ikuti terus cerita ini yah,,, jangan lupa berikan dukungan kalian dengan vote novel ini yah teman-teman tinggalkan komentar kalian juga bila kalian suka dengan ceritanya vote dan komentar kalian akan sangat berarti bagi saya dan cerita ini,, salam cinta, ❤️❤️
Siska berjalan cepat dari raut wajahnya yang terlihat gusar sangat jelas kalau dia sedang marah besar. Dia berjalan melewati meja kerjanya dan tanpa mengetuk pintu membuka pintu ruangan kerja Arvan dengan keras. Arvan yang sedang meneliti sebuah berkas tampak terkejut dengan kelakuan sekretarisnya ini.“ada apa Siska? Tidak bisakah kau mengetuk lebih dulu,” ucap Arvan menatap Siska sekilas dan kembali terbenam pada berkas yang ada di mejanya.“Aku butuh kepastian darimu Arvan, apakah kamu mencampakkanku setelah kamu berhasil menikahi mantan tunanganmu," ucap Siska kesal. Bahkan karena emosinya dia tidak lagi memanggil Arvan dengan sebutan 'Pak' seperti biasa.Cukup sudah kesabarannya menganggap bahwa semua baik-baik saja saat Arvan terlihat mulai menghindari dan mengabaikannya. Bahkan saat ini orang-orang mulai memperlakukannya dengan kasar dengan menyebutnya wanita murahan yang tidak tahu diri. Padahal Amandalah yang merebut Arvan darinya. Wanita itu mungkin mantan tunangan Arvan tap
Arvan mengendarai mobilnya dengan amanda yang duduk tenang di sampingnya. Dipangkuan Amanda terdapat sebuah hampers yang akan dibawa untuk mertuanya. Amanda berusaha menampilkan wajah sumringah penuh senyum. Dia berharap setelah menikah dengan Arvan sikap kedua orang Arvan akan sedikit melunak padanya.Berkunjung ke kediaman Baskoro akan menjadi kunjungan pertama setelah Amanda resmi menjadi istri Arvan. Memang sudah cukup lama berlalu namun mereka baru sempat mengunjungi orang tua Arvan karena jadwal Arvan yang sangat sibuk.Mobil Arvan memasuki pekarangan rumah orang tuanya. Dia lalu melajukan mobilnya menuju tempat parkir dan berhenti disana. Lalu dengan segera dia mematikan mesin mobil dan keluar dari dalam mobil diikuti dengan Amanda di belakangnya.Arvan langsung masuk setelah memberikan salam. Dia berjalan melaju menuju taman samping tempat dimana Ayahnya biasa menghabiskan waktunya di rumah."Ayah,," ucap Arvan menyapa ayahnya."Kamu datang Nak? Mamamu hampir saja menyuruh aya
Arvan sedang berada di sebuah cafe, dia terlihat menengok pintu cafe beberapa kali mencari seseorang. Dia sedang menunggu Johan, ada yang ingin dibicarakannya. Sebenarnya bukan hal penting, hanya saja dia butuh sedikit saran dari sahabatnyaTidak lama Johan muncul, dengan setelan yang cukup formal. Dengan jas dan celana bahan. Berbeda dengan Arvan yang hanya mengenakan kaos polo dan celana denim. Arvan cukup terkejut melihat penampilan sahabatnya."Sorry bro lama,,, gimana nih," tanya Johan sembari duduk di hadapan Arvan."Ada yang ingin gue omongin. Sekalian tanya pendapat loe," balas Arvan sambil menyeruput minuman dinginnya."Yaudah cerita aja. Tapi gue udah keren belum?? Gue mau ajak Tasya dinner. Udah lama nggak keluar berdua," ucap Johan dengan mata berbinar."Lo ada janji sama Tasya? Mestinya lo bilang.. gue jadi nggak enak," Mendengar itu Arvan jadi merasa tidak enak sudah meminta Johan untuk menemuinya."Sejak kapan lo nggak enak gitu sama Tasya? Biasanya juga lo masa bodoh,"
"Jangan berpikir aku akan menganggapmu sebagai menantuku," ucap Sinta dengan ketus. Wajahnya sama sekali tidak bersahabat.Amanda ada di dapur sambil mengatur buah yang tadi dibawanya bersama Arvan. Sinta tiba-tiba muncul di hadapannya dan langsung memakinya. Amanda sadar diri akan hal itu, walaupun dia tidak menyangka Sinta akan mengatakannya secara terang-terangan."Aku sungguh tidak mengerti apa yang dilihat Arvan darimu, hingga dia terlalu keras kepala untuk menikahimu, kamu pasti sudah menjebak anakku," tuduh Sinta tidak beralasan.Amanda hanya terdiam mendengar makian ibu mertuanya. Seandainya ibu mertuanya tahu bila perlakuan anaknya juga tidak baik terhadapnya, Amanda yakin Sinta pasti akan menertawakannya.Disana juga ada mbok Sri yang mendengar dengan ketakutan melihat nyonya besarnya tampak marah dan tidak suka pada menantunya. Wanita paruh baya yang sudah bekerja cukup lama dengan keluarga Baskoro memang menghafal sifat nyonyanya yang sedikit keras kepala namun dia jarang
Siska berjalan mengitari ruang tengah apartemennya, sambil menyentuh dinding ruangan yang berwarna putih gading. Ditangan sebelahnya sebuah botol minuman digenggamnya dengan kuat. Perasaan kesal dan marah yang dirasakannya pada Arvan membuatnya ingin memaki siapapun. Namun apa daya hanya ada dia sendiri di tempat tinggalnya sekarang.Siska tiba-tiba berhenti dan mengambil bingkai foto yang menampakkan wajahnya yang sebelumnya dipajang di dinding. Sambil melihat wajah sendiri di dalam foto itu, dia tersenyum. Lalu tiba-tiba Siska melempar bingkai foto itu ke arah seberang hingga bingkai itu menabrak tembok di sisi lain. Lalu dia juga melakukan hal yang sama pada beberapa pajangan yang ada di dinding apartemennya.Tidak hanya itu dia bahkan menghancurkan sofa dan meja yang ada disana. Kegilaan siska tidak berhenti sampai disitu. Dia lalu masuk ke kamarnya dan memporakporandakan isi kamar tidurnya. Lalu dia kembali keluar dari kamarnya. Dan mencari sesuatu di antara ruangan yang sudah ter
Keesokan harinya seperti biasa Amanda sudah selesai menyiapkan menu sarapan untuk dirinya dan Arvan. Dia juga sudah memanggil Arvan untuk sarapan bersama. Mereka lalu sarapan dalam diam. Memilih untuk larut dalam pikiran masing-masing. Semuanya terlihat normal walaupun kenyataannya tidak. Pikiran Amanda masih melayang memikirkan sikap Arvan terhadap Siska, apa dia akan melakukan hal yang sama seandai Amanda yang menelpon. Lalu jika Siska memang berada di hati suaminya mengapa Arvan segetol itu memilih untuk menikahinya. Dia bisa saja hidup bahagia bersama siska sekarang. Apa kebencian sudah menutupi mata Arvan sampai dia tidak sadar ada Siska dihatinya.Jika Amanda memikirkan tentang wanita idaman lain suaminya, maka Arvan justru sedang memikirkan obrolannya dengan Tasya di cafe kemarin malam. 'Pajangan rumah? Aku memang jarang mengajaknya keluar, tapi aku juga tidak mengurungnya. Aku hanya memintanya untuk ada di rumah saat aku pulang, Lagipula kemanapun dia pergi itu bukan urusank
Hari ini Arvan sudah membuat janji untuk bertemu dengan Harris dan membahas tahap akhir pembangunan outlet baru miliknya. Dia harus memastikan tidak ada masalah lain yang perlu dikhawatirkan sebelum outlet resmi dibuka. Arvan sudah menunggu hampir satu jam namun batang hidung Harris belum muncul juga. Arvan merasa jengkel. Waktunya terbuang percuma satu jam hanya untuk menunggu rival masa lalunya itu. Bagaimana Harris bisa bekerja profesional bila dia membiarkan kliennya menunggu hingga satu jam. Dasar Harris brengsek. Apa dia mencoba menguji kesabaranku?Arvan yang terlihat gusar, menghela nafasnya kasar saat dilihatnya Harris memasuki restoran yang mereka sepakati dan berjalan ke arahnya sambil melambaikan tangan seolah mereka teman akrab dan tidak ada masalah dengan 'keterlambatan' yang baru saja dilakukannya."Kau membuatku menunggu cukup lama," ucap Arvan dengan nada sarkas."Tadi jalanan macet. Aku mencoba menghubungimu, namun ponselku mati, aku minta maaf," ucap Harris santai.
"Boleh aku masuk," ucap Johan sambil menyundulkan kepalanya di antara pintu ruang kerja Arvan dan hanya di balas anggukan oleh Arvan. Setelah mendapat izin Arvan, Johan kemudian melangkahkan kakinya masuk setelah sebelumnya memberikan senyuman kepada Siska.Siska memang sudah mulai kembali bekerja setelah libur tiga hari. Dia meminta Arvan menemaninya kembali ke apartemen. walaupun masih kesal karena kebohongan Siska, Arvan tetap menyempatkan diri untuk mengantarkan Siska ke Apartemennya. Di mengatakan ingin kembali kesana dan Arvan tidak melarangnya. Arvan pura-pura tidak tahu kalau kejadian waktu itu hanya kebohongan yang dibuat Siska. Namun hal itu semakin mengikis kepercayaan Arvan pada Siska dan dia juga mulai mempertanyakan etos kerja Siska hingga tanpa sadar Arvan justru semakin menjaga jarak dengan Siska.Johan datang sambil membawa berkas hasil rapat dengan timnya dan berniat menyerahkannya kepada Arvan. Johan berjalan perlahan seperti sedang mempertimbangkan sesuatu namun k