“Terima kasih sudah menemaniku, Amanda. Aku sangat senang,” ucap Tasya dari balik kemudi. Dia sudah berada di basement apartemen Amanda setelah seharian mengajak Amanda berbelanja keperluan untuk bayinya.“aku juga berterima kasih karena mbak Tasya mengajakku. aku memiliki pengalaman baru tentang menjadi seorang calon ibu,” ucap Amanda sungguh-sungguh.“aku harap, aku tidak membuat Arvan mengamuk karena menculikmu hingga hampir petang begini,” ucap Tasya.Amanda tersenyum mendengar ucapan Tasya. “tenang saja Mbak. Mas Arvan pasti masih di perjalanan pulang,” ucap Amanda yakin.setelah berbincang beberapa saat, Amanda akhirnya turun dari mobil Tasya. setelah mengucapkan selamat tinggal dan melihat mobil yang dibawa Tasya menjauh. Amanda berbalik memasuki lobby apartemen dan segera menuju lift yang akan membawanya ke lantai unit apartemennya.sambil menunggu lift terbuka, Amanda melihat ponselnya dan terkejut mendapati belasan panggilan tidak terjawab dan semuanya dari Arvan. berniat me
Amanda dan Arvan duduk saling berhadapan di meja makan. Makanan tersaji rapi di meja tapi Mereka berdua memilih diam dan hanyut dalam pikiran masing-masing. Arvan masih merasa kesal atas sikap memberontak Amanda. Dia hanya minta dikabari mengenai keberadaan istrinya agar dia tidak terlihat seperti orang yang sedang kebakaran jenggot mencari tanpa tahu harus kemana. Lagipula berani sekali Amanda membangkang setiap ucapannya. Apa Amanda berpikir ancaman kurungan itu hanya isapan jempol semata. Apa perlu dirinya mengambil kembali kunci yang sudah dia berikan pada Amanda.Di lain sisi, Amanda juga dilanda ketakutan bila Arvan memgurungnya lagi. Apa tindakannya sudah kelewatan dengan tidak mengabari Arvan. Tapi dia hanya keluar sebentar menemani Tasya. Arvan juga tidak mengabarinya bahwa suaminya itu akan pulang lebih awal. Baiklah mungkin dia ceroboh menonaktifkan nada dering hingga tidak menyadari panggilan telepon dari Arvan. Tapi hal itu sungguh tidak disengaja. Bagaimana kalau aksesn
Arvan berjalan menuju ruang kerjanya sambil bersiul. Hatinya merasa senang. Dia juga tidak tahu kenapa. Hanya saja dia merasa hari ini sedikit berbeda. Dia bahkan melewati Siska sambil tersenyum sebelum masuk ke ruang kerjanya. Sepeninggalan Arvan raut wajah Siska yang tadinya tersenyum berubah datar. Siska memicingkan matanya dan tersenyum sinis. Kali ini harus berhasil. Batin Siska.Arvan masuk ke ruang kerjanya dan siap memulai paginya hari ini. Arvan menuju mejanya dan melihat sebuah amplop berwarna coklat. Tanpa curiga sedikitpun Arvan mengambil Amplop itu membuka isinya.Arvan memicingkan matanya melihat beberapa foto Amanda sedang berada disuatu tempat asing. Awalnya Arvan tidak mengerti maksud dari foto tersebut. Namun karena rasa penasarannya, arvan membalik foto-foto itu berkali-kali dan memperhatikan dengan seksama gambar yang ada disana.Seketika perasaan Arvan berkecamuk. Ada rasa marah dan tidak percaya saat melihat sebuah foto dimana istrinya, Amanda sedang duduk dihada
21+Amanda sedang mengatur dan membersihkan beberapa pajangan yang terpajang di apartemen. Tadinya dia berencana menemui mamanya, tapi karena tanpa sengaja dia memecahkan sebuah gelas jadilah dia berakhir dengan membersihkan seluruh ruangan di apartemen yang ditempatinya bersama Arvan.Amanda sudah menyusun rencana akan langsung menyiapkan makan siang. Setelah itu, mungkin dia bisa beristirahat sembari menonton beberapa film sambil menunggu Arvan pulang kantor sore nanti. Memang keputusan Arvan untuk menyuruhnya diam di rumah membuat Amanda tidak memiliki banyak kegiatan di luar. Kesehariannya hanya berkaitan dengan dapur dan kebersihan apartemen. Walaupun terlihat membosankan tetapi amanda menyukai tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Dia hanya keluar rumah bila Arvan mengajaknya ke suatu tempat atau saat menemui mamanya.Kunci pintu apartemen terbuka membuat Amanda bingung. Dia melihat jam dinding. Hari bahkan belum jam dua belas siang. Apa Arvan melupakan sesuatu. Pikir Amanda samb
Selepas kepergian Arvan, Amanda bangkit perlahan dan merapikan pakaiannya yang berantakan. Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan menghapus sisa air mata yang masih menempel di pipinya. Dia tidak akan melupakan kejadian hari ini. hari dimana Arvan membuktikan kebencian yang dimilikinya pada dirinya. Hari dimana Amanda semakin yakin bahwa tidak ada sedikitpun cinta yang masih tersisa dari hubungan mereka sebelumnya. Arvan begitu membencinya hingga tidak peduli perasaan sakit dan terhina Amanda saat ini. Rasanya percuma selama ini dia berharap bila Arvan mungkin akan kembali seperti dulu.Perasaan terhina karena perlakuan Arvan membuatnya melupakan sakit di sekujur tubuhnya karena berusaha melawan kekuatan Arvan. Dengan sisa tenaga yang ada, Amanda bangkit dari sofa menuju kamarnya. Dia harus mandi. Berharap air bisa menggugurkan rasa sakit yang dirasakannya. air matanya tidak berhenti mengalir mengingat kejadian yang baru saja dialaminya.Bersamaan dengan air yang membasahi tubuh
"Yah. Aku masih di kantor karena kamu yang memintanya," ucap Johan di telepon."Tidak ada masalah yang terjadikan?" Tanya Arvan di telpon."Tenang saja semua aman terkendali," ucap Johan.Johan duduk dengan santai di kursinya. Arvan belum memberitahukan kepadanya mengapa pria itu tiba-tiba berlari meninggalkan kantor namun melihat ekspresi Arvan saat itu, Johan yakin sesuatu penting telah terjadi. Dia akan menunggu sahabatnya saat dia siap memberitahukan masalahnya."Aku akan keluar seharian, aku sudah meminta Siska menjadwalkan ulang kegiatanku hari ini, tapi aku tetap membutuhkanmu di perusahaan, tidak masalahkan Johan," ucap Arvan."Tidak masalah. Aku bisa mengatasinya," ucap Johan meyakinkan. "Jadi kamu tidak akan kembali?" Tanya Johan lagi."Maafkan aku Johan, tapi ada hal mendesak yang harus aku kerjakan sekarang," suara Arvan terdengar dari ponsel Johan."Baiklah. Tidak masalah. Di kantor juga tidak ada masalah," ucap Johan lagi.Setelah membicarakan beberapa hal keduanya menga
Amanda memilih meringkuk di ranjang kamarnya. Dia bahkan mengunci rapat pintu kamarnya. Takut Arvan akan menerobos masuk dan menyakitinya lagi bila dia tidak bersiaga. Rasa sakitnya masih terasa. Ngilu di badannya masih terasa setiap kali dia mengingat kejadian tadi pagi.Amanda bahkan hampir seharian ini mengurung dirinya dikamar. Padahal di apartemen itu hanya dia sendiri. Amanda takut bila pintu apartemen tiba-tiba terbuka dan Arvan muncul lalu melampiaskan kemarahannya lagi. Sebenarnya Arvan belum kembali setelah kejadian itu dan Amanda juga tidak peduli. Mungkin lebih baik malam ini dia hanya sendiri disana agar dia merasa sedikit aman.Amanda hampir jatuh tertidur sambil duduk saat di dengarnya kunci pintu dan suara pintu yang terbuka. Rasa kantuknya menghilang seketika. Amanda menegakkan sandarannya sambil memeluk bantal dengan erat. Amanda mendengar dengan seksama langkah kaki yang diyakininya adalah langkah kaki Arvan berjalan mendekat ke arah kamarnya.Terdengar suara pintu
Setelah menemui kepala rumah sakit jiwa dan mengutarakan maksud kedatangannya kemari lalu mendapatkan izin membesuk, Arvan diantar oleh seorang perawat untuk menemui Rosa, Ibu mertuanya. Perawat sudah mengatakan bahwa dia hanya mengizinkan Arvan untuk melihat dari jauh, meski Rosa sedang berada di taman bersama perawat yang mengurusnya namun, komunikasi dengan seseorang yang baru ditemuinya cukup dibatasi. hal itu untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Arvan tidak masalah dengan hal itu, setidaknya dirinya bisa melihat ibu mertuanya sebentar dan menyapanya meskipun dari jauh.Arvan berhenti tidak jauh dari tempat Rosa duduk hanya berjarak sekitar sepuluh meter. Perawat yang bersama Rosa juga sudah diberitahu bahwa Arvan berniat menemui Rosa sehingga perawat itu langsung tersenyum ramah ketika melihat Arvan berdiri disana. sedangkan perawat yang mengantar Arvan sudah pamit karena harus memeriksa pasien yang lain.Air mata Arvan rasanya ingin keluar namun coba ditahannya. Meli
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da