“Aku mohon jangan lakukan itu, Mas Reno, argh!” teriak Maya bergema saat tubuhnya dilempar kasar ke ranjang pengantin yang sudah Reno persiapkan.
“Sudah jangan berisik lagi, Maya. Kau hanya tinggal menikmati saja. Cukup kau teriakan saja namaku nanti, oke.” Reno kini tak sungkan lagi untuk menggarap sawah Maya yang katanya belum pernah dicocok tanami. Reno merangkak saat gadis itu mencoba kabur darinya, tangan Reno dengan cepat mendorong kembali tubuhnya ke ranjang. Tanpa Maya bisa melihat pergerakan dari Reno, dia sudah dengan cepat melemparkan baju yang dipakainya. Pintu tidak ditutup oleh Reno, dia membiarkannya terbuka hingga Rama bukan mengintip, tapi dia sedang berdiri di tengah pintu menyaksikan tontonan live yang sedang kakaknya buat. “Jangan lakukan itu, Mas Reno. Aku mohon, Mas. Arghh!” Maya kembali menjerit. Saat ini gaun yang dipakainya bukan dibuka, tapi disobek dengan kasar oleh Reno. Maya sedang menyilangkan kedua tangannya didada. Menutupi dua benda kenyal miliknya. Reno terus menelan air liurnya. Sejak awal tak sengaja dia melihatnya, dia sudah penasaran. “Lepaskan May, biarkan aku melihat semua. Aku tidak ingin berbuat kasar padamu, jika kau menurut padaku. Jadi biarkan aku melihat semuanya!” Reno mencengkram tangan Maya, raungan kencang sudah memenuhi kamar. Tubuh Maya bergetar ketakutan, dia sangat takut jika ancaman dari Reno benar benar dia lakukan. “Aku mohon, Mas, jangan lakukan itu, huhuhuhuuu,” bukan berhenti raungannya. Maya makin kencang menangis dan mencoba membalikkan tubuhnya, agar tidak terlihat dua akses miliknya lagi. Rama menaikan sudut bibirnya kecut. Bagi Rama juga mungkin untuk Reno itu merupakan penolakan yang akan membuat kemarahan mereka memuncak. Namun, anehnya baik Reno juga Rama saat melihat Maya seperti itu, membuat mereka semakin tertantang untuk menaklukan Maya. Dia makin penasaran dengan gadis itu, terlebih tidak ada siapapun yang berani menolak setiap keinginan mereka. “Perlu gue, bantu? Mungkin gue pegang bagian bawahnya, lo bagian atas?” Rama menyeruak masuk tanpa permisi diantara mereka. Baik Reno dan Rama, mereka gemas dan sedikit kesal dengan tingkah Maya. Mereka seperti serigala kelaparan yang siap menerkam Maya kapan saja. Reno melirik Maya yang menggeleng kuat dan air matanya tak henti mengalir. "Aku mohon Mas, aku mohon, jangan lakukan itu, aku mohon, Mas," Maya masih mengulangi perkataan sama disela tangisnya. "Huh!" Reno membuang nafasnya kesal lalu turun dari ranjangnya. Mendorong Rama keluar dari kamarnya. "Gue bilang, dia cuma buat gue. Sorry, lo keluar dulu. Kalau lo lapar cari aja yang lain, bukannya lo juga masih ada stok? Atau lo panggil aja Nadia kesini. Mungkin kalau gue kurang, gue bisa nambah ke si Nadia jalang itu," Reno berkata tanpa basa basi, tanpa sempat Rama menjawab, pintunya sudah ditutup dan dikunci olehnya. Reno membalikkan tubuhnya dan sudah melihat Maya membungkus tubuhnya dengan selimut dan dia duduk di ujung tempat tidur. "Ayo dong, May, kamu benar-benar tidak ingin menjenguk ibumu dan pulang, hah? Kalau kamu seperti ini berarti kamu sendiri yang menghambatnya. Atau kamu menginginkan aku kolaborasi dengan adikku saat melakukan itu, um?" Kembali Maya disudutkan dengan kata-kata yang tak bisa ditolaknya. Dia tahu itu hanya sekedar rayuan pulau kelapa, tapi andaikan jika memang ancaman sebelumnya dilaksanakan, sama saja Maya membiarkan dirinya terkurung di kamar Reno selamanya. Tidak ada pilihan yang terbaik untuknya. Keduanya tetap merugikan dirinya. Dari segi apapun, dia tetap harus menyerahkan keperawanannya pada Reno. "Huhu-huhu, apa kau sungguh akan melepaskan dan membiarkan aku pulang setelah aku menuruti kemauannya, Mas?" sesegukan Maya sambil menatap wajah Reno. Reno perlahan menghampiri dan duduk dipinggir ranjang, "Kemarilah, semua akan kita bahas setelah kau melakukan pertunjukannya. Aku puas atau tidak tergantung dengan penampilanmu, um." Maya sudah terlihat frustasi gerakan tangan Reno seakan tak mengizinkan dirinya untuk menolak. Apalagi Reno menepuk tangannya agar Maya duduk dan menyerahkan diri ke pangkuannya. "Ayo, Maya, aku hitung lagi ya sampai tiga. Kesabaranku ada batasnya loh. Saat hitungan ketiga, aku pastikan kau tidak akan mendapatkan sikap lembut ku seperti ini lagi. Jadi sebaiknya kamu bekerja sama dan mendekatlah, ayo, kesini, Maya…." Reno masih menepuk pahanya memberikan kode agar gadis itu bergegas. Namun, Maya tetap menggeleng kuat dengan jawabannya. "Satu dua ti-," Reno memberikan penekanan pada hitungannya. Kedua matanya menatap dan mengintimidasinya. Tangan Reno terulur pada hitungan ketiga yang belum diselesaikan olehnya. Sesegukan tetap Maya lakukan, tapi mendengar tekanannya, mau tidak mau Maya menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia takut, mungkin saja kalau dia sedikit menjadi lebih penurut, Reno akan segera melepaskan dan tak jadi memintanya. Maya akan melakukan segala cara agar barang yang selama dua puluh tahun dilindungi tetap terjaga. Bahkan saat berpacaran dengan Bram pun Maya hanya mengizinkan Bram untuk menggenggam tangannya saja. "Ayo lepaskan selimutnya, biarkan aku mengagumi dan menyentuhnya," perintah Reno, dia mulai sedikit tidak sabaran tadi saja dia meraih pinggang Maya dengan cepat agar dia duduk di pangkuannya. "Mas aku mohon," Maya masih meminta lirih. "Kamu pilih buka sendiri atau aku yang akan membukanya dengan paksa!" dengus Reno. Dia sudah sampai pada puncak dimana, dibalik kain segitiga miliknya sudah meronta kembali meminta dimanjakan. Saat tak memperoleh respon Maya. Tangan Reno mencengkram selimut dan tentu saja siapa bersiap untuk membuatnya. "Lepaskan, Maya. Aku ini sudah menjadi suamimu dan untuk semua apapun yang kamu miliki, aku berhak mendapatkan semua tanpa harus ada ditutupi seperti ini." "Suami? Apa yang suami, Mas? Kita bahkan baru mengenalmu tadi siang," Bergetar tubuhnya. Tak kuasa lagi menolak permintaan sedikit mengancam dari Reno. "Huh, kamu berpikir aku sedang berbohong? Apa kau lupa? Buku nikah kita saja sudah tercetak dengan sempurna, bagaimana bisa kamu bilang kalau aku bukan suami kamu. Lantas kalau aku bukan suamimu, apa aku bagi kamu? Apa aku hanya menjadi seseorang untuk menanggung semua biaya perawatan dan operasi ibumu, hah?" Nadanya memang tidak tinggi, tetapi tekanan dari Reno membuat Maya kesulitan bernafas hingga tangannya pun lemas, melepaskan cengkraman di selimutnya dengan pasrah. Huh, susah sekali merayunya. Kalau aku tidak penasaran bagaimana rasanya aku nikmati tanpa paksaan, May, mungkin sejak tadi kamu sudah aku makan habis habisan. Kini selimut tadi perlahan turun dan sampai di perutnya. Maya sudah toples bagian atas tanpa benda penghalang. Hingga memperlihatkan apa yang sangat Reno inginkan sejak pertemuan tadi siang. Dua bongkahan kenyal milik Maya. Menantang, kencang, padat dan tentu saja siap dinikmati oleh Reno. "Cantik dan sangat indah. Aku benar-benar menyukainya, Maya. Ucapkan namaku dan jangan sungkan mengeluarkan suara indahmu, Maya kalau kau benar-benar menyukainya nanti." Reno memajukan kembali wajahnya. Melumat perlahan bibir mungil Maya dan tangannya sedang aktif meremas dikedua bongkahan kenyal yang sangat didambanya…“Mas Reno, ahh shh uumm aku kan tidak memaksamu untuk membantu. Kenapa sekarang kau seperti ini, Mas,” Maya mencoba bernegosiasi barangkal ucapannya barusan bisa membuat hatinya tergerak.Maya mulai hilang kendali saat sesuatu yang hangat bermain di dua bongkahan kenyal miliknya. Bergerak secara bergantian seperti seseorang yang sedang menikmati kenyotan.“Ahh umm shh, aku suka sekali Maya. Ini benar benar nikmat,” Reno menyahut dengan erangan saat dia menikmati dua bongkahan kenyal milik Maya.“Aku tahu, kamu memang tidak meminta bantuanku. Awalnya, aku memang hanya membutuhkan jasamu sebagai istri kontrakku saja. Meskipun kontrak, bawahanku membuatnya semua legal dan pesta tadi adalah resepsi kita, Maya. Jadi, terimalah kontraknya. Selama kau terikat kontrak denganku, kau juga punya kewajiban memberikanku kehangatan seperti ini. Tidak ada penolakan, kecuali kau sanggup mengembalikan uang jaminan yang kuberikan. Sebagai gantinya, kau harus membayarku lima kali lipat.”Reno memberika
Maya membuka matanya perlahan. Dia sekarang sedang berada berbagi selimut tanpa mengenakan sehelai benang pun. Diliriknya perlahan, wajah tampan dan bersinar. Sedang tertidur pulas seperti bayi. Alis hitam dan tebalnya menjadi ciri si kedua kembar yang tegas.Mata yang indah, bulu matanya lebat dan panjang. Lalu hidung mancung dan Maya memberanikan dirinya untuk menyentuh pipi Reno. Perlahan tanpa suara. Sudah pasti ini dikatakan sebagai malaikat tampan, tapi saat dia mengingat keberingasannya tadi malam, Maya ikut bergidik ngeri kembali.Perlahan dia ingin menyentuh wajahnya, namun tangannya sedetik kemudian dia tarik. Dia mengurungkan niat itu. Yang ada dia menarik perlahan selimut yang menutupi tubuhnya.Dia ingin segera beranjak dari ranjang yang telah merenggut mahkotanya. Baginya sudah cukup perasaaan tertekannya. Meskipun Maya tidak munafik dalam ketidakberdayaannya semalam, tubuhnya pun tidak menolak.Maya ingin mencari pakaian gantinya, tapi kembali dia bingung dimana dia ak
Maya melirik perlahan suami kontraknya yang sedang berbicara dengan serius pada orang tadi.“Ehem,” Rama berdehem, mencoba mengalihkan pandangan Maya agar melihat ke arahnya. Spontan karena terkejut Maya memalingkan wajahnya dan melanjutkan makannya tanpa menoleh ke arah Rama.“Jadi bagaimana rasanya … Kakak Ipar? Apa malam pertama kau sangat menikmatinya?” Plas! Uhuk! Maya tersedak saat mendapatkan pertanyaan yang ambigu dari adik iparnya. Wajahnya seperti udang rebus. Malu. Dan dia segera menyambar air minumnya.“Kenapa? Apa kakakku tidak bisa memuaskanmu?” cercanya lagi. Maya sekarang benar benar mengalihkan pandangannya pada Rama.Wajah Rama ketus dan masam. Memicing seperti seorang polisi yang sedang menyiduk pencuri. Ekor matanya tidak melepaskan pandangannya dari Maya. Mungkin yang terbersit dipikiran Maya, Rama gak terlalu menyukainya.“Ini barang milikmu,” Maya mengkrejabkan mata, saat mendengar Reno meletakkan paper bag di hadapannya.Maya memeriksanya. Tas, ponsel dan se
Reno melipat kedua tangannya dengan kesal. Tiga puluh menit tadi dia sudah berhasil menggagahi tubuh Maya, tapi tetap saja, meski saat ini Maya sudah mengenakan kemejanya lagi. Reno tetap berhasrat melakukannya lagi dan lagi. Seolah dia tidak akan pernah bosan jika melakukannya dengan Maya.Dengan Nadia yang terlihat seksi dan menggairahkan. Bahkan lebih liar saat bercinta dengannya pun. Reno merasa tidak bisa membandingkan saat dia bercinta dengan Maya.Dia sedang kesal karena Maya membaca setiap lembar kontrak yang akan dia tanda tangani. Padahal Reno berpikir, Maya akan langsung menanda tanganinya.Sial. Rupanya dia tipe gadis yang teliti. Mungkin jika kemarin siang dia gak terpaksa dengan kondisi gawat ibunya yang memerlukan perawatan. Aku yakin dia akan langsung menolakku.“Mas, kok ini masa kontraknya gak dituliskan sih? Lalu apa maksudnya aku harus tinggal dengan Mas selama masa kontrak. Trus apa lagi ini, aku harus melaporkan semua kegiatanku? Memutuskan hubunganku dengan paca
“Selamat pagi, Tuan Rama,” sapa seorang gadis berkacamata disebalah ruangan kerja yang bertuliskan Rama Baskoro.Gadis itu berdiri dari balik meja sambil membungkuk memberi hormat pada Rama.“Um.” Jawab Rama, tapi, “Ada apa?” Rama baru akan melangkah, dia melirik kembali gadis tadi. Dia terlihat gelisah.“Nona Nadia sudah menunggu anda satu jam, Tuan. Saya sudah mencoba melarangnya masuk, tapi beliau bilang sudah janji dengan, Tuan," ucapnya seperti dia takut kena marah."Ok, Evi, tidak masalah. Tolong buatkan aku kopi susu dan antar ke ruanganku," terlihat Evi cukup terkejut dengan jawaban Rama. Biasanya Rama tidak suka dengan hal itu. Apalagi kalau Nadia yang memaksa masuk seperti itu, evi, si sekretaris Rama pasti akan kena caci maki."Ba-baik, Tuan, akan saya buatkan segera." Evi tak memerlukan waktu lama, saat Rama membuka ruangannya, dia bergegas pergi membuat apa yang disuruhnya."Hah, kau gila. Aku sudah menunggumu sejak tadi. Ini sudah jam berapa? Jangan bilang kalau kalian
“Mas Reno, antar sampai disini saja!”Maya berkata setelah mobil Reno sampai gerbang rumah sakit.“Ada apa? Apa kamu tidak ingin mengajakku masuk dan memperkenalkan aku pada ibumu?” dengus Reno sedikit kesal secara tidak langsung dia diusir oleh Maya—istri kontraknya.“Aku hanya menjenguk sebentar, Mas. Bukannya Mas Reno bilang, aku harus menyelesaikan urusan pekerjaanku. “Maya berkata sedikit ragu, menarik wajahnya perlahan, dia tidak ingin membuat Reno marah padanya atau memberikan laki-laki itu kesempatan untik menjamah tubuhnya.Hari ini sudah terasa cukup melelahkan bagi Maya. Dia meski belum terbiasa pun harus bersikap seperti wanita murahan kalau dihadapan Reno.“Hah, baiklah. Aku lepaskan kali ini. Cepat selesaikan pekerjaannya dan aku ingin hari ini kau keluar dari pekerjaanmu, mengerti?”Maya mengangguk cepat dan tidak ingin membahas apapun lagi.“Dan kalau bisa, jangan sampai menunggu dua bulan untuk memutuskan pacarmu itu. Aku tidak suka istriku berdekatan dengan laki-lak
Pintu ruangan Bram dibuka, Maya mendengar dia bersiul memasuki ruangan."Ya ampun, Maya, bikin kaget saja. Aku pikir siapa? Ehm, kamu gak apa-apa kan sayang? Kok kamu gada kabar dari kemarin?"Jelas Maya melihat kepura-puraan Bram. Dia masih tidak mengira akan mendapatkan hal seperti tadi. Maya bahkan sudah menunggu Bram lebih dari setengah jam di ruangannya.Bram mencoba mendekati Maya, namun Maya menghindar. Baginya sudah cukup tontonan tadi menjawab semua. Dia ternyata salah menilai, dia pikir Bram laki-laki baik dan sempurna. Dia akan tulus pada Maya. Ternyata semua salah."Tapi, aku gak lihat kamu menelpon atau mengirimkan pesan padaku, Mas? Benarkah kamu mencari aku?"Maya memicingkan matanya, dia ingin mendengar jawaban dari laki-laki yang selama dua tahun ini dia cintai."Ah, soal itu, emmm, aku sibuk. Aku ... kamu pasti tahu kan, ini sudah mau akhir bulan dan harus melakukan stok barang," jelas sekali di telinga Maya, Bram sedang mencari alasan."Sibuk? Stok barang? Maksud ka
"Maya, tunggu. Jangan pergi!” Bram mengejar Maya, tepat saat Maya akan turun dia berpapasan dengan Lita. Wajah Lita terlihat berseri dan Maya jelas melihat dileher Lita, bekas tanda merah itu terlihat jelas.Bram mendadak kikuk. Jika dihadapkan dengan posisinya, dia akan merasa bingung. Dia menginginkan Maya menjadi istri karena kedua orang tuanya menyukai Maya. Sedih dengan Lita, kebutuhan biologis Bram tanpa diminta pun Lita akan selalu memberikannya sinyal.Padahal jika Bram berpikir jernih, cepat atau lambat nanti pun dia akan bisa merasakan dan mendapatkan semua dari Maya. Tapi, yang namanya kucing garong, mana dia menolak meski dikasih tulang ikan.Maya hanya sesaat saja bertatapan, lalu menghindari tatapannya. Bergegas turun dan Bram masih mengejarnya."Maya, tunggu! Kita bicara baik baik dulu. Tolong, jangan pergi, Maya!"Bram berhasil meraih tangan Maya, diluar toko Maya dicegah pergi oleh Bram. Tapi, sedetik kemudian Maya terkejut saat melihat seorang pria yang sedang meloto
"Tuan, hujannya sudah berhenti. Apa kita tidak masuk saja?" Markus berkata dari kaca spion. Saat menelepon Rama sebenarnya Reno sudah berada tak jauh dari gerbang rumah, tapi dia tidak masuk. Reno malah menelpon Rama. "Kau bisa istirahat dulu, Markus. Dua jam lagi, kita akan kembali!" Reno memberikan perintah, sambil tangannya meremas satu lembar surat hasil pemeriksaan rumah sakit. Aku harap kau tidak mengecewakanku, Rama. Aku sangat berharap besar padamu, Rama Sore tadi setelah Reno selesai dengan pekerjaan, Reno segera memerintah Markus untuk berputar ke rumah sakit sebelum pulang ke rumah. Reno memang sudah membuat janji untuk mengambil hasil lab-nya. Tapi, setelah dia mengetahui hasil lab, wajahnya begitu kecewa. Seolah semua yang sedang dia bayangkan lenyap seketika. Reno memiliki banyak impian dan rencana yang akan digapainya, tapi semua seolah sirna setelah dia melihat hasil lab tentang dirinya. *** Rama mengecup kening Maya yang sudah tertidur pulas. Wajahnya ter
Teriakan Rama cukup membuat gempar pelayan yang menunggu di ujung dapur. Kalau tidak dipegang, mungkin mangkuk tadi sudah berpindah ke wajah Maya."Hah, apa kubilang, kau tidak akan menyukainya. Aku suka apapun yang pedas, sangat pedas dan extra pedas. Aku membuat ini karena diluar sudah mulai hujan. Ini sangat cocok dinikmati saat cuaca dingin seperti ini."Sergah Maya sambil berkacak pinggang."Gila. Apa yang seperti itu kau masih bisa bilang makanan? Itu racun. Bisa mati orang memakannya. Jangan sembang memakan yang seperti ini," delik Rama.Lidahnya masih dia kibas dengan tangan dan air dalam satu gelas langsung di teguk habis olehnya."Jangan komplen. Mau aku makan apapun, selama aku suka, aku akan memakannya. Sini, sayang dibuang biar aku yang habiskan. Jangan hukuman tujuh mangkuk, satu saja kau tidak sanggup!"Maya mencibir dengan satu sudut bibirnya kecut."Hah, kau meremehkan aku? Aku akan habiskan. Minggir!"Rama seperti bom molotov yang akan langsung meleduk saat tersentuh
"Hey, kau mau bawa aku kemana?"Maya terkejut, setelah keluar restoran tubuhnya, tepatnya, pinggang kecil Maya diseret oleh lengan besar Rama memasuki satu toko."Sstt, diam. Jangan banyak bicara, kemarilah. Tolong pilihkan sesuatu untukku?"Maya menoleh wajahnya, meminta dia memilih sesuatu yang tidak dimengerti."Apa maksudnya? Aku tidak mengerti, tolong perjelas!"Tiba-tiba tangan Rama makin melingkar dipinggangnya dan menarik gadis itu dalam dekapan."Tadi, bukannya kamu bilang, kamu bingung membedakan aku dengan kakakku, kan? Selain luka ditubuhku, aku gak mungkin kan harus terus buka baju untuk memberitahu perbedaanku. Pilihlah, satu benda agar kau bisa mengenaliku."Maya tertegun dengan ucapan Rama. Ini hampir membuatnya gila. Dia, dikejar adik iparnya sampai seperti ini."Kau jangan gila, Rama. Aku gak mungkin melakukan kesalahan itu lagi. Cukup kali itu saja. Aku gak akan mungkin kamu sentuh lagi kok. Jadi, stop berpikir apapun tentang itu. Aku, mau pulang. Lepaskan!"Maya me
"Jadi apa yang mau lo bicarakan, Rama? Kelihatan serius banget?"Reno berbicara saat menarik kursi makannya. Mereka masuk ke restoran all you can eat. Sementara Reno dan Rama sudah selesai memilih makanan, Maya sudah meletakkan piring makannya, tapi dia kembali lagi ke meja prasmanan untuk memilih lagi."Gue, mau pegang cabang perusahaan papa yang di luar negeri. Gue harap lo setuju," Reno hampir tersedak saat menyuapkan makan ke mulutnya."Arghh, lo gila? Seriously? Bukannya lo paling anti kalo disuruh kesana? Tumben banget!"Reno yakin ada alasan khusus sampai adiknya meminta pindah. Jangan pindah, andai ada tugas mengganti dirinya satu dua hari pun Rama pasti menolak, sekarang dia yang menyerahkan diri."Serius. Double rius. Gue udah atur ke berangkat gue, besok pagi.Sisa tugas nggak banyak kok. Markus bisa cek langsung sama Evi sekretaris gue!""Alasannya?""Gue, pengen cari ide segar, siapa tahu disana gue dapat ide baru yang bisa gue kembangin disini."Reno jelas melihat ada ya
“Bagaimana? Kamu suka?”Reno melirik istri kontraknya yang bergeming melihat sekitar. Mata Maya masih berkeliling ke seluruh ruangan itu.Dua lantai yang dilihatnya. Bagi gadis itu, ini bukan hanya tempat biasa. Terlalu istimewa. Meski masih ruangan kosong, tapi dapat gadis itu pastikan jika barang dan yang lainnya sudah masuk secara bergilirian, itu akan disulap menjadi sesuatu yang mewah.“Ini serius, Mas? Apa tidak berlebihan? Aku hanya menginginkan tempat yang kecil saja,” tentu akan membuat gadis itu terkesima, tapi dibandingkan dengan terpesona. Gadis itu lebih memilih takut.Gadis itu tidak akan dapat membayangkan imbalan apa yang harus dia berikan pada suami kontraknya. Dengan ruko dua lantai ini, itu artinya dia sedang menambah hutangnya dan berapa lama lagi dia harus melunasi hutang dengan tubuhnya.“Kau pikir, aku akan membiarkanmu bekerja di tempat seperti kamu tinggal? Tempat kumuh dan kecilmu itu, hah?”Mendadak berdesir kembali hati gadis itu. Ucapan yang dikatakan sua
“Ini ponselmu!” Maya terkejut saat tangannya disentuh oleh Reno dan meletakkannya di tangannya kembali.Gadis itu tertegun sesaat, otaknya ngeblank sesaat dan mengkrejapkan kedua matanya. Maya merasa ada yang aneh dengan sikap Reno.“Terima kasih, Tu—awww !” Maya kembali dikejutkan saat pinggang kecilnya dicubit dan dia mendapat delikan tajam dari Reno.Kode keras bagi gadis itu agar tidak melanjutkan kembali perkataannya.“Ma—Mas, sudah me—lihatnya?” tanya Maya. Jujur hatinya juga ikut tidak karuan, dia takut kena marah atau hukuman kalau isi ponselnya dilihat.“Nope! Aku percaya, kamu sedang mencari karyawan. Lain kali jangan seperti itu, aku nggak suka melihatnya. Aku seperti sedang memergoki istriku sedang selingkuh!”Tuing. Doing! Kepala Maya seperti dihantam gada besar berkali—kali. Lehernya seperti tercekik. Rasanya manis, asam, asin, nano nano. Tapi, detik selanjutnya helaan nafas juga berhembus.“Kenapa? Apa kamu sungguh—sungguh berselingkuh di belakangku?” dengus Reno kembal
“Ayo, kamu sudah siap kan?” Reno melirik istri kontraknya, dia baru saja turun dan membuka ponselnya.“Umm.,” jawab Maya singkat karena dia tetap asik dengan ponselnya.Duk! Langkah Maya terhenti saat tubuhnya menubruk sesuatu. Saat gadis itu meliriknya, laki—laki berbadan besar itu berwajah kecut sambil melipat kedua tangannya di dada.“Ops, maaf, aku bukan sengaja, Mas!!” Gadis menaruh kembali ponselnya ke dalam tas. Tidak ingin membuat sang penguasa marah atau memberikannya hukuman.“Ada apa? Siapa yang menghubungimu?” dengus Reno, tampangnya saja sudah tidak sedap di pandang mata.“Oh, umm, itu ….” Maya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya tiba—tiba tubuhnya bergidik kalau membayangkan Reno marah kembali. Gadis itu gak ingin suami kontraknya tau—tau membawanya kembali ke ranjang, tapi jika apa yang ada di dalam ponsel itu sampai terbaca olehnya, jelas seratus persen, dia akan marah.Duh, mas Bram ngajak ketemuan. Aku jadi serba salah? Kalau dia tahu, belum apa-apa pasti
Suara ketukan pintu terdengar, seorang wanita masuk ke ruangan Rama.“Sayang!” Rama menoleh saat wanita itu menyentuh pundak dan menyandarkan dirinya di punggung Rama.“Ada apa? Letakan saja berkasnya dan kau pergilah,” Rama sepertinya enggan dekat dengan wanita itu.“Ayolah, ada apa? Kau sedang datang bulan? Wajahmu kusut dan lecek sekali dari tadi pagi,” masih tidak menjauhkan kepalanya dari punggung Rama.“Hentikan, Monica. Apa diluar kau tidak bertemu Evi? Lain kali titipkan saja dokumennya pada dia,” dengus Rama, dia mendorong perlahan kepala wanita yang dipanggil Monica dan bergeser.“Oh, babe, what’s wrong? Are ok? Tumben banget sih? Kok kayaknya aku ditolak mentah—mentah begitu sama kamu?” Monica menghela nafas dan melipat tangannya di dada.“Pergilah, aku tidak ingin di ganggu,” tanpa menoleh Monica, Rama kembali duduk di kursi dan mengabaikan Monica.“Babe, ayolah, aku datang kesini kan jarang—jarang. Aku kangen sama kamu dan Reno. Sudah lama sekali kalian tidak memberik
"Ini apa, Mas?" Reno meletakkan satu buah kunci ke tangan istri kontraknya."Ini milikmu!" Gadis itu menakutkan alisnya bersamaan. Masih belum memahami dengan kunci pemberian suami kontraknya. Maya membenarkan posisi rebahan menjadi bersandar di ujung ranjang. Lalu gadis itu membekap mulutnya. "Mas!""Umm, apa coba?" Reno penasaran apa yang akan dikatakan istri kontraknya. "Mas benar-benar sudah menghancurkan rumah kontrakanku, Mas. Mas tega deh, aku kan sudah bilang, itu rumah orang!" dengus gadis itu sedikit kesal karena diberikan kunci. "Apa itu terlihat kunci rumah kontrakanmu?" Kembali gadis itu melihat kembali. Satu buah kunci berwarna silver di tangannya tidak mirip dengan kunci kontraknya. "Ah, bu-bukan. Ini kunci apa, Mas? Dan, bagaimana dengan rumah kontrakanku? Apa kamu benar-benar menghancurkannya?" Wajah gadis itu yang kini penasaran menanti jawaban. "Tidak sayang, aku tidak menghancurkan. Aku meminta Markus mencarikan satu apartemen untukmu, tepatnya membelinya. Ak