“Aku mohon jangan lakukan itu, Mas Reno, argh!” teriak Maya bergema saat tubuhnya dilempar kasar ke ranjang pengantin yang sudah Reno persiapkan.
“Sudah jangan berisik lagi, Maya. Kau hanya tinggal menikmati saja. Cukup kau teriakan saja namaku nanti, oke.” Reno kini tak sungkan lagi untuk menggarap sawah Maya yang katanya belum pernah dicocok tanami. Reno merangkak saat gadis itu mencoba kabur darinya, tangan Reno dengan cepat mendorong kembali tubuhnya ke ranjang. Tanpa Maya bisa melihat pergerakan dari Reno, dia sudah dengan cepat melemparkan baju yang dipakainya. Pintu tidak ditutup oleh Reno, dia membiarkannya terbuka hingga Rama bukan mengintip, tapi dia sedang berdiri di tengah pintu menyaksikan tontonan live yang sedang kakaknya buat. “Jangan lakukan itu, Mas Reno. Aku mohon, Mas. Arghh!” Maya kembali menjerit. Saat ini gaun yang dipakainya bukan dibuka, tapi disobek dengan kasar oleh Reno. Maya sedang menyilangkan kedua tangannya didada. Menutupi dua benda kenyal miliknya. Reno terus menelan air liurnya. Sejak awal tak sengaja dia melihatnya, dia sudah penasaran. “Lepaskan May, biarkan aku melihat semua. Aku tidak ingin berbuat kasar padamu, jika kau menurut padaku. Jadi biarkan aku melihat semuanya!” Reno mencengkram tangan Maya, raungan kencang sudah memenuhi kamar. Tubuh Maya bergetar ketakutan, dia sangat takut jika ancaman dari Reno benar benar dia lakukan. “Aku mohon, Mas, jangan lakukan itu, huhuhuhuuu,” bukan berhenti raungannya. Maya makin kencang menangis dan mencoba membalikkan tubuhnya, agar tidak terlihat dua akses miliknya lagi. Rama menaikan sudut bibirnya kecut. Bagi Rama juga mungkin untuk Reno itu merupakan penolakan yang akan membuat kemarahan mereka memuncak. Namun, anehnya baik Reno juga Rama saat melihat Maya seperti itu, membuat mereka semakin tertantang untuk menaklukan Maya. Dia makin penasaran dengan gadis itu, terlebih tidak ada siapapun yang berani menolak setiap keinginan mereka. “Perlu gue, bantu? Mungkin gue pegang bagian bawahnya, lo bagian atas?” Rama menyeruak masuk tanpa permisi diantara mereka. Baik Reno dan Rama, mereka gemas dan sedikit kesal dengan tingkah Maya. Mereka seperti serigala kelaparan yang siap menerkam Maya kapan saja. Reno melirik Maya yang menggeleng kuat dan air matanya tak henti mengalir. "Aku mohon Mas, aku mohon, jangan lakukan itu, aku mohon, Mas," Maya masih mengulangi perkataan sama disela tangisnya. "Huh!" Reno membuang nafasnya kesal lalu turun dari ranjangnya. Mendorong Rama keluar dari kamarnya. "Gue bilang, dia cuma buat gue. Sorry, lo keluar dulu. Kalau lo lapar cari aja yang lain, bukannya lo juga masih ada stok? Atau lo panggil aja Nadia kesini. Mungkin kalau gue kurang, gue bisa nambah ke si Nadia jalang itu," Reno berkata tanpa basa basi, tanpa sempat Rama menjawab, pintunya sudah ditutup dan dikunci olehnya. Reno membalikkan tubuhnya dan sudah melihat Maya membungkus tubuhnya dengan selimut dan dia duduk di ujung tempat tidur. "Ayo dong, May, kamu benar-benar tidak ingin menjenguk ibumu dan pulang, hah? Kalau kamu seperti ini berarti kamu sendiri yang menghambatnya. Atau kamu menginginkan aku kolaborasi dengan adikku saat melakukan itu, um?" Kembali Maya disudutkan dengan kata-kata yang tak bisa ditolaknya. Dia tahu itu hanya sekedar rayuan pulau kelapa, tapi andaikan jika memang ancaman sebelumnya dilaksanakan, sama saja Maya membiarkan dirinya terkurung di kamar Reno selamanya. Tidak ada pilihan yang terbaik untuknya. Keduanya tetap merugikan dirinya. Dari segi apapun, dia tetap harus menyerahkan keperawanannya pada Reno. "Huhu-huhu, apa kau sungguh akan melepaskan dan membiarkan aku pulang setelah aku menuruti kemauannya, Mas?" sesegukan Maya sambil menatap wajah Reno. Reno perlahan menghampiri dan duduk dipinggir ranjang, "Kemarilah, semua akan kita bahas setelah kau melakukan pertunjukannya. Aku puas atau tidak tergantung dengan penampilanmu, um." Maya sudah terlihat frustasi gerakan tangan Reno seakan tak mengizinkan dirinya untuk menolak. Apalagi Reno menepuk tangannya agar Maya duduk dan menyerahkan diri ke pangkuannya. "Ayo, Maya, aku hitung lagi ya sampai tiga. Kesabaranku ada batasnya loh. Saat hitungan ketiga, aku pastikan kau tidak akan mendapatkan sikap lembut ku seperti ini lagi. Jadi sebaiknya kamu bekerja sama dan mendekatlah, ayo, kesini, Maya…." Reno masih menepuk pahanya memberikan kode agar gadis itu bergegas. Namun, Maya tetap menggeleng kuat dengan jawabannya. "Satu dua ti-," Reno memberikan penekanan pada hitungannya. Kedua matanya menatap dan mengintimidasinya. Tangan Reno terulur pada hitungan ketiga yang belum diselesaikan olehnya. Sesegukan tetap Maya lakukan, tapi mendengar tekanannya, mau tidak mau Maya menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia takut, mungkin saja kalau dia sedikit menjadi lebih penurut, Reno akan segera melepaskan dan tak jadi memintanya. Maya akan melakukan segala cara agar barang yang selama dua puluh tahun dilindungi tetap terjaga. Bahkan saat berpacaran dengan Bram pun Maya hanya mengizinkan Bram untuk menggenggam tangannya saja. "Ayo lepaskan selimutnya, biarkan aku mengagumi dan menyentuhnya," perintah Reno, dia mulai sedikit tidak sabaran tadi saja dia meraih pinggang Maya dengan cepat agar dia duduk di pangkuannya. "Mas aku mohon," Maya masih meminta lirih. "Kamu pilih buka sendiri atau aku yang akan membukanya dengan paksa!" dengus Reno. Dia sudah sampai pada puncak dimana, dibalik kain segitiga miliknya sudah meronta kembali meminta dimanjakan. Saat tak memperoleh respon Maya. Tangan Reno mencengkram selimut dan tentu saja siapa bersiap untuk membuatnya. "Lepaskan, Maya. Aku ini sudah menjadi suamimu dan untuk semua apapun yang kamu miliki, aku berhak mendapatkan semua tanpa harus ada ditutupi seperti ini." "Suami? Apa yang suami, Mas? Kita bahkan baru mengenalmu tadi siang," Bergetar tubuhnya. Tak kuasa lagi menolak permintaan sedikit mengancam dari Reno. "Huh, kamu berpikir aku sedang berbohong? Apa kau lupa? Buku nikah kita saja sudah tercetak dengan sempurna, bagaimana bisa kamu bilang kalau aku bukan suami kamu. Lantas kalau aku bukan suamimu, apa aku bagi kamu? Apa aku hanya menjadi seseorang untuk menanggung semua biaya perawatan dan operasi ibumu, hah?" Nadanya memang tidak tinggi, tetapi tekanan dari Reno membuat Maya kesulitan bernafas hingga tangannya pun lemas, melepaskan cengkraman di selimutnya dengan pasrah. Huh, susah sekali merayunya. Kalau aku tidak penasaran bagaimana rasanya aku nikmati tanpa paksaan, May, mungkin sejak tadi kamu sudah aku makan habis habisan. Kini selimut tadi perlahan turun dan sampai di perutnya. Maya sudah toples bagian atas tanpa benda penghalang. Hingga memperlihatkan apa yang sangat Reno inginkan sejak pertemuan tadi siang. Dua bongkahan kenyal milik Maya. Menantang, kencang, padat dan tentu saja siap dinikmati oleh Reno. "Cantik dan sangat indah. Aku benar-benar menyukainya, Maya. Ucapkan namaku dan jangan sungkan mengeluarkan suara indahmu, Maya kalau kau benar-benar menyukainya nanti." Reno memajukan kembali wajahnya. Melumat perlahan bibir mungil Maya dan tangannya sedang aktif meremas dikedua bongkahan kenyal yang sangat didambanya…“Mas Reno, ahh shh uumm aku kan tidak memaksamu untuk membantu. Kenapa sekarang kau seperti ini, Mas,” Maya mencoba bernegosiasi barangkal ucapannya barusan bisa membuat hatinya tergerak.Maya mulai hilang kendali saat sesuatu yang hangat bermain di dua bongkahan kenyal miliknya. Bergerak secara bergantian seperti seseorang yang sedang menikmati kenyotan.“Ahh umm shh, aku suka sekali Maya. Ini benar benar nikmat,” Reno menyahut dengan erangan saat dia menikmati dua bongkahan kenyal milik Maya.“Aku tahu, kamu memang tidak meminta bantuanku. Awalnya, aku memang hanya membutuhkan jasamu sebagai istri kontrakku saja. Meskipun kontrak, bawahanku membuatnya semua legal dan pesta tadi adalah resepsi kita, Maya. Jadi, terimalah kontraknya. Selama kau terikat kontrak denganku, kau juga punya kewajiban memberikanku kehangatan seperti ini. Tidak ada penolakan, kecuali kau sanggup mengembalikan uang jaminan yang kuberikan. Sebagai gantinya, kau harus membayarku lima kali lipat.”Reno memberika
Maya membuka matanya perlahan. Dia sekarang sedang berada berbagi selimut tanpa mengenakan sehelai benang pun. Diliriknya perlahan, wajah tampan dan bersinar. Sedang tertidur pulas seperti bayi. Alis hitam dan tebalnya menjadi ciri si kedua kembar yang tegas.Mata yang indah, bulu matanya lebat dan panjang. Lalu hidung mancung dan Maya memberanikan dirinya untuk menyentuh pipi Reno. Perlahan tanpa suara. Sudah pasti ini dikatakan sebagai malaikat tampan, tapi saat dia mengingat keberingasannya tadi malam, Maya ikut bergidik ngeri kembali.Perlahan dia ingin menyentuh wajahnya, namun tangannya sedetik kemudian dia tarik. Dia mengurungkan niat itu. Yang ada dia menarik perlahan selimut yang menutupi tubuhnya.Dia ingin segera beranjak dari ranjang yang telah merenggut mahkotanya. Baginya sudah cukup perasaaan tertekannya. Meskipun Maya tidak munafik dalam ketidakberdayaannya semalam, tubuhnya pun tidak menolak.Maya ingin mencari pakaian gantinya, tapi kembali dia bingung dimana dia ak
Maya melirik perlahan suami kontraknya yang sedang berbicara dengan serius pada orang tadi.“Ehem,” Rama berdehem, mencoba mengalihkan pandangan Maya agar melihat ke arahnya. Spontan karena terkejut Maya memalingkan wajahnya dan melanjutkan makannya tanpa menoleh ke arah Rama.“Jadi bagaimana rasanya … Kakak Ipar? Apa malam pertama kau sangat menikmatinya?” Plas! Uhuk! Maya tersedak saat mendapatkan pertanyaan yang ambigu dari adik iparnya. Wajahnya seperti udang rebus. Malu. Dan dia segera menyambar air minumnya.“Kenapa? Apa kakakku tidak bisa memuaskanmu?” cercanya lagi. Maya sekarang benar benar mengalihkan pandangannya pada Rama.Wajah Rama ketus dan masam. Memicing seperti seorang polisi yang sedang menyiduk pencuri. Ekor matanya tidak melepaskan pandangannya dari Maya. Mungkin yang terbersit dipikiran Maya, Rama gak terlalu menyukainya.“Ini barang milikmu,” Maya mengkrejabkan mata, saat mendengar Reno meletakkan paper bag di hadapannya.Maya memeriksanya. Tas, ponsel dan se
Reno melipat kedua tangannya dengan kesal. Tiga puluh menit tadi dia sudah berhasil menggagahi tubuh Maya, tapi tetap saja, meski saat ini Maya sudah mengenakan kemejanya lagi. Reno tetap berhasrat melakukannya lagi dan lagi. Seolah dia tidak akan pernah bosan jika melakukannya dengan Maya.Dengan Nadia yang terlihat seksi dan menggairahkan. Bahkan lebih liar saat bercinta dengannya pun. Reno merasa tidak bisa membandingkan saat dia bercinta dengan Maya.Dia sedang kesal karena Maya membaca setiap lembar kontrak yang akan dia tanda tangani. Padahal Reno berpikir, Maya akan langsung menanda tanganinya.Sial. Rupanya dia tipe gadis yang teliti. Mungkin jika kemarin siang dia gak terpaksa dengan kondisi gawat ibunya yang memerlukan perawatan. Aku yakin dia akan langsung menolakku.“Mas, kok ini masa kontraknya gak dituliskan sih? Lalu apa maksudnya aku harus tinggal dengan Mas selama masa kontrak. Trus apa lagi ini, aku harus melaporkan semua kegiatanku? Memutuskan hubunganku dengan paca
“Selamat pagi, Tuan Rama,” sapa seorang gadis berkacamata disebalah ruangan kerja yang bertuliskan Rama Baskoro.Gadis itu berdiri dari balik meja sambil membungkuk memberi hormat pada Rama.“Um.” Jawab Rama, tapi, “Ada apa?” Rama baru akan melangkah, dia melirik kembali gadis tadi. Dia terlihat gelisah.“Nona Nadia sudah menunggu anda satu jam, Tuan. Saya sudah mencoba melarangnya masuk, tapi beliau bilang sudah janji dengan, Tuan," ucapnya seperti dia takut kena marah."Ok, Evi, tidak masalah. Tolong buatkan aku kopi susu dan antar ke ruanganku," terlihat Evi cukup terkejut dengan jawaban Rama. Biasanya Rama tidak suka dengan hal itu. Apalagi kalau Nadia yang memaksa masuk seperti itu, evi, si sekretaris Rama pasti akan kena caci maki."Ba-baik, Tuan, akan saya buatkan segera." Evi tak memerlukan waktu lama, saat Rama membuka ruangannya, dia bergegas pergi membuat apa yang disuruhnya."Hah, kau gila. Aku sudah menunggumu sejak tadi. Ini sudah jam berapa? Jangan bilang kalau kalian
“Mas Reno, antar sampai disini saja!”Maya berkata setelah mobil Reno sampai gerbang rumah sakit.“Ada apa? Apa kamu tidak ingin mengajakku masuk dan memperkenalkan aku pada ibumu?” dengus Reno sedikit kesal secara tidak langsung dia diusir oleh Maya—istri kontraknya.“Aku hanya menjenguk sebentar, Mas. Bukannya Mas Reno bilang, aku harus menyelesaikan urusan pekerjaanku. “Maya berkata sedikit ragu, menarik wajahnya perlahan, dia tidak ingin membuat Reno marah padanya atau memberikan laki-laki itu kesempatan untik menjamah tubuhnya.Hari ini sudah terasa cukup melelahkan bagi Maya. Dia meski belum terbiasa pun harus bersikap seperti wanita murahan kalau dihadapan Reno.“Hah, baiklah. Aku lepaskan kali ini. Cepat selesaikan pekerjaannya dan aku ingin hari ini kau keluar dari pekerjaanmu, mengerti?”Maya mengangguk cepat dan tidak ingin membahas apapun lagi.“Dan kalau bisa, jangan sampai menunggu dua bulan untuk memutuskan pacarmu itu. Aku tidak suka istriku berdekatan dengan laki-lak
Pintu ruangan Bram dibuka, Maya mendengar dia bersiul memasuki ruangan."Ya ampun, Maya, bikin kaget saja. Aku pikir siapa? Ehm, kamu gak apa-apa kan sayang? Kok kamu gada kabar dari kemarin?"Jelas Maya melihat kepura-puraan Bram. Dia masih tidak mengira akan mendapatkan hal seperti tadi. Maya bahkan sudah menunggu Bram lebih dari setengah jam di ruangannya.Bram mencoba mendekati Maya, namun Maya menghindar. Baginya sudah cukup tontonan tadi menjawab semua. Dia ternyata salah menilai, dia pikir Bram laki-laki baik dan sempurna. Dia akan tulus pada Maya. Ternyata semua salah."Tapi, aku gak lihat kamu menelpon atau mengirimkan pesan padaku, Mas? Benarkah kamu mencari aku?"Maya memicingkan matanya, dia ingin mendengar jawaban dari laki-laki yang selama dua tahun ini dia cintai."Ah, soal itu, emmm, aku sibuk. Aku ... kamu pasti tahu kan, ini sudah mau akhir bulan dan harus melakukan stok barang," jelas sekali di telinga Maya, Bram sedang mencari alasan."Sibuk? Stok barang? Maksud ka
"Maya, tunggu. Jangan pergi!” Bram mengejar Maya, tepat saat Maya akan turun dia berpapasan dengan Lita. Wajah Lita terlihat berseri dan Maya jelas melihat dileher Lita, bekas tanda merah itu terlihat jelas.Bram mendadak kikuk. Jika dihadapkan dengan posisinya, dia akan merasa bingung. Dia menginginkan Maya menjadi istri karena kedua orang tuanya menyukai Maya. Sedih dengan Lita, kebutuhan biologis Bram tanpa diminta pun Lita akan selalu memberikannya sinyal.Padahal jika Bram berpikir jernih, cepat atau lambat nanti pun dia akan bisa merasakan dan mendapatkan semua dari Maya. Tapi, yang namanya kucing garong, mana dia menolak meski dikasih tulang ikan.Maya hanya sesaat saja bertatapan, lalu menghindari tatapannya. Bergegas turun dan Bram masih mengejarnya."Maya, tunggu! Kita bicara baik baik dulu. Tolong, jangan pergi, Maya!"Bram berhasil meraih tangan Maya, diluar toko Maya dicegah pergi oleh Bram. Tapi, sedetik kemudian Maya terkejut saat melihat seorang pria yang sedang meloto
Reno berjalan menyusuri tempat dimana dia mengurung Nadia. Dia akan mengecek bagaimana kondisi Nadia saat ini. Meski hatinya sedih pada akhirnya dia harus mencoba merelakan wanita yang sangat dicintainya. Reno benar-benar tidak ingin membuat Maya dalam kondisi bingung seperti kemarin. Ia ingin mencoba berjuang keluar dari lingkaran yang sudah direncanakan secara sengaja olehnya. "Yah, setidaknya, ini hutang gue sama lo, Rama. Gue akan mengalah dan gue akan belajar mencoba menerima Nadia. Meski sulit, gue akan tetap mencobanya, Rama. Gue ingin, kita sama-sama mendapatkan pasangan yang lebih baik," gumam Reno sendiri sebelum dia benar-benar memasuki lorong dengan suasana remang dan tangga baru yang menuju sel dimana Nadia di kurung. Perlahan Reno menuruni tangga berbatu itu. Tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan emosi saat akan bertemu dengan Nadia. Sekarang Reno sedikit tenang dengan hatinya yang mantap untuk berbicara dengan Nadia. Reno membuka selnya. Aroma menyengat dan tak
"Baik, Tuan. Saya akan menjalankan semua yang Anda katakan," jawab Markus yang akan pergi."Urus perceraian saja dulu. Aku akan melihatnya kesana," ucap Reno.Reno sudah memutuskan untuk memberikan Nadia kesempatan dan dia akan melihat kondisinya sekarang. Kemudian Reno melangkah pergi dan saat itu berpapasan dengan Maya dan Rama.Reno melihat wanita yang dicintainya itu keluar dengan kemeja milik Rama."Mau kemana?" Rama bertanya saat melihat wajah kakaknya gusar."Gue mau ke danau belakangan," jawab Reno seolah memberikan kode pada adiknya."Jangan bilang lo …"Rama tidak melanjutkan kata-katanya yang menggantung. Cukup menatap wajah kakaknya saja."Hah, lo benar-benar sudah nggak waras!" sedikit komentar kecut penuh penekanan keluar dari mulut Rama."Gue cuma kasih dia sedikit pelajaran karena dia sudah mengganggu dan menyakiti Maya," balas Reno lagi dan mengalihkan wajahnya pada Maya.Maya menoleh saat namanya disebut lalu dia mencoba mencerna apa yang sedang dua lelaki itu bicara
"Kalo gitu, gue bawa Maya. Gue anggap, mulai hari ini, lo setuju dengan omongan gue. Dan mulai hari ini dia akan tidur di kamar gue. Jadi, lo nggak usah cemburu lagi."Perkataan Rama tegas, ia menarik tangan gadis itu."Oya, jangan lupa bilang Markus untuk urus surat perceraiannya. Setelah itu, gue mau nikah sama dia," Rama berkata penuh percaya diri meraih pinggang Maya untuk ikut bersamanya. "Ra–ma tunggu, ini serius?"Maya menghentikan langkah kaki Rama saat dia akan membawanya masuk ke kamar. "Serius sayang, memangnya aku main main sama kamu. Aku kan sudah bilang, aku serius melakukannya. Aku sudah ada disini dan akan menjagamu. Aku akan menepati janjiku. Aku nggak akan meninggalkan kamu lagi," jelas Rama. "Tapi, aku nggak mau disini. Ini dimana sih? Aku boleh pulang ke rumahku saja nggak?"Maya mencoba bernegosiasi, kalau memang Rama bisa melepaskan dirinya, dia akan benar-benar pergi. "Kamu kan tahu, aku nggak suka liat kamu tinggal di tempat seperti itu. Itu tempat jelek d
Maya dengan kuat menggigit bibir Reno dan tanpa sadar mendorong tubuhnya hingga dia tersungkur di samping ranjang."Ahh shh lebih cepat, aku mau sampai."Mungkin itu terdengar menyakitkan di hati Reno. Dia benar-benar melihat penolakan dari mata istrinya."Jangan sentuh aku, Mas Reno. Aku mohon. Kalau kau berani menyentuhku lagi, aku akan bunuh diri," ancam Maya.Sedetik kemudian kepala Maya ke belakang, tangannya meremas sprei saat Rama menghujamnya dengan kencang."Ughh ah!" lolongan panjang dari Rama dan Maya menandakan keduanya sudah sampai pada tahap pelepasan.Maya mengatur napasnya yang memburu, Rama dengan cepat menarik benda beruratnya dan menunjukkan di depan kakaknya."Dia, bukan Nadia, Ren. Dia, nggak akan pernah menerima diperlakukan kayak begitu. Lo salah kalau menilai wanita gue seperti itu," dengus Rama, dia memakai celananya dulu. Berjalan ke lemari dan mengambilkan baju untuk Maya."Pakai ini, Sayang. Kita hanya beristirahat sebentar," ucap Rama. Maya menurutinya dan
"Tolong jawab aku, sayang, apa kau baik-baik saja?" Kini tanpa ragu, tangan Rama menyentuh pipinya. Rama sedikit gusar karena Maya belum memberikan respon apapun.Jelas mereka berdua tahu kalau gadis itu sedang kebingungan. Tapi, mereka pun penasaran dengan sikap apa yang akan dipilih oleh gadis itu.Gadis dimana dia berstatus istri dari kakaknya dan dia tanpa sadar sudah memberikan hati untuk menjadi kekasih dari adik iparnya."A-aku, baik-baik saja, hanya masih sedikit pusing," jawaban itu mau tak mau keluar dari mulut Maya."Pusing? Di sebelah mananya, sayang? Katakan. Aku akan memijat kepalamu!"Sebelum Reno kalah start dari adiknya, dia sudah mencuri start lebih dulu mendekati Maya."Ti-tidak, aku tidak apa-apa, Mas Reno," jelas Reno mendengar kalau gadis itu menyebutkan namanya.Sesaat Reno tertegun dan kembali menarik tubuhnya. Bagaimanapun sekarang, dia tak boleh membuat bingung atau menekan perasaan gadis itu. Sepertinya yang James katakan, kondisi pemulihannya beresiko."Kau
"Kenapa? Kenapa lo diam? Apa yang gue bilang benar kan? Jadi, lo nggak usah sok perhatian dan bilang lo cinta sama dia deh. Lo tuh cuma manfaatin dia demi kepentingan lo.""Gue, nggak apa-apa. Apa yang lo inginkan bisa lo dapetin. Sebab dari dulu gue nggak minat dengan semua ini. Gue ingin bebas tanpa harus menyandang nama keluarga.""Dan, itu lo bisa ambil semua. Kita barter saja. Lo dapatkan semua, dan gue dapat apa yang gue mau. Gue cuma mau dia dan gue mau bawa dia pergi jauh dari sisi lo!"Terdengar dengan jelas dan tegas permintaan yang keluar dari mulut Rama. Itu bukan main-main. Rama tidak pernah seserius ini terhadap seorang wanita.Reno memang tahu, sejak dulu adiknya lebih senang membangun apapun tanpa nama besar keluarga. Bukan Reno tak sanggup melakukan itu, tapi dia pun sudah banyak ambil andil dalam kontribusi membuat nama perusahaan Baskoro semakin melambung."Nggak. Lo tau itu nggak mungkin. Gue nggak akan pernah melakukan itu. Dia, sudah gue pilih jadi istri gue, sel
"Ada apa, Markus?" Reno sedikit terkejut dan dalam kondisi marah pun ia masih melindungi kepala Maya dari benturan pada jok depan.Terlihat Markus melepas seatbelt dengan kasar dan akan membuka pintu kemudinya."Saya akan periksa dan pastikan, Tuan!" jawab Markus sigap dan segera membuka pintunya.Maya penasaran ingin melihat apa yang terjadi. "Kau tunggu disini, aku akan cek. Jangan kemana-mana," perintah Reno.Reno melirik seseorang turun dengan menggunakan hoodie berwarna hitam. Bagian kepala dan wajahnya pun tertutup dengan masker. Lalu, sepertinya ada yang tak beres karena orang itu tanpa ampun langsung menghajar Markus."Ti-tidak, Mas. Aku takut. Jangan tinggalkan aku disini sendiri," cegah Maya, menarik tangan Reno.Sial. Siapa orang itu? Untuk apa mobilnya menghadang mobilku. Batin Reno bergejolak, tangannya mengepal dengan kuat. Moodnya hari ini sedang benar-benar jelek.Pertengkaran kecilnya tadi dengan sang ayah sudah membuat kepala Reno terasa pecah. Rasanya sangat sulit
"Maya!" Sesaat langkah kaki Maya terhenti. Reno menyuruh pelayan untuk membawakan barang yang sudah dibeli istrinya."Ma-ma," ucap Maya menatap wanita dihadapannya. Wanita terlihat sibuk memberi perintah dan saat kedatangan Maya, dia hentikan kesibukannya."Ya ampun, kamu masih kaku aja. Kemari, sayang!" Mama Amel membentangkan kedua tangannya seperti burung dan Maya memberanikan diri melangkah maju.Namun, karena gemas mama Amel lebih dulu menghampiri dan memeluknya."Apa kabar, sayang. Kenapa baru main kesini? Apa si bodoh Reno mengurungmu, hah? Apa dia memperlakukanmu dengan baik?" ucap mama Amel lembut dengan dekapannya yang hangat membuat segala kecemasan dihati Maya menghilang."Aku baik-baik, saja, Ma," ucap Maya, sedikit meregangkan pelukan dan memberikan buket bunga yang dibawanya."Hmmm, cantik dan harum banget, kayak kamu. Mama bosan sendiri dirumah. Tidak ada anak perempuan, si bodoh Reno juga tidak peka. Tidak pernah membawamu kesini," lirik mama Amel.Maya melihat Reno s
Prang! Brukk! Rama tengah berada dalam pemeriksaan. Dia sudah diberikan obat penurun panas dan asupan makanan melalui selang infus. Jadi, tenaganya mulai pulih dengan membaik.Saat dia membuka mata dan menyadari tidak berada dalam sel, ini adalah kesempatan Rama untuk melarikan diri.Misi utama, Rama pergi dulu dari kurungan kakak Reno.Rama tahu, apa yang sedang dialaminya sekarang adalah ulah sang kakak.Bag! Bug! Rama memukuli saat dia berlari dan para penjaga menghalanginya. Tentu saja, mereka akan mudah dirobohkan asal kondisi Rama tidak dalam pengaruh obat bius yang kakaknya berikan.Aku harus kabur. Aku harus mencari cara keluar dari sini dan kembali ke apartemenku dulu. Semua barang dan uangku ada disana. Seluruh penjaga dibuat lumpuh oleh Rama. Untuk bela diri, Rama tidak kalah kuat dibandingkan kakaknya. Meski selama ini dia diam, tidak pernah menunjukkan dihadapkan kakaknya.Rama akan menggunakan bela dirinya disaat yang genting seperti ini.Rama berhasil membawa satu mobi