"Apa tokomu tidak becus mengatur jadwal shift sampai harus lembur. Masuk,, aku akan mengantarmu," ucap Arvan terlihat sedikit emosi.
Amanda tidak menghiraukan dan hanya berbalik melanjutkan tujuannya menuju halte.Arvan yang menyadari sedang bicara dengan angin kemudian mematikan mobilnya dan keluar dari sana untuk menghentikan Amanda."Aku bilang aku akan mengantarmu," ucap arvan sambil menarik tangan Amanda dan memaksa amanda untuk menghadapnya."Berhenti mengikutiku Arvan. Apa yang sebenarnya kau inginkan," ucap Amanda emosi. Dia sudah cukup lelah hari ini dan ingin segera pulang.Arvan menatap Amanda dengan marah."Aku bilang aku akan mengantarmu, apa kau tidak lihat langit sudah hampir gelap. Apa kamu tidak takut berjalan sendirian," ucap Arvan tidak kalah emosi."Aku bisa mengurus diriku sendiri, berhentilah memperdulikanku," ucap Amanda lelah sambil berbalik. Tapi tidak sempat karena Arvan sudah memegang kedua punArvan kembali ke apartemennya setelah mengantar Amanda dengan wajah gusar. Masih terbayang di ingatannya bagaimana reaksi Amanda terhadapnya selama dimobil tadi. Bagaimana gadis itu terlihat ketakutan dan merasa tidak nyaman. Dan hal itu benar- benar menyakiti perasaannya. Bagaimana bisa wanita yang dulu begitu nyaman berada didekatnya bisa memberikan reaksi ketakutan seperti itu. Dia bahkan merasa tidak mengenali Amanda sama sekali. Bagaimana bisa Amanda ketakutan seperti seorang anak kecil yang sedang diculik seorang penjahat.Yang membuat Arvan semakin kesal, Kenapa juga dirinya harus merasa semarah ini bila mengingat kejadian di mobil tadi. Seharusnya dia senang berhasil menakuti Amanda. Bukannya berarti dirinya berhasil mengancam Amanda hingga ketakutan seperti itu. Dirinya sudah berhasil mengintimidasi Amanda hanya dengan kehadirannya. Dia sudah berhasil membuat Amanda merasa takut dan terancam. Seharusnya dia merasa senang sekarang, tapi entah kenapa hal it
Arvan sedang mengadakan pertemuan dengan beberapa jajaran manajernya mengenai beberapa masalah termasuk pengembangan outlet baru yang dianggap bermasalah. Arvan membutuhkan informasi mengenai pengembang yang menangani proyek tersebut.Arvan cukup terkejut karena yang menangani proyek di Surabaya ternyata musuh lamanya. Orang yang membuatnya kalah dalam tender tiga tahun yang lalu. Bagaimana bisa dia sampai ketinggalan informasi sepenting ini.Setelah beberapa lama rapat yang cukup alot itupun akhirnya selesai. Satu persatu peserta rapat mulai membubarkan diri. Arvan yang masih duduk di kursinya melonggarkan dasinya dengan sedikit kasar. Merasa gusar dengan para peserta rapat tadi.Johan yang ikut dalam rapat dan ikut merasakan ketegangan dalam rapat tersebut hanya menghampiri Arvan dan duduk disebelahnya.“sabar bro,,” ucap Johan sambil menepuk pundak Arvan.“brengsek,,,, apa karena mereka pikir aku gagal merintis konsultan arsitektur mil
Siang itu seperti biasanya Amanda melakukan beberapa pekerjaan di toko. Dia sudah sangat terbiasa dengan rutinitas yang dijalaninya setiap hari. Terkadang dia bingung bagaimana bisa dia begitu betah melakukan pekerjaan yang sama berhari-hari di setiap waktu shiftnya. Apakah mencari uang untuk kebutuhan hidup memang monoton seperti ini? Terkadang dia memikirkan untuk melakukan hal lain tapi dia tidak memiliki waktu yang cukup untuk mulai melakukan kegiatan baru. Selain itu gaji yang diperolehnya selama bekerja di toko cukup memenuhi kebutuhannya dan biaya lainnya termasuk pengobatan mamanya. Di tambah sulitnya mencari pekerjaan baru saat ini. Dia tidak memiliki alasan untuk tidak bersyukur akan pekerjaannya sekarang.Amanda sedang berkonsentrasi memisahkan antara barang expired dan yang masih layak diletakkan di rak ketika ponselnya tiba-tiba bergetar. Amanda segera merogoh kantong dan memeriksa siapa penelpon itu. Nomor yang tidak dikenalnya. Diapun mengabaikannya dan melanjutkan peker
Arvan dan Amanda tiba di sebuah restoran yang mengusung konsep Jepang. Dinding restoran dihiasi ornamen kayu dan ada tulisan kanji di beberapa bagian. Restoran ini memiliki dua bentuk ruangan. Ada ruangan makan umum yang menampilkan pembeli yang ingin beramai- ramai ada juga konsep privat, dimana ada ruangan Tatami yang disekat yang bisa menampung 4-10 orang. Arvan berjalan memasuki sebuah ruangan yang disekat pintu bambu. Dia memilih ruangan Tatami karena tidak ingin ada yang mengganggunya.Amanda tampak berpikir akan mengikuti Arvan untuk masuk keruangan yang terlihat privat ini atau tidak. Dirinya sedikit ragu karena hanya ada mereka berdua. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi kepadanya saat ini. Arvan yang menyadari keraguan Amanda segera menarik tangan Amanda dan memaksanya masuk. Amanda cukup terkejut tetapi telat baginya untuk menghindar. Arvan segera menutup pintu bambu dan mengambil posisi duduk menghadap pintu.“Duduklah,, aku tidak akan memakanmu,” Ucap Arvan santai m
“Aku benar-benar merasa bapak hanya memanfaatkanku," ucap Siska merajuk di atas dada bidang Arvan yang kini bahkan tidak tertutup sehelai kainpun. Begitupun dengan siska yang hanya menutup badannya dengan selimut yang melingkari mereka berdua saat ini.Mereka baru saja menghabiskan malam dengan aktivitas fisik yang luar biasa melelahkan. menyatukan tubuh mereka satu dengan yang lainnya. Bahkan tubuh Arvan masih terlihat mengkilap karena sisa keringat saat mereka bersenggama.“Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu, hanya kamu yang benar-benar mengerti aku selama ini," ucap Arvan sambil meraih dagu Siska untuk menatapnya kemudian dia mendaratkan sebuah ciuman yang mesra di bibir Siska.Ciuman yang cukup lama dan memburu. Siska sama sekali tidak menolak ciuman yang diberikan bossnya itu. Dia bahkan melingkarkan tangannya di leher arvan.“bagaimanapun juga ketika di kantor aku ini masih bossmu, tentu profesionalitas kita akan dipertanyakan pegawai yang lain. tentunya kamu harus mengerti
Amanda sedang termenung di ruang depan rumah kontrakannya. Dia sedang libur hari ini dan tidak tahu harus melakukan apa selain berdiam di kontrakan. Bila masih berada di Pati, dia akan memanfaatkan waktu liburnya untuk mengunjungi mamanya di RSJ. Mengajaknya berjalan ditaman rumah sakit atau sekedar menggantikan pakaian mamanya. Melihat perkembangan mamanya dan berkonsultasi dengan dokter kejiwaan di sana. Walaupun mamanya mungkin hanya akan terdiam dan tidak mengenalnya dia tetap senang karena bertemu mamanya memberikan semangat dan alasan baginya untuk berjuang dan bertahan hidup. Dia sangat merindukan mamanya.Ponsel Amanda bergetar dan dia segera meraihnya. Ada sebuah pesan masuk. Diapun segera membukanya.'Hai sayang, sudah kau pikirkan jawaban dari tawaranku," Isi pesan itu. Amanda langsung menghela nafas menyadari pesan itu dari Arvan.Amanda berpikir apa Arvan sungguh tidak punya hati menawarinya perjanjian seperti itu. Amanda tiba-tiba teringat makan siang bersama Arvan beber
Amanda memandang ponselnya.'Apa aku serendah itu dimatamu? Berhenti mengusikku,' Isi pesan Amanda membalas pesan Arvan.Sejak Arvan menelponnya beberapa waktu lalu. Terlebih setelah makan siang hari itu, Arvan rutin menghubunginya. Lebih tepatnya mengganggu bahkan menerornya. Amanda memikirkan untuk mengganti nomor ponselnya tapi percuma, begitu dia mengganti nomornya Arvan juga akan segera tahu, bagaimanapun Arvan bossnya sekarang. Akan sangat mudah baginya mendapatkan nomor baru Amanda. Amanda hanya bisa berharap Arvan berhenti mengganggunya. Walaupun harapan itu sepertinya hanya sia- sia.Tidak berapa lama ponselnya berdering kembali. Sebuah pesan masuk dari Arvan.'Semua hal di dunia ini memiliki nilai. Sebutkan saja berapa yang kau inginkan. 100? 200? 500? Aku akan memberikannya,' Amanda terdiam membaca pesan Arvan yang benar- benar merendahkannya. Menurutnya, Arvan berubah menjadi jauh tidak sopan sekarang.'Kau pikir semua bisa dibeli dengan uang? Dekati saja wanita yang mengi
Arvan memutuskan untuk mengunjungi kedua orang tuanya sore itu. Sudah lebih dari sebulan sejak Arvan mengunjungi mereka sebelumnya. Dia sudah berada disana sejak pagi hari. Mendengar mamanya curhat mengenai kebiasaan papanya juga mendengar pembelaan papanya terhadap hobi barunya. Arvan duduk disebuah bangku dengan meja bundar yang terbuat dari besi di tengahnya. Di atas meja sudah tersaji beberapa jenis makanan ringan hingga jajanan ringan sebagai selingan sore sebelum makan yang lebih berat. Tidak jauh dari tempat duduknya, Ayahnya sedang asik mengisi wadah untuk minum burung peliharaannya sebelum diletakkan kembali ditempat yang lebih tinggi."Kenapa bukan mang Dadang saja yang mengerjakan semua itu, Yah," ucap Arvan mengomentari apa yang baru saja dilakukan ayahnya.Cahyadi yang sedang mencuci tangannya hanya menggeleng kepalanya."kamu ini tidak mengerti. Ketika kita memelihara sesuatu, itu berarti kita harus menjaganya dengan sepenuh hati. Memperhatikan apakah mereka sehat, ruma