Amanda dan Arvan berdiri sambil menunduk di antara gundukan nisan. Mereka berdiri di dekat salah satu nisan. Seperti janji Arvan sebelumnya untuk menemani Amanda menemui makam ayahnya. Amanda membawa karangan bunga ukuran sedang dan bunga tabur untuk diletakkan di atas makam ayahnya. Amanda tidak dapat menahan air matanya. Yang mengalir perlahan tanpa bisa dikendalikan. Rasa rindunya pada sosok ayahnya begitu terasa hingga membuat dadanya sesak.Betapa banyak yang ingin Amanda ceritakan selama tiga tahun terakhir ini. Bagaimana berat dan sulitnya kehidupan yang harus dialaminya. Betapa rindunya dia pada sosok ayahnya meskipun ayahnya sudah meninggal cukup lama. Namun kenangan masa remaja Amanda saat masih bersama ayahnya dan kepingan kenangan saat dia masih mengunjungi makam ayahnya terlintas begitu cepat. Seakan semuanya baru terjadi kemarin.Perasaan bersalah Amanda semakin besar saat dilihatnya kondisi makam ayahnya yang nampak sedikit tidak terurus. Rumput liar terlihat cukup ting
“cari mati lo,” teriak pria pengendara mobil sambil menyundulkan kepalanya.Amanda membungkukkan tubuhnya meminta maaf lalu segera menepi dari jalan. Amanda memilih duduk di halte pemberhentian sebentar. Dia menangkupkan kedua tangannya diwajah. memikirkan bisa saja nyawanya terhenti tadi.“kamu baik-baik saja,” ucap seseorang membuat Amanda mendongakkan kepalanya.Seorang pria menatapnya. tampak tidak asing walaupun dia tidak mengingat siapa.“kamu baik-baik saja, tidak ada yang terluka,” ucap pria itu lagi.“yah,, aku baik-baik saja,” ucap Amanda cepat.“kamu sendirian? dimana Arvan?” ucap pria itu sambil memperhatikan sekitar.Amanda memicingkan matanya. Pria ini mengenal suaminya. Pria ini memang terlihat tidak asing. Dia pernah melihatnya sebelumnya walaupun dia lupa. Mungkin salah satu tamu undangan di pernikahan mereka."Mas Arvan sudah pergi. Kami punya kesibukan masing-masing," ucap Amanda akhirnya.Pria itu tampak mengangguk mengerti."Pak Harris, sebaiknya kita berangkat se
"Yah,,, hari ini jadi temani aku belanjakan?" Ucap Tasya di telepon dengan nada manja.Perutnya sudah terlihat sedikit membuncit. Usia kandungannya sudah berjalan sekitar enam bulan. Nafasnya juga sudah terasa sesak setiap kali berjalan jauh, namun karena keinginan Tasya untuk membeli peralatan dan perlengkapan untuk bayinya membuatnya melupakan rasa lelah dan sesaknya."Pokoknya Ayah harus pulang cepat hari ini," lanjut Tasya sedikit memaksa.Wajahnya sedikit cemberut saat Johan berbicara. Sepertinya keinginannya untuk belanja lebih dini mendapat penolakan dari suaminya."Memangnya kenapa? Apa salahnya mempersiapkan semuanya? Dengan begitu anak kita lebih terjamin," ucap Tasya kesal."Sudahlah. Ayah bekerja saja. Biar aku yang mempersiapkan semuanya," potong Tasya saat Johan berbicara lalu dengan segera mematikan panggilan teleponnya.'Baiklah. Bila suaminya tidak bisa menemaninya. Dia juga bisa pergi sendiri', batin Tasya.Entah mengapa akhir-akhir ini dirinya selalu berselisih pah
"Masih ada lagi yang mbak Tasya butuhkan?" Tanya Amanda. Meskipun kakinya sedikit lelah karena kebanyakan berjalan namun dia tetap bersemangat menemani Tasya berbelanja.Mereka berdua terlihat seperti akan memborong semua isi pusat perbelanjaan melihat banyaknya kantong belanja dari berbagai toko yang ada di tangan. Namun, Amanda tetap merasa senang karena dia memiliki waktu untuk keluar dengan seseorang. Sepertinya dia memang terlalu memfokuskan diri untuk menjadi istri baik. Berharap Arvan dapat melihat ketulusannya tapi sepertinya sia-sia saja."Entahlah. Aku rasa sudah cukup sih," ucap Tasya sambil melihat tas belanjaan yang ada di tangannya dan di tangan Amanda."Sebaiknya kita makan siang dulu, aku pasti sudah membuatmu kelelahan," lanjur Tasya sambil melihat Amanda.Amanda menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Rasa lelah sama sekali tidak terasa karena perasaannya yang merasa lebih baik.Mereka akhirnya berjalan santai menuju pusat foodcourt yang ada di lantai atas. Setelah
“Terima kasih sudah menemaniku, Amanda. Aku sangat senang,” ucap Tasya dari balik kemudi. Dia sudah berada di basement apartemen Amanda setelah seharian mengajak Amanda berbelanja keperluan untuk bayinya.“aku juga berterima kasih karena mbak Tasya mengajakku. aku memiliki pengalaman baru tentang menjadi seorang calon ibu,” ucap Amanda sungguh-sungguh.“aku harap, aku tidak membuat Arvan mengamuk karena menculikmu hingga hampir petang begini,” ucap Tasya.Amanda tersenyum mendengar ucapan Tasya. “tenang saja Mbak. Mas Arvan pasti masih di perjalanan pulang,” ucap Amanda yakin.setelah berbincang beberapa saat, Amanda akhirnya turun dari mobil Tasya. setelah mengucapkan selamat tinggal dan melihat mobil yang dibawa Tasya menjauh. Amanda berbalik memasuki lobby apartemen dan segera menuju lift yang akan membawanya ke lantai unit apartemennya.sambil menunggu lift terbuka, Amanda melihat ponselnya dan terkejut mendapati belasan panggilan tidak terjawab dan semuanya dari Arvan. berniat me
Amanda dan Arvan duduk saling berhadapan di meja makan. Makanan tersaji rapi di meja tapi Mereka berdua memilih diam dan hanyut dalam pikiran masing-masing. Arvan masih merasa kesal atas sikap memberontak Amanda. Dia hanya minta dikabari mengenai keberadaan istrinya agar dia tidak terlihat seperti orang yang sedang kebakaran jenggot mencari tanpa tahu harus kemana. Lagipula berani sekali Amanda membangkang setiap ucapannya. Apa Amanda berpikir ancaman kurungan itu hanya isapan jempol semata. Apa perlu dirinya mengambil kembali kunci yang sudah dia berikan pada Amanda.Di lain sisi, Amanda juga dilanda ketakutan bila Arvan memgurungnya lagi. Apa tindakannya sudah kelewatan dengan tidak mengabari Arvan. Tapi dia hanya keluar sebentar menemani Tasya. Arvan juga tidak mengabarinya bahwa suaminya itu akan pulang lebih awal. Baiklah mungkin dia ceroboh menonaktifkan nada dering hingga tidak menyadari panggilan telepon dari Arvan. Tapi hal itu sungguh tidak disengaja. Bagaimana kalau aksesn
Arvan berjalan menuju ruang kerjanya sambil bersiul. Hatinya merasa senang. Dia juga tidak tahu kenapa. Hanya saja dia merasa hari ini sedikit berbeda. Dia bahkan melewati Siska sambil tersenyum sebelum masuk ke ruang kerjanya. Sepeninggalan Arvan raut wajah Siska yang tadinya tersenyum berubah datar. Siska memicingkan matanya dan tersenyum sinis. Kali ini harus berhasil. Batin Siska.Arvan masuk ke ruang kerjanya dan siap memulai paginya hari ini. Arvan menuju mejanya dan melihat sebuah amplop berwarna coklat. Tanpa curiga sedikitpun Arvan mengambil Amplop itu membuka isinya.Arvan memicingkan matanya melihat beberapa foto Amanda sedang berada disuatu tempat asing. Awalnya Arvan tidak mengerti maksud dari foto tersebut. Namun karena rasa penasarannya, arvan membalik foto-foto itu berkali-kali dan memperhatikan dengan seksama gambar yang ada disana.Seketika perasaan Arvan berkecamuk. Ada rasa marah dan tidak percaya saat melihat sebuah foto dimana istrinya, Amanda sedang duduk dihada
21+Amanda sedang mengatur dan membersihkan beberapa pajangan yang terpajang di apartemen. Tadinya dia berencana menemui mamanya, tapi karena tanpa sengaja dia memecahkan sebuah gelas jadilah dia berakhir dengan membersihkan seluruh ruangan di apartemen yang ditempatinya bersama Arvan.Amanda sudah menyusun rencana akan langsung menyiapkan makan siang. Setelah itu, mungkin dia bisa beristirahat sembari menonton beberapa film sambil menunggu Arvan pulang kantor sore nanti. Memang keputusan Arvan untuk menyuruhnya diam di rumah membuat Amanda tidak memiliki banyak kegiatan di luar. Kesehariannya hanya berkaitan dengan dapur dan kebersihan apartemen. Walaupun terlihat membosankan tetapi amanda menyukai tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Dia hanya keluar rumah bila Arvan mengajaknya ke suatu tempat atau saat menemui mamanya.Kunci pintu apartemen terbuka membuat Amanda bingung. Dia melihat jam dinding. Hari bahkan belum jam dua belas siang. Apa Arvan melupakan sesuatu. Pikir Amanda samb