sepatu lusuh. “Bagaimana ini? Aku takut.” Rena mencengkeram ujung bajunya sendiri. Langkahnya berjalan pelan dengan ketakutan yang mendarah daging. “Hei! Cari siapa?” Suaranya menggelegar, hingga Rena terlonjak kaget. “Sa-saya Rena, Pak. Mau antar ini,” sembari mengangkat map merah di tangan kanan. “Oh! Kau kurir?” tebak pria berkumis tebal dengan seragam satpam. Namanya Rob. Bibir Rena

  • Cinta Terakhir   BAB 3 : Pekerjaan Baru

    “Astaga, Rilla! Kenapa kau tak bilang dari semalam kalau mau bolos?” Suara kepanikan sampai di telinga Rena yang tengah duduk di depan kedai yang masih tutup.Jam menunjukkan pukul setengah delapan dan Rena sudah pergi sejak beberapa menit yang lalu dari rumah karena diusir sang mertua.Si miskin yang memuakkan, begitu kata-kata umpatan Ratna untuk Rena.Adanya Rena di depan kedai ini pun karena tak tahu harus pergi ke mana. Yang pasti, ia ingin mencari pekerjaan baru.Pria berambut kribo itu masih menggerutu. Percakapan di seberang sana tak sengaja terdengar di telinga Rena.“Siapa yang tahu kalau aku bakal kena diare? Dasar brokoli!”“Pft!” Spontan Rena menutup mulut karena menahan tawa.Pria yang masih memegang ponsel itu seketika mengakhiri panggilan, menoleh ke arah Rena dan melirik sebal.“Kau pikir ini lucu?” sindirnya.Rena yang sadar akan kesalahannya buru-buru menetralkan wajah. “Ma-maaf.”Tak ada sahutan. Si pria membuka pintu kedai. Mulutnya masih saja komat-kamit dengan r

  • Cinta Terakhir   BAB 2 : Aneh

    “Egh ....”Seberkas sinar mengusik kedamaian. Tubuh kurus di bawah selimut menggeliat. Netra yang terpejam perlahan terbuka. Beberapa kali ia mengerjap untuk mengumpulkan kesadaran penuh.Pandangan pertama yang menyapa adalah kamar serba putih yang tak asing.“Kamar? Aku di kamar?”“Non Rena sudah bangun?”Rena menoleh ke sumber suara. Lastri, wanita paruh baya yang bekerja sebagai ART, menyibak beberapa gorden yang masih tertutup.Rena bangkit dari tidur dan terduduk. Sebuah handuk kecil terjatuh di pangkuan. Dapat ia rasakan di beberapa helai rambut sekitar kening tampak sedikit lembap.“Bagaimana bisa aku ada di sini, Mbok?” Tangan Rena sedikit memijit pangkal hidung. Badan terasa remuk dan lemas seolah semua tulang telah rontok satu persatu.“Semalam si bos yang bawa Non Rena pulang. Non Rena pingsan dan basah kuyup. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi, Non?” Lastri mendekat, duduk di sisi ranjang. Hubungan mereka sudah dekat sekali. Lastri menganggap Rena seperti anak sendiri.

  • Cinta Terakhir   BAB 1 : Ceraikan Aku

    “Ceraikan aku!”Wajah Mahen masih dingin, seolah kalimat yang diutarakan Rena hanya angin lalu. Andai Mahen tahu, Rena mati-matian mengumpulkan nyali demi mengucapkannya.Pandangan menghunus Mahen bak ingin menelan Rena hidup-hidup. Selama satu tahun pernikahan, sifat dingin dan cuek suaminya membuat Rena layaknya seonggok sampah tak bernilai.“Kau dan Riani sudah kembali menjalin kasih, bukan?” Degup jantung hampir meledak di dalam sana. Manik Rena menatap takut Mahen yang masih datar.“Benar.”Merosot sudah bahu Rena. Benar kata Sekar, adik iparnya, jika cinta Mahen sudah habis untuk Riani. Kenyataan itu menyadarkan Rena akan posisi sesungguhnya.Rena hanya pengantin pengganti, bukan pelabuhan terakhir.Dirinya yang tak lain hanya penjual jajanan pasar langganan keluarga Wiratama, karena kaburnya sang pengantin wanita, diminta menjadi pengantin pengganti demi nama baik keluarga atas permintaan mendiang eyang Mahen, Aminah. Hati Rena merekah. Mahen yang amat menyayangi sang eyang, me

DMCA.com Protection Status