ikuti terus cerita ini.. jangan lupa vote dan beri komentar kalian... salam cinta, ❤️❤️
Amanda memperhatikan isi lemari pendingon di apartemen Arvan dengan seksama. Dia sedang bingung memutuskan akan memasak apa. Setelah lama memperhatikan isi lemari pendingin itu dia akhirnya mengambil beberapa jenis sayuran. Sepertinya dia akan membuat tumis dan menggoreng beberapa lauk saja. Dia ingat ketika pertama kali tinggal di apartemen ini dan membuka kulkas dia tidak menemukan apapun yang bisa dimasak. Hanya ada air mineral dan beberapa botol suplemen badan. Amanda sampai geleng kepala melihatnya. Tapi semenjak dia mengeluh akan kondisi itu yang akhirnya membuat Arvan menyempatkan diri untuk berbelanja, lemari pendingin itu mulai sedikit terisi. setidaknya dia tidak akan mati kelaparan bila Arvan bekerja hingga larut. Mengingat hal itu membuat Amanda tersenyum.Hari sudah menjelang malam, Arvan sudah meninggalkan apartemen sejak siang tadi. Dia benar-benar hanya mengantar Amanda ke apartemen kemudian mengambil beberapa barang di kamarnya dan keluar. Sepertinya pertemuan dengan
“kau sudah pulang mas, mau mandi setelah itu kita makan malam," ucap Amanda dengan tersenyum sambil mengambil tas yang ada di tangan Arvan.Arvan terkejut mendengar Amanda memanggilnya dengan sebutan “Mas”. Ini pertama kalinya arvan mendengar panggilan itu, biasanya Amanda hanya akan memanggil namanya. Panggilan yang membuat hatinya sedikit terlonjak senang. Walaupun berusaha dipungkirinya. Dia melepaskan sepatunya dan menatap Amanda yang saat itu hanya mengenakan baju kaos dan celana panjang dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Arvan melonggarkan dasi yang dia kenakan dengan kasar. “Aku hanya akan mandi dan tidur. Kamu makanlah sendiri”, ucap Arvan sambil berlalu meninggalkan Amanda menuju kamarnya.“kamu tidak akan makan bersamaku?” Tanya Amanda membuat langkah Arvan terhenti.Arvan memicingkan mata. Memangnya dia pernah berjanji mereka akan makan bersama setelah resmi menikah. Bukankah selama ini juga Amanda terbiasa makan tanpa dirinya. Meskipun lelah, Arvan berusaha tidak terpa
Arvan sedang duduk santai di depan televisi, akan ada pertandingan bola dari tim kebanggaannya malam ini Inggris melawan Jerman. Tentu saja dia menjagokan Inggris. Arvan sudah menunggu Pertandingan ini dengan penuh semangat. Sedangkan Amanda sedang mencuci piring dari makan malam mereka tadi. Tidak banyak yang mereka bicarakan selama makan malam. Arvan ingin menyinggung mengenai kejadian tiga tahun lalu tetapi dia tidak ingin merusak suasana sedangkan Amanda yang penasaran dengan kegiatan Arvan seharian ini. Sempat mengajukan beberapa pertanyaan yang menurut pendengaran Arvan menandakan kesan cemburu. Dan itu membuat Arvan senang.“mau kemana,” Tanya Arvan ketika Amanda hendak melewatinya. Dia segera melompat dari duduknya dan menghalangi Amanda yang akan menuju kamar tidurnya."Tidur. Mas akan begadang? Apa ada sesuatu yang dibutuhkan untuk menemanimu menonton?” Tanya Amanda berusaha biasa saja walaupun masih canggung. Dia menghindari menatap Arvan. Perasaannya masih canggung bila m
Arvan keluar dari kamar mandi dan merasa segar setelah dia membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk melakukan rutinitas pagi seperti biasa. Dia mulai menjelajahi isi lemarinya dan memilih baju yang akan dikenakan pagi ini. Sebagai seorang bos dia harus selalu menjaga penampilan agar terlihat rapi namun tidak monoton.Arvan sedang mengenakan pakaiannya sambil melihat pantulan dirinya di cermin saat tanpa sengaja matanya melihat ke arah nakas yang ada di sebelah tempat tidurnya tepat di belakangnya. Di atas nakas terdapat sebuah lampu tidur, sebuah buku catatan dan bingkai foto yang dibiarkan terbalik. Arvan termenung sesaat melihat nakas itu. Matanya tertuju pada bingkai foto yang memang sengaja dibiarkan terbalik.Ada perasaan bimbang bercampur marah yang tiba-tiba muncul. Bingkai itu adalah memori dari kenangannya bersama Amanda yang coba dia singkirkan namun sulit. Hingga akhirnya dia memilih untuk membiarkannya disana namun tidak ingin melihatnya. Entah mengapa dia merindukan kenang
Arvan berjalan menuju ruang kerjanya sambil bersiul. Sesekali dia akan tersenyum pada staf yang dia lewati. Arvan tampak mengernyitkan keningnya ketika tiba di meja sekretarisnya dan dia tidak menemukan Siska di sana. Arvan melihat sekelilingnya sebentar. 'Apa dia tidak masuk? Mungkin Siska mencoba mengabari semalam untuk memberitahukan hal itu? Mungkin dia sedang tidak enak badan,' pikir Arvan kemudian dia membuka pintu ruang kerjanya dan menutupnya.bukannya langsung masuk ke ruangannya. Arvan terdiam dibalik pintu. Tidak dapat berkata ketika melihat Siska sudah duduk santai di sofa sambil melepaskan hampir semua kancing di pakaiannya membuat kedua gunung kembarnya yang hanya ditutupi bra terlihat menyembul. Arvan berusaha menelan salivanya kuat."Apa yang kau lakukan Siska?? Bagaimana jika bukan aku yang masuk?" ucap arvan yang langsung menutup pintu ruangannya. "kamu sudah gila? bagaimana bila orang lain melihatnya," lanjut Arvan terlihat gugup sambil memperhatikan lewat jendela m
Arvan sedang mengadakan meeting bersama para manajer membahas mengenai kinerja bulanan para karyawan. Siska mendampinginya sebagai sekretaris yang mencatat hasil dari rapat itu. Beberapa kali Arvan memergoki Siska tengah menatapnya dengan tatapan menggoda. Arvan berusaha menghindari bertatapan dengan Siska sebisa mungkin. Arvan paham mengapa beberapa perusahaan menerapkan larangan memiliki hubungan lebih dengan rekan kerja karena akan sangat merepotkan bila ada masalah.Rapat berjalan hingga hampir jam makan siang, setelah para manajer mulai meninggalkan ruang rapat satu persatu, dari ujung matanya Arvan dapat melihat Siska tengah memperhatikannya mengharapkan Arvan akan memandangnya."Van,,, kita bisa bicara sebentar. Ada hal penting yang ingin gue bahas," ucap Johan sambil menghampiri Arvan.Arvan menatap Johan dengan sumringah. "Tentu saja. Kita bisa membahasnya sambil makan siang?" ucap Arvan. "Thank's bro.. you save my life," lanjut Arvan lirih sambil menepuk pundak Johan. Johan h
Arvan pulang menjelang malam dan mendapati apartemennya dalam keadaan gelap. Dia juga tidak melihat sosok Amanda dimanapun. Dia mulai mencurigai keberadaan Amanda. Dia memikirkan kemungkinan Amanda kabur. Tapi tidak mungkin karena dia mengurungnya. Perlahan Arvan mengetuk pintu kamar Amanda tidak ada jawaban. Dia mencoba membukanya dan tidak terkunci. Dia kaget melihat kamar Amanda kosong. Arvan berusaha mencari kenop lampu dan terkejut mendapati Amanda sedang berbaring dan nampak kesakitan."Apa yang terjadi," ucap Arvan cemas sambil mendekati Amanda dan duduk di samping ranjang."Mas sudah pulang. Aku baik-baik saja hanya sedikit lemas," ucap Amanda."Jangan mencoba membohongiku Amanda," ucap Arvan geram. "Sebaiknya kita ke rumah sakit," lanjut Arvan mencoba membangunkan Amanda.Amanda merintih membuat Arvan menjauhkan tangannya dari Amanda. Dia takut akan menyakiti istrinya."Tidak perlu mas. Hanya kram perut. Ini biasa menjelang datang bulan. Mas sudah makan?" Ucap Amanda berusaha
Arvan terlihat sibuk dengan ponselnya hingga tidak menyadari kehadiran Johan di dalam ruangannya."Sibuk bro?" Tanya Johan.Suara Johan berhasil menyadarkan Arvan. Dia menatap Johan dengan kesal karena baru saja mengagetkannya."Ada perlu apa?" Tanyanya sambil kembali menatap ponsel."Kan lo yang nyuruh gue kemari, katanya lo butuh bantuan gue," kata Johan sambil duduk di sofa panjang di ruang kerja Arvan."Ohiya.. sorry gue lupa," ucap Arvan sambil beranjak dari duduknya dan membawa sebuah map lalu menyerahkannya kepada Johan.Johan menerima map itu dan mulai melihat isinya."Gue minta tolong lo cek ulang soal realisasi dananya, gue nggak mau dicurangi Harris untuk kedua kalinya," ucap Arvan dengan nada sinis."Sebenci itu lo sama Harris. Emang lo punya bukti kalo dia beneran kerjasama dengan Amanda dulu?" Tanya Johan."Gue yakin dengan insting gue. Lagipula lawan gue waktu itu cuma dia, menurut lo gue perlu mencurigai siapa lagi?" Ucap Arvan kesal. Sesungguhnya dia malas bila harus
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da