Langit kota Jakarta nampak berawan sore ini ketika Arvan menengadahkan kepalanya dari laptop dan menyadari kalau hari sudah hampir senja. Dia melirik arloji di tangannya waktu menunjukkan pukul 17.25 WIB. Dia meregangkan badannya sejenak dan menyadari bahwa dirinya benar-benar terbenam dalam pekerjaannya sampai tidak menyadari hari berlalu begitu cepat. Arvan mengambil ponsel yang tergeletak tidak jauh dari laptopnya dan menghubungi seseorang.
“keluar yuk,, gue dengar ada tempat tongkrongan baru di sekitaran senopati,, katanya tempatnya cukup nyaman,” ucap Arvan to the point begitu panggilannya tersambung.
“Buset deh,,, loe nggak liat ini jam berapa? Istri Gue bisa ngamuk-ngamuk kalo gue pulang telat lagi,” Balas seseorang dari seberang.
”ada masalah kantor yang perlu gue omo
"Dokumen? Dokumen yang mana," tanya Johan panik. Dia sedang tidak fokus. Dia sedang memikirkan Tasya, istrinya yang pasti akan mengomel karena hingga pukul delapan lewat dia masih belum ada dirumah."Dokumen tentang pegawai kita bego, sebagai manajer semestinya loe harus lebih perhatian sama kinerja karyawan loe," ucap Arvan kesal."Ohhh.., maksud loe, dokumen mantan loe," balas Johan mulai mengerti arah pembicaraan Arvan."Pegawai," balas Arvan penuh penekanan."Iya iya gue ngerti," potong Johan cepat sambil mulai merapikan posisi duduknya.Johan sadar harus segera memberikan informasi apapun yang dia ketahui. Bila tidak Arvan akan menahannya lebih lama. Semakin lama mereka berdebat akan semakin lama juga dia bertemu istrinya tercinta. Tentunya sebagai pengantin baru dia tidak ingin istrinya merasa dinomor duakan."Gue udah ikuti beberapa kali,, nothing special, dia cuma akan ke outlet dan kontrakannya. Yah selain singgah di beb
Amanda sedang mondar- mandir di ruang tamu rumah kontrakan sederhana miliknya. Rumah kontrakannya memiliki tiga ruangan dengan satu kamar mandi yang difungsikan sebagai ruang tamu, kamar dan dapur.Amanda masih merasa kebingungan. Dia sudah membagi gajinya bulan ini untuk kebutuhan bulanannya selama di Jakarta dan jumlah yang akan dikirimkan untuk biaya pengobatan mamanya. tapi biaya untuk pengobatan mama masih kurang. Dia bingung harus meminta bantuan siapa lagi. Tidak ada kerabat yang dia miliki di Jakarta.Beberapa teman memang sudah memberikannya pinjaman walaupun tidak banyak. Dia harus meminta tante Ana untuk lebih bersabar sampai dia mendapatkan pinjaman ditempat lain.Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa adik tirinya tiga tahun lalu, mama Amanda mengalami post-traumatic stress disorder atau biasa disingkat PTSD. Gangguan stres pascatrauma yang dialami seseorang karena mengalami kejadian tidak mengenakkan. Kondisi ini membuat kejiwaan mama Amand
"Memang tante salah bicara? Di rawat di rumah sakit jiwa apalagi kalau bukan gila?" Ucap tante AnaAmanda ingin sekali merobek mulut wanita yang bukan siapa-siapanya ini. Kalau bukan karena pernikahan mamanya yang kedua dengan saudara laki-laki wanita ini dia tidak akan memiliki hubungan dengan tante semengerikan tante Ana. Tapi memang benar kalau bukan kepada tante Ana siapa lagi yang akan membantunya mengurus mamanya. sedangkan dia tidak berada di dekat mamanya saat ini."Aku kira kehilangan anak saja sudah cukup menyedihkan, tapi ibumu juga kehilangan akal sehatnya. Benar-benar merepotkan," ucap tante Ana di telepon masih dengan nada mencemoohnya."Tante tidak punya hak bicara begitu, saudara tante bahkan meninggalkan mamaku dalam kondisi terpuruk seperti ini," ucap Amanda sambil menahan air matanya.
Arvan terbangun di kamarnya dengan rasa pusing yang teramat menyiksa. Kepalanya terasa akan terbelah dua. Dia mengurut keningnya mencoba menghilangkan rasa pusing sekaligus mencoba mengumpulkan kembali pikirannya yang berantakan.Dia ingat pertemuan terakhirnya dengan Johan sebelum akhirnya dia memutuskan untuk singgah di sebuah kelab favoritnya hanya untuk menghabiskan waktu beberapa jam sebelum pulang ke apartemennya.Arvan tidak ingat berapa lama waktu yang dihabiskannya disana dan bagaimana dia bisa pulang dengan selamat. Dia akan memikirkannya nanti. Yang paling dibutuhkannya saat ini adalah mandi air hangat untuk menyegarkan kembali tubuh dan pikirannya. Untunglah dia bangun dikamar sendiri bukan dikamar hotel bersama perempuan yang tidak dikenalnya. Pikir Arvan.Arvan beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi
Tiga puluh menit kemudian Arvan baru keluar dari kamarnya. Waktu menunjukkan sekitar pukul 10.05 WIB saat itu. Arvan yang merasa kelaparan mulai memeriksa setiap sudut di dapur bergaya minimalis yang ada di apartemennya. Weekend dan kepala yang masih sedikit pusing membuatnya malas untuk keluar. Dia akan memasak apa saja yang ada di dapur kecilnya.Arvan mulai menggeledah lemari pendingin dan hanya menemukan air mineral dan beberapa botol suplemen yang rutin di minumnya tiap pagi. Dia menutup lemari pendinginnya dengan sedikit kecewa. Dia berlanjut menggeledah beberapa laci yang ada di sana dan hanya menemukan dua bungkus mie instan. Dia memandang bungkusan mie instan itu dengan segan. Kemudian dia meraih ponsel yang ada di sakunya."Pesan antar sajalah," ucapnya pada diri sendiri dan mulai membuka aplikasi layanan pesan antar makanan yang sedang tren saat ini. Arvan beranjak dari dapurnya menuju ruang santai sambil matanya masih asyik berselancar mencari deretan m
Arvan Mengendarai mobilnya dengan santai sambil mendengarkan alunan lagu a sky full of stars milik Coldplay, Dia mengendarai mobilnya membelah jalanan Jakarta yang tidak terlalu padat karena sedang weekend. Dia dalam perjalanan pulang setelah mengantar ibunya. Saat tadi berkunjung kerumah orang tuanya, dia malah mendapat sindiran dari ayahnya yang mengatakan kalau dia memiliki anak yang bekerja sangat jauh sampai- sampai hanya sebulan sekali baru sempat mengunjungi orang tuanya. Itu juga terkadang mamanya harus menelpon terlebih dahulu hanya untuk melihat wajah anaknyaArvan hanya dapat beralasan kalau pekerjaan di kantor sedang sangat banyak meskipun mamanya selalu protes dengan alasan yang dia buat. Dia beruntung karena ayahnya dapat memahami kondisinya. Hanya saja omelan mama yang membuat papa suka pusing dan akhirnya menyarankan untuk datang lebih sering. Arvan akhirnya menyanggupi dan dia berkata akan berusaha lebih sering datang berkunjungsetelah berkendara
Kaki Amanda terasa lemas melihat siapa yang ada di hadapannya sekarang. Bagaimana mungkin dari sekian banyak outlet yang tersebar di Jakarta Arvan bisa berada di depannya sekarang.Arvan meletakkan belanjaan di hadapan Amanda dan berdiri tepat di hadapan Amanda sambil tanpa henti melihat amanda melakukan pekerjaannya di meja kasir. Membuat Amanda merasa tidak nyaman apalagi bukan hanya dia sendiri yang ada di meja kasir. Ada Dita yang ikut membantunya.Apa yang akan kau lakukan sehabis shift,” ucap Arvan membuka komunikasi mereka.Amanda terdiam cukup lama. Mungkin dengan begitu Arvan tidak akan menatapnya seperti sekarang. Tapi ternyata Amanda salah.“ada banyak hal yang harus aku kerjakan di toko,” ucap Amanda akhirnya tanpa melepasnya matanya dari layar komputer“tidak masalah, aku bisa menunggumu,” Ucap Arvan lagi dengan santai.Bagaimana bisa pria ini bersikap seperti ini sekarang. Bahkan ada cukup banyak pembeli yang mengan
"Apa tokomu tidak becus mengatur jadwal shift sampai harus lembur. Masuk,, aku akan mengantarmu," ucap Arvan terlihat sedikit emosi.Amanda tidak menghiraukan dan hanya berbalik melanjutkan tujuannya menuju halte.Arvan yang menyadari sedang bicara dengan angin kemudian mematikan mobilnya dan keluar dari sana untuk menghentikan Amanda."Aku bilang aku akan mengantarmu," ucap arvan sambil menarik tangan Amanda dan memaksa amanda untuk menghadapnya."Berhenti mengikutiku Arvan. Apa yang sebenarnya kau inginkan," ucap Amanda emosi. Dia sudah cukup lelah hari ini dan ingin segera pulang.Arvan menatap Amanda dengan marah."Aku bilang aku akan mengantarmu, apa kau tidak lihat langit sudah hampir gelap. Apa kamu tidak takut berjalan sendirian," ucap Arvan tidak kalah emosi."Aku bisa mengurus diriku sendiri, berhentilah memperdulikanku," ucap Amanda lelah sambil berbalik. Tapi tidak sempat karena Arvan sudah memegang kedua pun