Amanda menatap gelisah benda kecil pipih yang sedang di genggamnya. Dia ragu akan mencobanya atau tidak tetapi bila dia tidak mencobanya sekarang dia tidak akan tahu penyebab tamu bulanannya datang terlambat. Meskipun sebelumnya dia meyakinkan dirinya bila ini hanya masalah menstruasinya yang tidak teratur karena mungkin dia sedang stres. Namun kenyataannya di memikirkan hal itu sejak pagi tadi.Karena itu begitu Arvan memilih berangkat kerja, Amanda segera meluncur menuju swalayan terdekat untuk membeli testpack.Setelah cukup lama Amanda terdiam dia membulatkan tekadnya. Dia tidak memiliki pilihan lain selain melakukan test. Dia harus melakukannya. Lebih cepat lebih baik. Dia akan memikirkan langkah selanjutnya setelah dia yakin dia sedang hamil atau tidak.Amanda membasuh wajahnya di wastafel. Dia menatap test pack yang tadi digenggamnya. Untung Arvan berangkat kerja setelah mendapat telepon dari Johan yang memintanya segera ke kantor. Walaupun enggan, Arvan tetap berangkat karena
Satu hari berlalu tapi Amanda masih belum memberitahukan Arvan mengenai hasil testpacknya. Selain karena masih ada keraguan dalam dirinya, hari itu Arvan juga terlihat sangat sibuk.Arvan pulang sedikit terlambat saat langit sudah mulai berwarna gelap. Walaupun sempat terjadi kecanggungan diantara mereka saat Arvan pulang tadi, Amanda dengan cepat memilih untuk menyibukkan dirinya di dapur. Dia tidak ingin Arvan melihat wajahnya memerah. Sejujurnya Amanda masih tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi di antara dirinya dan Arvan.Beberapa minggu yang lalu hubungannya dengan Arvan seakan tidak memiliki titik temu selain kebencian dan balas dendam, namun hanya dalam semalam, tingkah mereka berubah seperti pasangan pengantin baru yang masih canggung satu sama lain. Memikirkan apa yang sudah terjadi tadi pagi saja bisa membuat pipi Amanda langsung memerah karena malu.Amanda masih menyiapkan makan malam mereka, namun kegiatannya teralihkan oleh Arvan yang terlihat fokus di depan lapto
"Ada apa, Amanda?" Tanya Tasya membuyarkan lamunan Amanda.Amanda dan Arvan sedang berkunjung ke rumah Johan dan Tasya. Mereka berencana akan mengadakan syukuran kepindahan sekaligus dengan acara cuci perut Tasya. Arvan dan Amanda sedang membantu memindahkan barang-barang dari apartemen menuju rumah baru mereka.Seperti halnya Arvan, saat bujang Johan juga memilih untuk tinggal di apartemen karena lebih praktis. Tetangga di apartemen yang cenderung bersifat individual dan cenderung tidak peduli satu sama lain membuat hidup mereka lebih tenang. Tidak akan ada penghuni yang akan menguntit atau membicarakan mereka. Namun, semenjak menikah, ditambah lagi Tasya yang sedang hamil besar. Membuat Johan memikirkan tempat tinggal yang cocok untuk membesarkan anak-anak mereka. Sebuah tempat dengan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan untuk anak-anak mereka nantinya.Karena itu, Johan dan Tasya sepakat untuk membeli sebuah rumah bergaya minimalis di sebuah kawasan perumahan di sekitar kota Jak
Beberapa hari berlalu, namun keadaan masih sama. Amanda masih tidak bisa mengatakan kepada Arvan mengenai kehamilannya. Kali ini dia yakin bahwa dia memang hamil karena dirinya sudah melakukan tes kehamilan beberapa kali. Dan hasilnya sama. Dua Garis. Positif. Dia positif hamil. Berita menggembirakan bagi Amanda namun dia tidak tahu reaksi apa yang akan ditunjukkan Arvan bila dia mengetahui kenyataan ini.Hal itu membuat Amanda merasa gelisah. Dirinya dihinggapi keraguan. Perlukah dia mengatakan pada Arvan atau menyembunyikanya. Tapi dirinya tidak mungkin selamanya menyimpan kehamilannya dari Arvan. Cepat atau lambat suaminya pasti akan segera mengetahui rahasia ini.Amanda yang masih belum siap dengan kemungkinan buruk yang mungkin dihadapinya saat mengatakan bahwa dirinya hamil. Mulai mengatur strategi untuk masa depannya. Dia membongkar lemari pakaiannya mencari sesuatu yang dia ingat dia letakan di sana. Begitu dia menemukan sebuah buku tabungan dia membuka dan memeriksanya. Juml
Amanda hanya bisa menurut karena dia tidak punya alasan untuk menolak. Apalagi tatapan tajam dari Arvan membuatnya takut buka suara. Mereka sedang duduk di sebuah klinik menunggu panggilan untuk pemeriksaan Amanda. Arvan terlihat tenang menunggu. Betrbeda dengan Amanda yang nampak gelisah menyadari sebentar lagi kehamilannya akan segera terbongkar.Tidak beberapa lama nama Amanda dipanggil dan mereka berdua segera masuk ke ruang dokter. Amanda lalu mendapatkan beberapa pemeriksaan setelah dia menyampaikan keluhan yang dialaminya."Baik ibu Amanda,, sejauh ini kondisi ibu baik. Namun kita akan melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui dengan pasti kondisi ibu. Ibu bisa mengikuti perawat kami," ucap dokter dengan santun sambil mengarahkan Amanda mengikuti seorang pria berbaju putih. Arvan juga ikut keluar menemani Amanda.Setelah menunggu selama hampir satu jam nama Amanda dipanggil kembali dan masuk ke dalam ruangan dokter. Arvan juga ikut masuk. Jika Arvan masuk karena penas
Amanda membuka pintu apartemen dalam diam. Rasanya sangat lelah. Meskipun kram yang dirasakannya sudah lama menghilang namun kebisuan yang terjadi selama perjalanan pulang membuat otaknya menerka-nerka apa sebenarnya yang dipikirkan dan direncanakan Arvan setelah mengetahui bahwa sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah.Bukannya merasa tenang karena tidak perlu lagi menyembunyikan apapun pada Arvan, Amanda justru menyadari sikap diam Arvan menimbulkan sejuta pertanyaan di dalam benaknya. Selama perjalanan pulang dia menerka-nerka tindakan yang mungkin akan dilakukan Arvan padanya, dan semua yang dia pikirkan tidak satupun menyenangkan.Tidak berbeda jauh dengan Amanda, setelah mendengar kabar kehamilan itu, Arvan mulai dihinggapi banyak pertanyaan di kepalanya. Banyak hal yang dipikirnya. Mulai dari pertanyaan apa Amanda sudah tahu sejak awal tentang kehamilannya dan sengaja tidak memberitahunya. Tapi apa alasannya? Apakah Amanda belum siap memiliki anak darinya. Apa Amanda tidak
Seharian Arvan menjadi murung dan tidak berkonsentrasi di kantor. Dia terlihat tidak bersemangat melakukan aktivitas apapun. Dia hanya menatap ponselnya, berusaha mengirim pesan pada seseorang namun dengan segera dihapuskan. Dia melakukannya beberapa kali.Semalam tidurnya sama sekali tidak nyenyak. Bahkan Arvan hampir tidak bisa memejamkan matanya. Arvan memikirkan setiap ucapan Amanda. Arvan memikirkan bagaimana ekspresi wajah Amanda saat mengatakan semuanya. terlihat sangat sedih dan terluka.Arvan seakan tersedot kembali ke pusaran ingatannya saat pertama kali dia menemukan Amanda dan mulai mengusik hidup istrinya itu. Bagaimana dia mengatakan semua kata-kata kasar penuh kebencian dan mengatasnamakan balas dendam untuk merenggut kebebasan Amanda. Menikahi Amanda namun memperlakukannya seperti wanita murahan. dia tidak pernah sekalipun memperlakukan Amanda selayaknya seorang istri.Saat itu, dirinya diliputi begitu banyak rasa marah. Dirinya marah menyadari Amanda terlihat baik-bai
Perbincangan dengan Johan seharian tadi memberikan pencerahan bagi Arvan. Beberapa ide muncul dibenaknya. Membuat Arvan bersemangat untuk segera merealisasikannya. Mungkin sebaiknya dia langsung menggendong Amanda dan membawanya ke kamar mereka. Ketika Amanda berteriak Arvan hanya perlu membungkamnya dengan ciuman yang bergairah. Atau perlukah dia menyiapkan makan malam mewah dan romantis sebelum mengatakan bahwa dia mencintai istrinya. Atau perlukan dia mencari hotel dan melakukan staycation beberapa hari disana. Menghilang sejenak dari hiruk pikuk kota Jakarta yang menyesakkan.Semua ide yang muncul di otaknya saat ini sangat ingin diwujudkan Arvan hingga membuatnya begitu bersemangat mengotak atik ponselnya mencari di berbagai aplikasi online seputar penerbangan di beberapa destinasi yang ada di indonesia.Yah. Dia akan mewujudkan semua idenya untuk menunjukkan perhatian dan perasaannya pada Amanda. Dia ingat dia akan melakukan penerbangan ke Surabaya beberapa hari. Dibandingkan me
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da