Arvan berjalan menuju ruang kerjanya sambil bersiul. Hatinya merasa senang. Dia juga tidak tahu kenapa. Hanya saja dia merasa hari ini sedikit berbeda. Dia bahkan melewati Siska sambil tersenyum sebelum masuk ke ruang kerjanya. Sepeninggalan Arvan raut wajah Siska yang tadinya tersenyum berubah datar. Siska memicingkan matanya dan tersenyum sinis. Kali ini harus berhasil. Batin Siska.Arvan masuk ke ruang kerjanya dan siap memulai paginya hari ini. Arvan menuju mejanya dan melihat sebuah amplop berwarna coklat. Tanpa curiga sedikitpun Arvan mengambil Amplop itu membuka isinya.Arvan memicingkan matanya melihat beberapa foto Amanda sedang berada disuatu tempat asing. Awalnya Arvan tidak mengerti maksud dari foto tersebut. Namun karena rasa penasarannya, arvan membalik foto-foto itu berkali-kali dan memperhatikan dengan seksama gambar yang ada disana.Seketika perasaan Arvan berkecamuk. Ada rasa marah dan tidak percaya saat melihat sebuah foto dimana istrinya, Amanda sedang duduk dihada
21+Amanda sedang mengatur dan membersihkan beberapa pajangan yang terpajang di apartemen. Tadinya dia berencana menemui mamanya, tapi karena tanpa sengaja dia memecahkan sebuah gelas jadilah dia berakhir dengan membersihkan seluruh ruangan di apartemen yang ditempatinya bersama Arvan.Amanda sudah menyusun rencana akan langsung menyiapkan makan siang. Setelah itu, mungkin dia bisa beristirahat sembari menonton beberapa film sambil menunggu Arvan pulang kantor sore nanti. Memang keputusan Arvan untuk menyuruhnya diam di rumah membuat Amanda tidak memiliki banyak kegiatan di luar. Kesehariannya hanya berkaitan dengan dapur dan kebersihan apartemen. Walaupun terlihat membosankan tetapi amanda menyukai tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Dia hanya keluar rumah bila Arvan mengajaknya ke suatu tempat atau saat menemui mamanya.Kunci pintu apartemen terbuka membuat Amanda bingung. Dia melihat jam dinding. Hari bahkan belum jam dua belas siang. Apa Arvan melupakan sesuatu. Pikir Amanda samb
Selepas kepergian Arvan, Amanda bangkit perlahan dan merapikan pakaiannya yang berantakan. Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan menghapus sisa air mata yang masih menempel di pipinya. Dia tidak akan melupakan kejadian hari ini. hari dimana Arvan membuktikan kebencian yang dimilikinya pada dirinya. Hari dimana Amanda semakin yakin bahwa tidak ada sedikitpun cinta yang masih tersisa dari hubungan mereka sebelumnya. Arvan begitu membencinya hingga tidak peduli perasaan sakit dan terhina Amanda saat ini. Rasanya percuma selama ini dia berharap bila Arvan mungkin akan kembali seperti dulu.Perasaan terhina karena perlakuan Arvan membuatnya melupakan sakit di sekujur tubuhnya karena berusaha melawan kekuatan Arvan. Dengan sisa tenaga yang ada, Amanda bangkit dari sofa menuju kamarnya. Dia harus mandi. Berharap air bisa menggugurkan rasa sakit yang dirasakannya. air matanya tidak berhenti mengalir mengingat kejadian yang baru saja dialaminya.Bersamaan dengan air yang membasahi tubuh
"Yah. Aku masih di kantor karena kamu yang memintanya," ucap Johan di telepon."Tidak ada masalah yang terjadikan?" Tanya Arvan di telpon."Tenang saja semua aman terkendali," ucap Johan.Johan duduk dengan santai di kursinya. Arvan belum memberitahukan kepadanya mengapa pria itu tiba-tiba berlari meninggalkan kantor namun melihat ekspresi Arvan saat itu, Johan yakin sesuatu penting telah terjadi. Dia akan menunggu sahabatnya saat dia siap memberitahukan masalahnya."Aku akan keluar seharian, aku sudah meminta Siska menjadwalkan ulang kegiatanku hari ini, tapi aku tetap membutuhkanmu di perusahaan, tidak masalahkan Johan," ucap Arvan."Tidak masalah. Aku bisa mengatasinya," ucap Johan meyakinkan. "Jadi kamu tidak akan kembali?" Tanya Johan lagi."Maafkan aku Johan, tapi ada hal mendesak yang harus aku kerjakan sekarang," suara Arvan terdengar dari ponsel Johan."Baiklah. Tidak masalah. Di kantor juga tidak ada masalah," ucap Johan lagi.Setelah membicarakan beberapa hal keduanya menga
Amanda memilih meringkuk di ranjang kamarnya. Dia bahkan mengunci rapat pintu kamarnya. Takut Arvan akan menerobos masuk dan menyakitinya lagi bila dia tidak bersiaga. Rasa sakitnya masih terasa. Ngilu di badannya masih terasa setiap kali dia mengingat kejadian tadi pagi.Amanda bahkan hampir seharian ini mengurung dirinya dikamar. Padahal di apartemen itu hanya dia sendiri. Amanda takut bila pintu apartemen tiba-tiba terbuka dan Arvan muncul lalu melampiaskan kemarahannya lagi. Sebenarnya Arvan belum kembali setelah kejadian itu dan Amanda juga tidak peduli. Mungkin lebih baik malam ini dia hanya sendiri disana agar dia merasa sedikit aman.Amanda hampir jatuh tertidur sambil duduk saat di dengarnya kunci pintu dan suara pintu yang terbuka. Rasa kantuknya menghilang seketika. Amanda menegakkan sandarannya sambil memeluk bantal dengan erat. Amanda mendengar dengan seksama langkah kaki yang diyakininya adalah langkah kaki Arvan berjalan mendekat ke arah kamarnya.Terdengar suara pintu
Setelah menemui kepala rumah sakit jiwa dan mengutarakan maksud kedatangannya kemari lalu mendapatkan izin membesuk, Arvan diantar oleh seorang perawat untuk menemui Rosa, Ibu mertuanya. Perawat sudah mengatakan bahwa dia hanya mengizinkan Arvan untuk melihat dari jauh, meski Rosa sedang berada di taman bersama perawat yang mengurusnya namun, komunikasi dengan seseorang yang baru ditemuinya cukup dibatasi. hal itu untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Arvan tidak masalah dengan hal itu, setidaknya dirinya bisa melihat ibu mertuanya sebentar dan menyapanya meskipun dari jauh.Arvan berhenti tidak jauh dari tempat Rosa duduk hanya berjarak sekitar sepuluh meter. Perawat yang bersama Rosa juga sudah diberitahu bahwa Arvan berniat menemui Rosa sehingga perawat itu langsung tersenyum ramah ketika melihat Arvan berdiri disana. sedangkan perawat yang mengantar Arvan sudah pamit karena harus memeriksa pasien yang lain.Air mata Arvan rasanya ingin keluar namun coba ditahannya. Meli
Dua minggu berlalu setelah kejadian pelecehan yang dilakukan Arvan pada Amanda. Namun komunikasi antara Amanda dan Arvan semakin renggang. Diakui Amanda dia masih memiliki rasa khawatir bila Arvan ada didekatnya. Namun bukan berarti dia merasa tenang bila Arvan tidak menghubunginya. Setidaknya sebagai seorang istri dia berhak mengetahui dimana posisi suaminya. Hanya saja sulit baginya untuk memulai komunikasi dan kembali membangun kedekatan dengan Arvan. Dia masih memiliki rasa trauma sendiri.Walaupun Amanda tahu Arvan tidak benar-benar meninggalkannya sendiri atau menghilang selama berhari-hari karena Amanda sadar Arvan hanya memilih untuk pulang lebih larut saat dirinya bisa saja sudah tertidur.Seperti malam ini, Amanda menatap jam sudah lewat pukul sepuluh malam dan Arvan belum juga pulang. memang awalnya Amanda merasa tenang saat Arvan tidak di rumah. Dia takut Arvan akan menyerangnya lagi ketika sedang emosi seperti waktu itu, Namun menyadari Arvan selalu pulang di atas jam seb
"Apa kita bisa melacak seseorang lewat nomor teleponnya?" Tanya Arvan ragu pada Johan yang sedang duduk dihadapannya.Johan sedang membantunya menganalisa beberapa dokumen sebelum dirinya membubuhkan tanda tangan. Johan mengalihkan pandangannya menatap Arvan."Kurasa beberapa hal memang bisa kita dapatkan dari nomor telepon seperti mengetahui lokasi dan pemilik nomor tersebut," ucap Johan tidak pasti. Dia belum pernah melakukannya. Melacak seseorang hanya dari nomor telepon.Arvan terlihat berpikir. Apa dia harus melakukan hal itu, tapi mengingat istrinya yang lebih suka memendam masalahnya sendiri membuat Arvan merasa harus mencari tahu sesuatu."Apa hal itu mungkin dilakukan?" Tanya Arvan lagi."Kenapa? Kamu ingin aku mencobanya?" Tanya Johan yang tidak mengerti mengapa sahabatnya tiba-tiba ingin melacak seseorang.Arvan kembali menatap Johan beberapa saat lalu kembali menatap layar notebooknya."Tidak. Aku rasa sebaiknya aku meminta bantuan Roy saja," ucap Arvan kemudian."Sepertin