“Mas Reno, antar sampai disini saja!”Maya berkata setelah mobil Reno sampai gerbang rumah sakit.“Ada apa? Apa kamu tidak ingin mengajakku masuk dan memperkenalkan aku pada ibumu?” dengus Reno sedikit kesal secara tidak langsung dia diusir oleh Maya—istri kontraknya.“Aku hanya menjenguk sebentar, Mas. Bukannya Mas Reno bilang, aku harus menyelesaikan urusan pekerjaanku. “Maya berkata sedikit ragu, menarik wajahnya perlahan, dia tidak ingin membuat Reno marah padanya atau memberikan laki-laki itu kesempatan untik menjamah tubuhnya.Hari ini sudah terasa cukup melelahkan bagi Maya. Dia meski belum terbiasa pun harus bersikap seperti wanita murahan kalau dihadapan Reno.“Hah, baiklah. Aku lepaskan kali ini. Cepat selesaikan pekerjaannya dan aku ingin hari ini kau keluar dari pekerjaanmu, mengerti?”Maya mengangguk cepat dan tidak ingin membahas apapun lagi.“Dan kalau bisa, jangan sampai menunggu dua bulan untuk memutuskan pacarmu itu. Aku tidak suka istriku berdekatan dengan laki-lak
Pintu ruangan Bram dibuka, Maya mendengar dia bersiul memasuki ruangan."Ya ampun, Maya, bikin kaget saja. Aku pikir siapa? Ehm, kamu gak apa-apa kan sayang? Kok kamu gada kabar dari kemarin?"Jelas Maya melihat kepura-puraan Bram. Dia masih tidak mengira akan mendapatkan hal seperti tadi. Maya bahkan sudah menunggu Bram lebih dari setengah jam di ruangannya.Bram mencoba mendekati Maya, namun Maya menghindar. Baginya sudah cukup tontonan tadi menjawab semua. Dia ternyata salah menilai, dia pikir Bram laki-laki baik dan sempurna. Dia akan tulus pada Maya. Ternyata semua salah."Tapi, aku gak lihat kamu menelpon atau mengirimkan pesan padaku, Mas? Benarkah kamu mencari aku?"Maya memicingkan matanya, dia ingin mendengar jawaban dari laki-laki yang selama dua tahun ini dia cintai."Ah, soal itu, emmm, aku sibuk. Aku ... kamu pasti tahu kan, ini sudah mau akhir bulan dan harus melakukan stok barang," jelas sekali di telinga Maya, Bram sedang mencari alasan."Sibuk? Stok barang? Maksud ka
"Maya, tunggu. Jangan pergi!” Bram mengejar Maya, tepat saat Maya akan turun dia berpapasan dengan Lita. Wajah Lita terlihat berseri dan Maya jelas melihat dileher Lita, bekas tanda merah itu terlihat jelas.Bram mendadak kikuk. Jika dihadapkan dengan posisinya, dia akan merasa bingung. Dia menginginkan Maya menjadi istri karena kedua orang tuanya menyukai Maya. Sedih dengan Lita, kebutuhan biologis Bram tanpa diminta pun Lita akan selalu memberikannya sinyal.Padahal jika Bram berpikir jernih, cepat atau lambat nanti pun dia akan bisa merasakan dan mendapatkan semua dari Maya. Tapi, yang namanya kucing garong, mana dia menolak meski dikasih tulang ikan.Maya hanya sesaat saja bertatapan, lalu menghindari tatapannya. Bergegas turun dan Bram masih mengejarnya."Maya, tunggu! Kita bicara baik baik dulu. Tolong, jangan pergi, Maya!"Bram berhasil meraih tangan Maya, diluar toko Maya dicegah pergi oleh Bram. Tapi, sedetik kemudian Maya terkejut saat melihat seorang pria yang sedang meloto
“Huhuhu, jangan sentuh aku, Rama, lepaskan aku, huhuhu!” Maya terus berontak dan menjerit. Rama sedang berusaha menenangkan Maya dalam pelukan. Memeluk Maya dan mengusap rambutnya.“Tenang dulu, dengarkan aku, tenang Maya. Tolong dengarkan aku dulu!” Maya terus memukuli dada Rama. Menangis sekencangnya. Saat ini hatinya seperti terbakar. Panas dan terasa menyakitkan.“Tega kamu, Rama. Kenapa kamu lakukan itu denganku. Apa salahku, kenapa kamu tega melakukan ini padaku. Aku ini istri kakakmu, Rama. Tega kamu!”Maya tidak ingin mendengar penjelasan apapun dari Rama. Disentuh oleh Reno saja, Maya sudah merasa seperti wanita murahan. Belum lagi permintaan Reno yang aneh-aneh agar dia bisa mengeksplor diri jika sedang bercinta dengan Reno. Kini, dia, tubuhnya malah digagahi oleh adik ipar yang berwajah sama dengan suami kontraknya.Maya masih belum mengetahui perbedaan keduanya. Masih terlalu identik. Suara, wajah, bentuk tubuh, semuanya terlihat mirip dengan Reno, suami kontraknya.“Tolo
Untuk pertama kalinya Rama berada di lingkungan yang tidak biasa. Dia yang sering menjalin hubungan dengan kolega atau wanita-wanita kelas atas, pemandangan di depan matanya bukan adalah hal baru.Gang sempit yang hanya bisa di masuki oleh satu motor. Kiri kanan penuh dengan rumah padat penduduk. Benar-benar pemandangan langka dimatanya.Hah, yang benar saja? Reno? Apa dia benar-benar sudah gila. Darimana dia menemukan gadis sepertinya? Dia bukan dari wanita kalangan elite, bahkan penampilannya memang tidak mirip dari keluarga berada, tapi aku tidak menyangka kalau dia akan tinggal di tempat kumuh seperti ini. Bahkan kamar pelayan di rumah saja tinggal dikamar yang lebih baik.Dukk!“Aw!”Maya menoleh saat Rama memegangi dahinya sambil menyerinyit. Dia baru saja membuka pintu dan gadis itu tidak perduli, mengabaikan dan masuk. Saat dia ingin menutup pintu, jelas pintunya ditahan oleh Rama.“Apa ada manusia tinggal disini. Sudah kotor, bau, jelek dan apa ini, kau benar-benar tinggal
"Ya sudah, pulanglah. Aku mohon. Aku mau istirahat," sepertinya tidak ada penolakan lagi dari Rama."Tunggu sampai makanan datang dan kau menyelesaikan makanmu, oke? Lalu benar kau tidak mau pulang ke rumah?"Maya sedikit menarik sudut bibirnya kecut. Kata pulang yang dimaksud seperti mengingatkan dirinya untuk kembali ke sarang serigala kelaparan. Bukan lapar dengan kata sesungguhnya, tapi lapar pada kehangatan di ranjang panas.Rasa lelah menolak dua saudara kembar ini pun sudah tidak berguna. Maya lebih baik diam dan menurut agar semua cepat selesai."Aku akan mengatur tempat tinggalmu. Aku tidak suka melihat kamu tinggal ditempat seperti ini, mengerti?"Hah, sudah seenaknya sendiri melakukan apapun dengan tubuhku. Dia memang sama saja dengan yang satunya. Tidak ada bedanya. Benar-benar kembar identik. Selalu sesuka hati. Tapi, bagaimana aku menandainya, aku tidak akan mungkin terus bersikap seperti tadi kan? Pasah? Itu bukan keinginanku, tapi kalau sudah berurusan dengan uang, ah
"Tuan, pesanan Anda." Salah satu pengawal memberikan satu pepar bag berukuran lumayan besar."Umm." Setelah menerima anggukan, dia pergi."Kemari My Bee," Maya tetap tidak beraksi, meskipun air liurnya terasa di tenggorokan saat dia mencium aroma yang semerbak dari paper bag itu."Come on, kemarilah, babe, my bee, ayolah, hummm. Atau kau menginginkannya lagi?" desak Rama, melihat tidak ada reaksi dari Maya."Jangan harap!" delik Maya spontan membuat segurat senyuman di sudut bibir Rama."Aku letakan disini. Aku akan pulang. Soal yang terjadi di hotel dan barusan aku akan menyimpan dan merindukan lagi, sayang. Aku harap kamu cepat kembali ke rumah. Aku menantikan kepulanganmu. Aku berjanji, saat kamu pulang, aku akan berusaha menahannya, ya meskipun aku tidak yakin, oke?"Maya memberikan tatapan frustasi. Jujur dibandingkan dengan Reno, cara bicara Rama lebih baik dan lembut, setidaknya itu yang dirasakan Maya."Oke. Diammu aku anggap sebagai tanda persetujuan dari kamu. Aku hanya berh
"Awwww!!" Jerit Maya, dia merasakan sakit sekaligus kaget saat rambutnya dijambak oleh Reno."Berani sekali kau tidak pulang dan tidak memberikanku kabar? Apa kau lupa dengan perjanjian kita. Kau harus memberiku kabar kemanapun, kalau tidak jangan salahkan aku memberikan hukuman!"Cengkraman di rambut Maya membuat gadis itu menengadah ke belakang. Kepalanya terasa nyeri dan berdenyit tak karuan."Ma-maaf, Mas, ponselku mati. Aku, itu, argghh!" jeritnya lagi kerena Reno mencengkram rambutnya semakin kuat."Alasan!""Sumpah, Mas!""Bohong!""Aw, aghh, aku tidak berbohong, Mas. Mas cek saja, argghh!"Reno menghempaskan cengkraman tangannya dan melihat kamar kecil milik Maya. Dilihatnya ponsel Maya tergantung pada plastik dan terhubung dengan aliran kabel listrik yang menandakan memang masih dalam pengisian daya."Kenapa tidak pulang, hah? Kalau aku tidak mendapatkan alamatmu, apa kau akan tetap disini? Hah!"Maya tak menghiraukan ucapan Reno, gadis itu sedang memeriksa lututnya yang lece
"Tuan, hujannya sudah berhenti. Apa kita tidak masuk saja?" Markus berkata dari kaca spion. Saat menelepon Rama sebenarnya Reno sudah berada tak jauh dari gerbang rumah, tapi dia tidak masuk. Reno malah menelpon Rama. "Kau bisa istirahat dulu, Markus. Dua jam lagi, kita akan kembali!" Reno memberikan perintah, sambil tangannya meremas satu lembar surat hasil pemeriksaan rumah sakit. Aku harap kau tidak mengecewakanku, Rama. Aku sangat berharap besar padamu, Rama Sore tadi setelah Reno selesai dengan pekerjaan, Reno segera memerintah Markus untuk berputar ke rumah sakit sebelum pulang ke rumah. Reno memang sudah membuat janji untuk mengambil hasil lab-nya. Tapi, setelah dia mengetahui hasil lab, wajahnya begitu kecewa. Seolah semua yang sedang dia bayangkan lenyap seketika. Reno memiliki banyak impian dan rencana yang akan digapainya, tapi semua seolah sirna setelah dia melihat hasil lab tentang dirinya. *** Rama mengecup kening Maya yang sudah tertidur pulas. Wajahnya ter
Teriakan Rama cukup membuat gempar pelayan yang menunggu di ujung dapur. Kalau tidak dipegang, mungkin mangkuk tadi sudah berpindah ke wajah Maya."Hah, apa kubilang, kau tidak akan menyukainya. Aku suka apapun yang pedas, sangat pedas dan extra pedas. Aku membuat ini karena diluar sudah mulai hujan. Ini sangat cocok dinikmati saat cuaca dingin seperti ini."Sergah Maya sambil berkacak pinggang."Gila. Apa yang seperti itu kau masih bisa bilang makanan? Itu racun. Bisa mati orang memakannya. Jangan sembang memakan yang seperti ini," delik Rama.Lidahnya masih dia kibas dengan tangan dan air dalam satu gelas langsung di teguk habis olehnya."Jangan komplen. Mau aku makan apapun, selama aku suka, aku akan memakannya. Sini, sayang dibuang biar aku yang habiskan. Jangan hukuman tujuh mangkuk, satu saja kau tidak sanggup!"Maya mencibir dengan satu sudut bibirnya kecut."Hah, kau meremehkan aku? Aku akan habiskan. Minggir!"Rama seperti bom molotov yang akan langsung meleduk saat tersentuh
"Hey, kau mau bawa aku kemana?"Maya terkejut, setelah keluar restoran tubuhnya, tepatnya, pinggang kecil Maya diseret oleh lengan besar Rama memasuki satu toko."Sstt, diam. Jangan banyak bicara, kemarilah. Tolong pilihkan sesuatu untukku?"Maya menoleh wajahnya, meminta dia memilih sesuatu yang tidak dimengerti."Apa maksudnya? Aku tidak mengerti, tolong perjelas!"Tiba-tiba tangan Rama makin melingkar dipinggangnya dan menarik gadis itu dalam dekapan."Tadi, bukannya kamu bilang, kamu bingung membedakan aku dengan kakakku, kan? Selain luka ditubuhku, aku gak mungkin kan harus terus buka baju untuk memberitahu perbedaanku. Pilihlah, satu benda agar kau bisa mengenaliku."Maya tertegun dengan ucapan Rama. Ini hampir membuatnya gila. Dia, dikejar adik iparnya sampai seperti ini."Kau jangan gila, Rama. Aku gak mungkin melakukan kesalahan itu lagi. Cukup kali itu saja. Aku gak akan mungkin kamu sentuh lagi kok. Jadi, stop berpikir apapun tentang itu. Aku, mau pulang. Lepaskan!"Maya me
"Jadi apa yang mau lo bicarakan, Rama? Kelihatan serius banget?"Reno berbicara saat menarik kursi makannya. Mereka masuk ke restoran all you can eat. Sementara Reno dan Rama sudah selesai memilih makanan, Maya sudah meletakkan piring makannya, tapi dia kembali lagi ke meja prasmanan untuk memilih lagi."Gue, mau pegang cabang perusahaan papa yang di luar negeri. Gue harap lo setuju," Reno hampir tersedak saat menyuapkan makan ke mulutnya."Arghh, lo gila? Seriously? Bukannya lo paling anti kalo disuruh kesana? Tumben banget!"Reno yakin ada alasan khusus sampai adiknya meminta pindah. Jangan pindah, andai ada tugas mengganti dirinya satu dua hari pun Rama pasti menolak, sekarang dia yang menyerahkan diri."Serius. Double rius. Gue udah atur ke berangkat gue, besok pagi.Sisa tugas nggak banyak kok. Markus bisa cek langsung sama Evi sekretaris gue!""Alasannya?""Gue, pengen cari ide segar, siapa tahu disana gue dapat ide baru yang bisa gue kembangin disini."Reno jelas melihat ada ya
“Bagaimana? Kamu suka?”Reno melirik istri kontraknya yang bergeming melihat sekitar. Mata Maya masih berkeliling ke seluruh ruangan itu.Dua lantai yang dilihatnya. Bagi gadis itu, ini bukan hanya tempat biasa. Terlalu istimewa. Meski masih ruangan kosong, tapi dapat gadis itu pastikan jika barang dan yang lainnya sudah masuk secara bergilirian, itu akan disulap menjadi sesuatu yang mewah.“Ini serius, Mas? Apa tidak berlebihan? Aku hanya menginginkan tempat yang kecil saja,” tentu akan membuat gadis itu terkesima, tapi dibandingkan dengan terpesona. Gadis itu lebih memilih takut.Gadis itu tidak akan dapat membayangkan imbalan apa yang harus dia berikan pada suami kontraknya. Dengan ruko dua lantai ini, itu artinya dia sedang menambah hutangnya dan berapa lama lagi dia harus melunasi hutang dengan tubuhnya.“Kau pikir, aku akan membiarkanmu bekerja di tempat seperti kamu tinggal? Tempat kumuh dan kecilmu itu, hah?”Mendadak berdesir kembali hati gadis itu. Ucapan yang dikatakan sua
“Ini ponselmu!” Maya terkejut saat tangannya disentuh oleh Reno dan meletakkannya di tangannya kembali.Gadis itu tertegun sesaat, otaknya ngeblank sesaat dan mengkrejapkan kedua matanya. Maya merasa ada yang aneh dengan sikap Reno.“Terima kasih, Tu—awww !” Maya kembali dikejutkan saat pinggang kecilnya dicubit dan dia mendapat delikan tajam dari Reno.Kode keras bagi gadis itu agar tidak melanjutkan kembali perkataannya.“Ma—Mas, sudah me—lihatnya?” tanya Maya. Jujur hatinya juga ikut tidak karuan, dia takut kena marah atau hukuman kalau isi ponselnya dilihat.“Nope! Aku percaya, kamu sedang mencari karyawan. Lain kali jangan seperti itu, aku nggak suka melihatnya. Aku seperti sedang memergoki istriku sedang selingkuh!”Tuing. Doing! Kepala Maya seperti dihantam gada besar berkali—kali. Lehernya seperti tercekik. Rasanya manis, asam, asin, nano nano. Tapi, detik selanjutnya helaan nafas juga berhembus.“Kenapa? Apa kamu sungguh—sungguh berselingkuh di belakangku?” dengus Reno kembal
“Ayo, kamu sudah siap kan?” Reno melirik istri kontraknya, dia baru saja turun dan membuka ponselnya.“Umm.,” jawab Maya singkat karena dia tetap asik dengan ponselnya.Duk! Langkah Maya terhenti saat tubuhnya menubruk sesuatu. Saat gadis itu meliriknya, laki—laki berbadan besar itu berwajah kecut sambil melipat kedua tangannya di dada.“Ops, maaf, aku bukan sengaja, Mas!!” Gadis menaruh kembali ponselnya ke dalam tas. Tidak ingin membuat sang penguasa marah atau memberikannya hukuman.“Ada apa? Siapa yang menghubungimu?” dengus Reno, tampangnya saja sudah tidak sedap di pandang mata.“Oh, umm, itu ….” Maya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya tiba—tiba tubuhnya bergidik kalau membayangkan Reno marah kembali. Gadis itu gak ingin suami kontraknya tau—tau membawanya kembali ke ranjang, tapi jika apa yang ada di dalam ponsel itu sampai terbaca olehnya, jelas seratus persen, dia akan marah.Duh, mas Bram ngajak ketemuan. Aku jadi serba salah? Kalau dia tahu, belum apa-apa pasti
Suara ketukan pintu terdengar, seorang wanita masuk ke ruangan Rama.“Sayang!” Rama menoleh saat wanita itu menyentuh pundak dan menyandarkan dirinya di punggung Rama.“Ada apa? Letakan saja berkasnya dan kau pergilah,” Rama sepertinya enggan dekat dengan wanita itu.“Ayolah, ada apa? Kau sedang datang bulan? Wajahmu kusut dan lecek sekali dari tadi pagi,” masih tidak menjauhkan kepalanya dari punggung Rama.“Hentikan, Monica. Apa diluar kau tidak bertemu Evi? Lain kali titipkan saja dokumennya pada dia,” dengus Rama, dia mendorong perlahan kepala wanita yang dipanggil Monica dan bergeser.“Oh, babe, what’s wrong? Are ok? Tumben banget sih? Kok kayaknya aku ditolak mentah—mentah begitu sama kamu?” Monica menghela nafas dan melipat tangannya di dada.“Pergilah, aku tidak ingin di ganggu,” tanpa menoleh Monica, Rama kembali duduk di kursi dan mengabaikan Monica.“Babe, ayolah, aku datang kesini kan jarang—jarang. Aku kangen sama kamu dan Reno. Sudah lama sekali kalian tidak memberik
"Ini apa, Mas?" Reno meletakkan satu buah kunci ke tangan istri kontraknya."Ini milikmu!" Gadis itu menakutkan alisnya bersamaan. Masih belum memahami dengan kunci pemberian suami kontraknya. Maya membenarkan posisi rebahan menjadi bersandar di ujung ranjang. Lalu gadis itu membekap mulutnya. "Mas!""Umm, apa coba?" Reno penasaran apa yang akan dikatakan istri kontraknya. "Mas benar-benar sudah menghancurkan rumah kontrakanku, Mas. Mas tega deh, aku kan sudah bilang, itu rumah orang!" dengus gadis itu sedikit kesal karena diberikan kunci. "Apa itu terlihat kunci rumah kontrakanmu?" Kembali gadis itu melihat kembali. Satu buah kunci berwarna silver di tangannya tidak mirip dengan kunci kontraknya. "Ah, bu-bukan. Ini kunci apa, Mas? Dan, bagaimana dengan rumah kontrakanku? Apa kamu benar-benar menghancurkannya?" Wajah gadis itu yang kini penasaran menanti jawaban. "Tidak sayang, aku tidak menghancurkan. Aku meminta Markus mencarikan satu apartemen untukmu, tepatnya membelinya. Ak